MAKALAH RIJALUL HADITS
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan
untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun
makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk
menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa
menjadi aktif.
Namun
demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan,
oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul
kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa
dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.
Cirebon, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….……..2
BAB
I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
- Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
- Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
- Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
- Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB
II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
- Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1. Ilmu
Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2. Ilmu
Hadits Dirayah…………………………………………………..9
- Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..…..22
- Kesimpulan……………………………………………………………..22
- Daftar Pustaka…………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama
dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat. Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti
halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap
Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari
proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam
Al-Qur’an. Sedangkan, hadits
merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-qur’an dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para
penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara
kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal
dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan
mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari
perguruan tinggi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI.,
SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar
Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum.
Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits
dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu
hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat,
ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits,
tashif wa at-tahrif, Asbab al-Wurud
Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits
dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.
Bagaimana
langkah-langkah
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu
hadits Riwayah dan Dirayah?
3.
Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits
D. Kontribusi Akademik
Dalam
makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan
penelitian yang dilakukan oleh Dr.
H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta
langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam
memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA
dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian
Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits
kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum
juga mengemukakan bahwa secara garis
besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua
macam ilmu hadits tersebut, dibagilah
sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa
at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa
al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa
at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam
mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk
dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Pengertian Ilmu Hadits
1.
Menurut Drs. H. Mudasir
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin
adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.”
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu
hadits dirayah.[1]
2.
Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan
Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2]
Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan,
pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad
(dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan,
yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah
suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan,
kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan
dengan yang lainnya.[4]
3.
Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul
Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul
hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan
ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]
4.
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan.[6]
5.
Menurut Sohari Sahrani
Ilmu
hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai
aspeknya.[7]
6.
Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag.
dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]
7.
Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan,
keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]
- ILMU HADITS RIWAYAH
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah
:
“Ilmu pengetahuan yang memelajari
hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
“Ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik
periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan,
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi,
taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara
menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadits
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini
tidak membicarakan syaz
(kejanggalan), ‘illat (kecacatan),
dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi,
baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya
yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]
- ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa
juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu
ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi
mendefinisikan ilmu ini dengan:
“Kaidah-kaidah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan
sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu
Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§ Hakikat
periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau
sumber berita.
§ Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah
(pembacaan), Al-wasiah (berwasiat),
Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi).
§ Macam-macam
periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan,
dan lain-lain.
§ Hukum-hukum
periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§ Macam-macam
hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab
tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad
Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
“Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya
(diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang
dimaksud dengan rawi ialah orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud
keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi
dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya,
serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak
masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü Mengetahui
tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut
ü Mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman
masyarakat.
Dari semua
faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk
mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits,
baik dilihat dari sudut sanad maupun
dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh
sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW
wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan
mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan
yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk
menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu
hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada
perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para
ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang
mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah
pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun
ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul
Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad
bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H)
melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin
Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi
As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid
Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan
kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits
Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H)
denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang
dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab
ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama
generasi berikutnya.
Demikianlah,
selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah
Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti
kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam
bentuk nasar atau prosa. Dari kedua
jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya,
seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya
At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari
kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan
kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah
dari kitab At-Tariq karangan imam
Nawawi.
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar
adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada
kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam
penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan ilmu hadits
riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu
hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.
- Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal
al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal
al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara
terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat,
dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh
itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa
istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh,
ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari
secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan
dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara
terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau
membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19]
Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga
hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai
shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadis shahih.
c.
Ilmu
‘ Ilal al- Hadits
Kata
‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”,
yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20]
Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan
Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan
suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan
apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat
penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.
d. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab
munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud
al-Hadits.
e. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
f. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
g.
Ilmu
Gharibul-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
h.
‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan
secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta
memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang
umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits
mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau
langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan
kontra-kontra tersebut.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah
ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan
sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa
sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.
j.
‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas
hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya
(muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah
dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak
terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas
kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang
perawi.
BAB III
PEMBAHASAN
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·
Langkah
pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa
terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
hadits.
