Senin, 07 Maret 2016

MAKALAH RIJALUL HADITS



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar. Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.

                                                                                

Cirebon,  November 2015

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
  1. Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
  2. Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
  4. Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
  1. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1.      Ilmu Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2.      Ilmu Hadits Dirayah…………………………………………………..9
  1. Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
  2. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
  3. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………..…..22
  1. Kesimpulan……………………………………………………………..22
  2. Daftar Pustaka…………………………………………………………23




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat.  Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam Al-Qur’an. Sedangkan, hadits merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-quran dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari  perguruan  tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.



Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum. Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah?
3.      Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?









C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits

D.    Kontribusi Akademik
Dalam makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum juga mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Ilmu Hadits
1.      Menurut Drs. H. Mudasir
Yang dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[1]

2.      Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2] Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan, yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.[4]
3.      Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]

4.      Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.[6]

5.      Menurut Sohari Sahrani
Ilmu hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya.[7]

6.      Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]

7.      Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]




  1. ILMU HADITS RIWAYAH
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
“Ilmu pengetahuan yang memelajari hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
            Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
 Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan, Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
            Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan hadits disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan syaz (kejanggalan), ‘illat (kecacatan), dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
            Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]



  1. ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan:
 Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan:  “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui  hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§  Hakikat periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau sumber berita.
§  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui ­As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah (pembacaan), Al-wasiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
§  Macam-macam periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan, dan lain-lain.
§  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§  Macam-macam hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya (diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
      Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.





      Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü  Mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut
ü  Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman masyarakat.
Dari semua faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.



Pada perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H) melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H) denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama generasi berikutnya.




Demikianlah, selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam bentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab At-Tariq karangan imam Nawawi.
Dengan melihat uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.

  1. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:





a.      Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]

b.      Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19] Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.       Ilmu ‘ Ilal al- Hadits
Kata ‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”, yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20] Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.


d.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
      Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits.

e.       Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

f.       Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

g.      Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.



h.      ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan kontra-kontra tersebut.

i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.



j.        ‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya (muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang perawi.





















BAB III
PEMBAHASAN

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·         Langkah pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits.
·         Selanjutnya, langkah kedua penulis mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v  Mendefinisikan Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah artinya periwayatan atau cerita.
v  Menjelaskan objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan dengan cara pemeliharaan.
v  Menjelaskan bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:

1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya.

2.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Yaitu ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.

3.      Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad.

4.      Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih, dhaif, jarh, dan ta’dil.

5.      Ilmu Gharib Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.




6.      Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.       

7.      Ilmu Talfiq Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.

8.      Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

9.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.

10.  Ilmu Mushtahalah Ahli Waris
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Dalam mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan bahasa dan melalui pendapat ulama.
2.      Dalam mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai objek kajiannya.
3.      Dalam membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.













B.     DAFTAR PUSTAKA

Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH

Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia

Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA




[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 41
[2] At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3] Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5] Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6] Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[10] [10] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[11] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[12] Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA, hlm. 61
[13] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[14] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[15] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19] Ibid
[20] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21] Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah Al-Hadits, hlm. 56.
[22] Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar. Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.

                                                                                

Cirebon,  November 2015

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
  1. Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
  2. Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
  4. Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
  1. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1.      Ilmu Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2.      Ilmu Hadits Dirayah…………………………………………………..9
  1. Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
  2. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
  3. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………..…..22
  1. Kesimpulan……………………………………………………………..22
  2. Daftar Pustaka…………………………………………………………23




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat.  Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam Al-Qur’an. Sedangkan, hadits merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-quran dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari  perguruan  tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.



Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum. Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah?
3.      Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?









C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits

D.    Kontribusi Akademik
Dalam makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum juga mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Ilmu Hadits
1.      Menurut Drs. H. Mudasir
Yang dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[1]

2.      Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2] Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan, yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.[4]
3.      Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]

4.      Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.[6]

5.      Menurut Sohari Sahrani
Ilmu hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya.[7]

6.      Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]

7.      Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]




  1. ILMU HADITS RIWAYAH
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
“Ilmu pengetahuan yang memelajari hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
            Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
 Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan, Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
            Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan hadits disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan syaz (kejanggalan), ‘illat (kecacatan), dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
            Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]



  1. ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan:
 Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan:  “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui  hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§  Hakikat periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau sumber berita.
§  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui ­As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah (pembacaan), Al-wasiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
§  Macam-macam periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan, dan lain-lain.
§  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§  Macam-macam hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya (diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
      Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.





      Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü  Mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut
ü  Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman masyarakat.
Dari semua faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.



Pada perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H) melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H) denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama generasi berikutnya.




Demikianlah, selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam bentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab At-Tariq karangan imam Nawawi.
Dengan melihat uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.

  1. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:





a.      Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]

b.      Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19] Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.       Ilmu ‘ Ilal al- Hadits
Kata ‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”, yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20] Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.


d.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
      Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits.

e.       Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

f.       Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

g.      Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.



h.      ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan kontra-kontra tersebut.

i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.



j.        ‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya (muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang perawi.





















BAB III
PEMBAHASAN

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·         Langkah pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits.
·         Selanjutnya, langkah kedua penulis mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v  Mendefinisikan Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah artinya periwayatan atau cerita.
v  Menjelaskan objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan dengan cara pemeliharaan.
v  Menjelaskan bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:

1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya.

2.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Yaitu ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.

3.      Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad.

4.      Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih, dhaif, jarh, dan ta’dil.

5.      Ilmu Gharib Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.




6.      Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.       

7.      Ilmu Talfiq Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.

8.      Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

9.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.

10.  Ilmu Mushtahalah Ahli Waris
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Dalam mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan bahasa dan melalui pendapat ulama.
2.      Dalam mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai objek kajiannya.
3.      Dalam membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.













B.     DAFTAR PUSTAKA

Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH

Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia

Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA




[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 41
[2] At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3] Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5] Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6] Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[10] [10] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[11] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[12] Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA, hlm. 61
[13] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[14] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[15] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19] Ibid
[20] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21] Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah Al-Hadits, hlm. 56.
[22] Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar. Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.

                                                                                

Cirebon,  November 2015

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
  1. Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
  2. Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
  4. Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
  1. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1.      Ilmu Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2.      Ilmu Hadits Dirayah…………………………………………………..9
  1. Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
  2. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
  3. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………..…..22
  1. Kesimpulan……………………………………………………………..22
  2. Daftar Pustaka…………………………………………………………23




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat.  Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam Al-Qur’an. Sedangkan, hadits merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-quran dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari  perguruan  tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.



Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum. Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah?
3.      Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?









C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits

D.    Kontribusi Akademik
Dalam makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum juga mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Ilmu Hadits
1.      Menurut Drs. H. Mudasir
Yang dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[1]

2.      Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2] Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan, yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.[4]
3.      Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]

4.      Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.[6]

5.      Menurut Sohari Sahrani
Ilmu hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya.[7]

6.      Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]

7.      Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]




  1. ILMU HADITS RIWAYAH
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
“Ilmu pengetahuan yang memelajari hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
            Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
 Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan, Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
            Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan hadits disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan syaz (kejanggalan), ‘illat (kecacatan), dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
            Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]



  1. ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan:
 Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan:  “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui  hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§  Hakikat periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau sumber berita.
§  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui ­As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah (pembacaan), Al-wasiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
§  Macam-macam periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan, dan lain-lain.
§  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§  Macam-macam hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya (diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
      Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.





      Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü  Mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut
ü  Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman masyarakat.
Dari semua faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.



Pada perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H) melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H) denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama generasi berikutnya.




Demikianlah, selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam bentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab At-Tariq karangan imam Nawawi.
Dengan melihat uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.

  1. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:





a.      Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]

b.      Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19] Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.       Ilmu ‘ Ilal al- Hadits
Kata ‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”, yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20] Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.


d.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
      Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits.

e.       Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

f.       Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

g.      Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.



h.      ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan kontra-kontra tersebut.

i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.



j.        ‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya (muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang perawi.





















BAB III
PEMBAHASAN

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·         Langkah pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits.
·         Selanjutnya, langkah kedua penulis mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v  Mendefinisikan Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah artinya periwayatan atau cerita.
v  Menjelaskan objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan dengan cara pemeliharaan.
v  Menjelaskan bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:

1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya.