·
Selanjutnya, langkah kedua penulis
mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.
M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan
ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v Mendefinisikan
Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah
artinya periwayatan atau cerita.
v Menjelaskan
objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan
dengan cara pemeliharaan.
v Menjelaskan
bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr.
H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan
cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:
1.
Ilmu Rijal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi sesudahnya.
2.
Ilmu Al-Jarh
wa At-Ta’dil
Yaitu
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.
3.
Ilmu Fannil
Mubhamat
Yaitu
suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan
atau sanad.
4.
Ilmu ‘Ilal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih,
dhaif, jarh, dan ta’dil.
5.
Ilmu Gharib
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
6.
Ilmu Nasikh
wa Al-Mansukh
Ilmu
yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias
dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.
7.
Ilmu Talfiq
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.
8.
Ilmu Tashif
wa At-Tahrif
Yaitu
ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan
hadits.
9.
Ilmu Asbab
Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.
10.
Ilmu Mushtahalah
Ahli Waris
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam
mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan
bahasa dan melalui pendapat ulama.
2. Dalam
mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan
memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai
objek kajiannya.
3. Dalam
membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA.,
dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil
mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq
al-hadits, tashif wa at-tahrif, Asbab
al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
B. DAFTAR PUSTAKA
Fatakh,
Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua. 2015. Jakarta: AMZAH
Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung:
PT. Alma’arif
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA
Solahudin, M. Agus dan
Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA
[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm.
41
[2]
At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3]
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm
72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5]
Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6]
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi
kedua. 2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8]
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[12] Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung:
ANGKASA, hlm. 61
[14]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19]
Ibid
[20]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21]
Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah
Al-Hadits, hlm. 56.
[22]
Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan
untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun
makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk
menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa
menjadi aktif.
Namun
demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan,
oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul
kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa
dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.
Cirebon, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….……..2
BAB
I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
- Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
- Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
- Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
- Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB
II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
- Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1. Ilmu
Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2. Ilmu
Hadits Dirayah…………………………………………………..9
- Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..…..22
- Kesimpulan……………………………………………………………..22
- Daftar Pustaka…………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama
dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat. Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti
halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap
Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari
proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam
Al-Qur’an. Sedangkan, hadits
merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-qur’an dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para
penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara
kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal
dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan
mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari
perguruan tinggi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI.,
SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar
Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum.
Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits
dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu
hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat,
ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits,
tashif wa at-tahrif, Asbab al-Wurud
Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits
dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.
Bagaimana
langkah-langkah
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu
hadits Riwayah dan Dirayah?
3.
Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits
D. Kontribusi Akademik
Dalam
makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan
penelitian yang dilakukan oleh Dr.
H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta
langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam
memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA
dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian
Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits
kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum
juga mengemukakan bahwa secara garis
besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua
macam ilmu hadits tersebut, dibagilah
sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa
at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa
al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa
at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam
mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk
dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Pengertian Ilmu Hadits
1.
Menurut Drs. H. Mudasir
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin
adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.”
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu
hadits dirayah.[1]
2.
Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan
Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2]
Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan,
pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad
(dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan,
yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah
suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan,
kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan
dengan yang lainnya.[4]
3.
Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul
Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul
hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan
ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]
4.
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan.[6]
5.
Menurut Sohari Sahrani
Ilmu
hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai
aspeknya.[7]
6.
Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag.
dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]
7.
Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan,
keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]
- ILMU HADITS RIWAYAH
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah
:
“Ilmu pengetahuan yang memelajari
hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
“Ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik
periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan,
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi,
taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara
menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadits
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini
tidak membicarakan syaz
(kejanggalan), ‘illat (kecacatan),
dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi,
baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya
yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]
- ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa
juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu
ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi
mendefinisikan ilmu ini dengan:
“Kaidah-kaidah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan
sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu
Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§ Hakikat
periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau
sumber berita.
§ Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah
(pembacaan), Al-wasiah (berwasiat),
Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi).
§ Macam-macam
periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan,
dan lain-lain.
§ Hukum-hukum
periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§ Macam-macam
hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab
tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad
Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
“Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya
(diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang
dimaksud dengan rawi ialah orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud
keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi
dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya,
serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak
masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü Mengetahui
tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut
ü Mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman
masyarakat.
Dari semua
faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk
mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits,
baik dilihat dari sudut sanad maupun
dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh
sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW
wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan
mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan
yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk
menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu
hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada
perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para
ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang
mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah
pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun
ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul
Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad
bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H)
melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin
Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi
As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid
Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan
kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits
Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H)
denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang
dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab
ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama
generasi berikutnya.
Demikianlah,
selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah
Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti
kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam
bentuk nasar atau prosa. Dari kedua
jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya,
seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya
At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari
kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan
kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah
dari kitab At-Tariq karangan imam
Nawawi.
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar
adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada
kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam
penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan ilmu hadits
riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu
hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.
- Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal
al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal
al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara
terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat,
dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh
itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa
istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh,
ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari
secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan
dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara
terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau
membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19]
Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga
hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai
shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadis shahih.
c.
Ilmu
‘ Ilal al- Hadits
Kata
‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”,
yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20]
Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan
Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan
suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan
apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat
penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.
d. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab
munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud
al-Hadits.
e. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
f. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
g.
Ilmu
Gharibul-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
h.
‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan
secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta
memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang
umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits
mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau
langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan
kontra-kontra tersebut.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah
ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan
sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa
sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.
j.
‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas
hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya
(muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah
dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak
terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas
kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang
perawi.
BAB III
PEMBAHASAN
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·
Langkah
pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa
terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
hadits.
·
Selanjutnya, langkah kedua penulis
mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.
M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan
ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v Mendefinisikan
Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah
artinya periwayatan atau cerita.
v Menjelaskan
objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan
dengan cara pemeliharaan.
v Menjelaskan
bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr.
H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan
cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:
1.
Ilmu Rijal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi sesudahnya.
2.
Ilmu Al-Jarh
wa At-Ta’dil
Yaitu
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.
3.
Ilmu Fannil
Mubhamat
Yaitu
suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan
atau sanad.
4.
Ilmu ‘Ilal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih,
dhaif, jarh, dan ta’dil.
5.
Ilmu Gharib
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
6.
Ilmu Nasikh
wa Al-Mansukh
Ilmu
yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias
dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.
7.
Ilmu Talfiq
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.
8.
Ilmu Tashif
wa At-Tahrif
Yaitu
ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan
hadits.
9.
Ilmu Asbab
Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.
10.
Ilmu Mushtahalah
Ahli Waris
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam
mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan
bahasa dan melalui pendapat ulama.
2. Dalam
mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan
memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai
objek kajiannya.
3. Dalam
membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA.,
dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil
mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq
al-hadits, tashif wa at-tahrif, Asbab
al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
B. DAFTAR PUSTAKA
Fatakh,
Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua. 2015. Jakarta: AMZAH
Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung:
PT. Alma’arif
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA
Solahudin, M. Agus dan
Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA
[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm.
41
[2]
At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3]
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm
72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5]
Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6]
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi
kedua. 2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8]
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[12] Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung:
ANGKASA, hlm. 61
[14]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19]
Ibid
[20]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21]
Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah
Al-Hadits, hlm. 56.
[22]
Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan
untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun
makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk
menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa
menjadi aktif.
Namun
demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan,
oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul
kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa
dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.
Cirebon, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….……..2
BAB
I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
- Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
- Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
- Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
- Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB
II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
- Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1. Ilmu
Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2. Ilmu
Hadits Dirayah…………………………………………………..9
- Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..…..22
- Kesimpulan……………………………………………………………..22
- Daftar Pustaka…………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama
dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat. Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti
halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap
Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari
proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam
Al-Qur’an. Sedangkan, hadits
merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-qur’an dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para
penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara
kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal
dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan
mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari
perguruan tinggi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI.,
SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar
Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum.
Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits
dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu
hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat,
ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits,
tashif wa at-tahrif, Asbab al-Wurud
Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits
dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.
Bagaimana
langkah-langkah
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu
hadits Riwayah dan Dirayah?