2.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Yaitu ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.

3.      Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad.

4.      Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih, dhaif, jarh, dan ta’dil.

5.      Ilmu Gharib Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.




6.      Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.       

7.      Ilmu Talfiq Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.

8.      Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

9.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.

10.  Ilmu Mushtahalah Ahli Waris
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Dalam mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan bahasa dan melalui pendapat ulama.
2.      Dalam mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai objek kajiannya.
3.      Dalam membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.













B.     DAFTAR PUSTAKA

Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH

Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia

Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA




[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 41
[2] At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3] Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5] Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6] Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[10] [10] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[11] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[12] Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA, hlm. 61
[13] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[14] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[15] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19] Ibid
[20] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21] Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah Al-Hadits, hlm. 56.
[22] Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar. Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.

                                                                                

Cirebon,  November 2015

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
  1. Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
  2. Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
  4. Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
  1. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1.      Ilmu Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2.      Ilmu Hadits Dirayah…………………………………………………..9
  1. Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
  2. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
  3. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………..…..22
  1. Kesimpulan……………………………………………………………..22
  2. Daftar Pustaka…………………………………………………………23




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat.  Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam Al-Qur’an. Sedangkan, hadits merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-quran dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari  perguruan  tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.



Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum. Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah?
3.      Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?









C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits

D.    Kontribusi Akademik
Dalam makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum juga mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Ilmu Hadits
1.      Menurut Drs. H. Mudasir
Yang dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[1]

2.      Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2] Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan, yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.[4]
3.      Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]

4.      Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.[6]

5.      Menurut Sohari Sahrani
Ilmu hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya.[7]

6.      Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]

7.      Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]




  1. ILMU HADITS RIWAYAH
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
“Ilmu pengetahuan yang memelajari hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
            Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
 Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan, Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
            Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan hadits disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan syaz (kejanggalan), ‘illat (kecacatan), dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
            Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]



  1. ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan:
 Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan:  “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui  hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§  Hakikat periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau sumber berita.
§  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui ­As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah (pembacaan), Al-wasiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
§  Macam-macam periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan, dan lain-lain.
§  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§  Macam-macam hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya (diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
      Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.





      Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü  Mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut
ü  Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman masyarakat.
Dari semua faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.



Pada perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H) melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H) denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama generasi berikutnya.




Demikianlah, selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam bentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab At-Tariq karangan imam Nawawi.
Dengan melihat uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.

  1. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:





a.      Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]

b.      Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19] Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.       Ilmu ‘ Ilal al- Hadits
Kata ‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”, yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20] Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.


d.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
      Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits.

e.       Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

f.       Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

g.      Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.



h.      ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan kontra-kontra tersebut.

i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.



j.        ‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya (muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang perawi.





















BAB III
PEMBAHASAN

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·         Langkah pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits.
·         Selanjutnya, langkah kedua penulis mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v  Mendefinisikan Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah artinya periwayatan atau cerita.
v  Menjelaskan objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan dengan cara pemeliharaan.
v  Menjelaskan bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:

1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya.

2.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Yaitu ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.

3.      Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad.

4.      Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih, dhaif, jarh, dan ta’dil.

5.      Ilmu Gharib Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.




6.      Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.       

7.      Ilmu Talfiq Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.

8.      Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

9.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.

10.  Ilmu Mushtahalah Ahli Waris
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Dalam mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan bahasa dan melalui pendapat ulama.
2.      Dalam mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai objek kajiannya.
3.      Dalam membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.













B.     DAFTAR PUSTAKA

Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH

Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia

Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA




[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 41
[2] At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3] Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5] Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6] Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[10] [10] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[11] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[12] Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA, hlm. 61
[13] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[14] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[15] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19] Ibid
[20] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21] Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah Al-Hadits, hlm. 56.
[22] Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar. Ketiga dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini msih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihsk sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus. Aamiin.

                                                                                

Cirebon,  November 2015

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……..2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..………..………….….3
  1. Latar Belakang Masalah…………………………………...………………3
  2. Rumusan Masalah……………………………………….…..…………….4
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………...…………....5
  4. Kontribusi Akademik…………………