3.
Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits
D. Kontribusi Akademik
Dalam
makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan
penelitian yang dilakukan oleh Dr.
H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta
langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam
memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA
dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian
Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits
kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum
juga mengemukakan bahwa secara garis
besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua
macam ilmu hadits tersebut, dibagilah
sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa
at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa
al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa
at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam
mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk
dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Pengertian Ilmu Hadits
1.
Menurut Drs. H. Mudasir
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin
adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.”
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu
hadits dirayah.[1]
2.
Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan
Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2]
Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan,
pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad
(dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan,
yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah
suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan,
kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan
dengan yang lainnya.[4]
3.
Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul
Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul
hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan
ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]
4.
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan.[6]
5.
Menurut Sohari Sahrani
Ilmu
hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai
aspeknya.[7]
6.
Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag.
dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]
7.
Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan,
keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]
- ILMU HADITS RIWAYAH
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah
:
“Ilmu pengetahuan yang memelajari
hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
“Ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik
periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan,
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi,
taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara
menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadits
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini
tidak membicarakan syaz
(kejanggalan), ‘illat (kecacatan),
dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi,
baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya
yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]
- ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa
juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu
ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi
mendefinisikan ilmu ini dengan:
“Kaidah-kaidah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan
sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu
Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§ Hakikat
periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau
sumber berita.
§ Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah
(pembacaan), Al-wasiah (berwasiat),
Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi).
§ Macam-macam
periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan,
dan lain-lain.
§ Hukum-hukum
periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§ Macam-macam
hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab
tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad
Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
“Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya
(diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang
dimaksud dengan rawi ialah orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud
keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi
dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya,
serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak
masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü Mengetahui
tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut
ü Mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman
masyarakat.
Dari semua
faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk
mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits,
baik dilihat dari sudut sanad maupun
dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh
sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW
wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan
mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan
yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk
menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu
hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada
perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para
ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang
mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah
pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun
ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul
Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad
bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H)
melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin
Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi
As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid
Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan
kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits
Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H)
denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang
dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab
ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama
generasi berikutnya.
Demikianlah,
selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah
Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti
kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam
bentuk nasar atau prosa. Dari kedua
jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya,
seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya
At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari
kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan
kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah
dari kitab At-Tariq karangan imam
Nawawi.
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar
adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada
kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam
penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan ilmu hadits
riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu
hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.
- Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal
al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal
al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara
terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat,
dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh
itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa
istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh,
ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari
secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan
dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara
terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau
membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19]
Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga
hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai
shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadis shahih.
c.
Ilmu
‘ Ilal al- Hadits
Kata
‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”,
yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20]
Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan
Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan
suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan
apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat
penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.
d. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab
munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud
al-Hadits.
e. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
f. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
g.
Ilmu
Gharibul-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
h.
‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan
secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta
memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang
umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits
mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau
langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan
kontra-kontra tersebut.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah
ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan
sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa
sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.
j.
‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas
hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya
(muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah
dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak
terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas
kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang
perawi.
BAB III
PEMBAHASAN
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·
Langkah
pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa
terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
hadits.
·
Selanjutnya, langkah kedua penulis
mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.
M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan
ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v Mendefinisikan
Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah
artinya periwayatan atau cerita.
v Menjelaskan
objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan
dengan cara pemeliharaan.
v Menjelaskan
bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr.
H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan
cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:
1.
Ilmu Rijal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi sesudahnya.
2.
Ilmu Al-Jarh
wa At-Ta’dil
Yaitu
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.
3.
Ilmu Fannil
Mubhamat
Yaitu
suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan
atau sanad.
4.
Ilmu ‘Ilal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih,
dhaif, jarh, dan ta’dil.
5.
Ilmu Gharib
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
6.
Ilmu Nasikh
wa Al-Mansukh
Ilmu
yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias
dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.
7.
Ilmu Talfiq
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.
8.
Ilmu Tashif
wa At-Tahrif
Yaitu
ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan
hadits.
9.
Ilmu Asbab
Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.
10.
Ilmu Mushtahalah
Ahli Waris
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam
mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan
bahasa dan melalui pendapat ulama.
2. Dalam
mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan
memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai
objek kajiannya.
3. Dalam
membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA.,
dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil
mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq
al-hadits, tashif wa at-tahrif, Asbab
al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
B. DAFTAR PUSTAKA
Fatakh,
Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua. 2015. Jakarta: AMZAH
Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung:
PT. Alma’arif
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA
Solahudin, M. Agus dan
Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA
[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm.
41
[2]
At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3]
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm
72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5]
Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6]
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi
kedua. 2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8]
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[12] Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung:
ANGKASA, hlm. 61
[14]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19]
Ibid
[20]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21]
Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah
Al-Hadits, hlm. 56.
[22]
Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan
untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun
makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk
menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa
menjadi aktif.
Namun
demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan,
oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul
kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa
dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.
Cirebon, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….……..2
BAB
I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
- Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
- Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
- Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
- Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB
II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
- Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1. Ilmu
Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2. Ilmu
Hadits Dirayah…………………………………………………..9
- Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..…..22
- Kesimpulan……………………………………………………………..22
- Daftar Pustaka…………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama
dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat. Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti
halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap
Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari
proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam
Al-Qur’an. Sedangkan, hadits
merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-qur’an dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para
penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara
kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal
dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan
mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari
perguruan tinggi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI.,
SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar
Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum.
Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits
dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu
hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat,
ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits,
tashif wa at-tahrif, Asbab al-Wurud
Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits
dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.
Bagaimana
langkah-langkah
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu
hadits Riwayah dan Dirayah?
3.
Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits
D. Kontribusi Akademik
Dalam
makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan
penelitian yang dilakukan oleh Dr.
H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta
langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam
memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA
dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian
Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits
kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum
juga mengemukakan bahwa secara garis
besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua
macam ilmu hadits tersebut, dibagilah
sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa
at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa
al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa
at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam
mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk
dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Pengertian Ilmu Hadits
1.
Menurut Drs. H. Mudasir
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin
adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.”
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu
hadits dirayah.[1]
2.
Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan
Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2]
Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan,
pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad
(dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan,
yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah
suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan,
kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan
dengan yang lainnya.[4]
3.
Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul
Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul
hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan
ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]
4.
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan.[6]
5.
Menurut Sohari Sahrani
Ilmu
hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai
aspeknya.[7]
6.
Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag.
dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]
7.
Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan,
keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]
- ILMU HADITS RIWAYAH
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah
:
“Ilmu pengetahuan yang memelajari
hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
“Ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik
periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan,
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi,
taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara
menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadits
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini
tidak membicarakan syaz
(kejanggalan), ‘illat (kecacatan),
dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi,
baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya
yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]
- ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa
juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu
ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi
mendefinisikan ilmu ini dengan:
“Kaidah-kaidah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan
sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu
Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§ Hakikat
periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau
sumber berita.
§ Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah
(pembacaan), Al-wasiah (berwasiat),
Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi).
§ Macam-macam
periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan,
dan lain-lain.
§ Hukum-hukum
periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§ Macam-macam
hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab
tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad
Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
“Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya
(diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang
dimaksud dengan rawi ialah orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud
keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi
dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya,
serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak
masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü Mengetahui
tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut
ü Mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman
masyarakat.
Dari semua
faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk
mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits,
baik dilihat dari sudut sanad maupun
dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh
sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW
wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan
mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan
yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk
menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu
hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada
perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para
ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang
mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah
pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun
ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul
Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad
bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H)
melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin
Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi
As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid
Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan
kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits
Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H)
denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang
dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab
ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama
generasi berikutnya.
Demikianlah,
selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah
Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti
kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam
bentuk nasar atau prosa. Dari kedua
jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya,
seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya
At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari
kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan
kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah
dari kitab At-Tariq karangan imam
Nawawi.
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar
adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada
kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam
penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan ilmu hadits
riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu
hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.
- Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal
al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal
al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara
terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat,
dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh
itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa
istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh,
ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari
secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan
dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara
terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau
membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19]
Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga
hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai
shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadis shahih.
c.
Ilmu
‘ Ilal al- Hadits
Kata
‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”,
yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20]
Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan
Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan
suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan
apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat
penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.
d. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab
munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud
al-Hadits.
e. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
f. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
g.
Ilmu
Gharibul-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
h.
‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan
secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta
memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang
umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits
mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau
langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan
kontra-kontra tersebut.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah
ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan
sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa
sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.
j.
‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas
hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya
(muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah
dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak
terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas
kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang
perawi.
BAB III
PEMBAHASAN
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·
Langkah
pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa
terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
hadits.
·
Selanjutnya, langkah kedua penulis
mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.
M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan
ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v Mendefinisikan
Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah
artinya periwayatan atau cerita.
v Menjelaskan
objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan
dengan cara pemeliharaan.
v Menjelaskan
bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr.
H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan
cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:
1.
Ilmu Rijal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi sesudahnya.
2.
Ilmu Al-Jarh
wa At-Ta’dil
Yaitu
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.
3.
Ilmu Fannil
Mubhamat
Yaitu
suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan
atau sanad.
4.
Ilmu ‘Ilal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih,
dhaif, jarh, dan ta’dil.
5.
Ilmu Gharib
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
6.
Ilmu Nasikh
wa Al-Mansukh
Ilmu
yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias
dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.
7.
Ilmu Talfiq
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.
8.
Ilmu Tashif
wa At-Tahrif
Yaitu
ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan
hadits.
9.
Ilmu Asbab
Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.
10.
Ilmu Mushtahalah
Ahli Waris
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam
mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan
bahasa dan melalui pendapat ulama.
2. Dalam
mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan
memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai
objek kajiannya.
3. Dalam
membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA.,
dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil
mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq
al-hadits, tashif wa at-tahrif, Asbab
al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
B. DAFTAR PUSTAKA
Fatakh,
Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua. 2015. Jakarta: AMZAH
Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung:
PT. Alma’arif
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA
Solahudin, M. Agus dan
Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA
[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm.
41
[2]
At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3]
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm
72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5]
Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6]
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi
kedua. 2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8]
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[12] Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung:
ANGKASA, hlm. 61
[14]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19]
Ibid
[20]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21]
Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah
Al-Hadits, hlm. 56.
[22]
Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan
untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun
makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk
menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa
menjadi aktif.
Namun
demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan,
oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul
kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa
dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.
Cirebon, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….……..2
BAB
I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
- Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
- Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
- Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
- Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB
II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
- Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1. Ilmu
Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2. Ilmu
Hadits Dirayah…………………………………………………..9
- Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..…..22
- Kesimpulan……………………………………………………………..22
- Daftar Pustaka…………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama
dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat. Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti
halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap
Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari
proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam
Al-Qur’an. Sedangkan, hadits
merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-qur’an dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para
penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara
kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal
dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan
mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari
perguruan tinggi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI.,
SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar
Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum.
Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits
dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu
hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat,
ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits,
tashif wa at-tahrif, Asbab al-Wurud
Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits
dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.
Bagaimana
langkah-langkah
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu
hadits Riwayah dan Dirayah?
3.
Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3. Untuk
mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH.,
M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits
D. Kontribusi Akademik
Dalam
makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan
penelitian yang dilakukan oleh Dr.
H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta
langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam
memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA
dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian
Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits
kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum
juga mengemukakan bahwa secara garis
besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua
macam ilmu hadits tersebut, dibagilah
sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa
at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa
al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa
at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam
mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk
dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Pengertian Ilmu Hadits
1.
Menurut Drs. H. Mudasir
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin
adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.”
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu
hadits dirayah.[1]
2.
Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan
Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2]
Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan,
pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad
(dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan,
yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah
suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan,
kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan
dengan yang lainnya.[4]
3.
Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul
Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul
hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan
ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]
4.
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan.[6]
5.
Menurut Sohari Sahrani
Ilmu
hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai
aspeknya.[7]
6.
Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag.
dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu
hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]
7.
Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan,
keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]
- ILMU HADITS RIWAYAH
Yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah
:
“Ilmu pengetahuan yang memelajari
hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
“Ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik
periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan,
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi,
taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara
menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadits
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini
tidak membicarakan syaz
(kejanggalan), ‘illat (kecacatan),
dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi,
baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya
yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]
- ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa
juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu
ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi
mendefinisikan ilmu ini dengan:
“Kaidah-kaidah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan
sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu
Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§ Hakikat
periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau
sumber berita.
§ Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah
(pembacaan), Al-wasiah (berwasiat),
Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi).
§ Macam-macam
periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan,
dan lain-lain.
§ Hukum-hukum
periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§ Macam-macam
hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab
tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad
Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
“Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya
(diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang
dimaksud dengan rawi ialah orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud
keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi
dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya,
serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak
masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü Mengetahui
tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut
ü Mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman
masyarakat.
Dari semua
faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk
mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits,
baik dilihat dari sudut sanad maupun
dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh
sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW
wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan
mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan
yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk
menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu
hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada
perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para
ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang
mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah
pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun
ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul
Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad
bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H)
melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin
Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi
As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid
Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan
kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits
Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H)
denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang
dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab
ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama
generasi berikutnya.
Demikianlah,
selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah
Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti
kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam
bentuk nasar atau prosa. Dari kedua
jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya,
seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya
At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari
kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan
kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah
dari kitab At-Tariq karangan imam
Nawawi.
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar
adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada
kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam
penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan ilmu hadits
riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu
hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.
- Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal
al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal
al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara
terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat,
dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh
itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa
istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh,
ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari
secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan
dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara
terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau
membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19]
Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga
hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai
shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadis shahih.
c.
Ilmu
‘ Ilal al- Hadits
Kata
‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”,
yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20]
Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan
Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan
suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan
apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat
penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.
d. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab
munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud
al-Hadits.
e. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
f. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
g.
Ilmu
Gharibul-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
h.
‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan
secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta
memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang
umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits
mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau
langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan
kontra-kontra tersebut.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah
ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan
sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa
sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.
j.
‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas
hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya
(muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah
dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak
terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas
kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang
perawi.
BAB III
PEMBAHASAN
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·
Langkah
pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa
terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
hadits.
·
Selanjutnya, langkah kedua penulis
mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.
M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan
ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v Mendefinisikan
Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah
artinya periwayatan atau cerita.
v Menjelaskan
objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan
dengan cara pemeliharaan.
v Menjelaskan
bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
- Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr.
H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan
cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:
1.
Ilmu Rijal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi sesudahnya.
2.
Ilmu Al-Jarh
wa At-Ta’dil
Yaitu
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.
3.
Ilmu Fannil
Mubhamat
Yaitu
suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan
atau sanad.
4.
Ilmu ‘Ilal
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih,
dhaif, jarh, dan ta’dil.
5.
Ilmu Gharib
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
6.
Ilmu Nasikh
wa Al-Mansukh
Ilmu
yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias
dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.
7.
Ilmu Talfiq
Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.
8.
Ilmu Tashif
wa At-Tahrif
Yaitu
ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan
hadits.
9.
Ilmu Asbab
Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.
10.
Ilmu Mushtahalah
Ahli Waris
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam
mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh,
SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan
bahasa dan melalui pendapat ulama.
2. Dalam
mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul
Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan
memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai
objek kajiannya.
3. Dalam
membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA.,
dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil
mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq
al-hadits, tashif wa at-tahrif, Asbab
al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
B. DAFTAR PUSTAKA
Fatakh,
Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua. 2015. Jakarta: AMZAH
Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung:
PT. Alma’arif
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA
Solahudin, M. Agus dan
Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA
[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm.
41
[2]
At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3]
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm
72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5]
Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar
Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6]
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi
kedua. 2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8]
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[12] Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung:
ANGKASA, hlm. 61
[14]
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19]
Ibid
[20]
Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21]
Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah
Al-Hadits, hlm. 56.
[22]
Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda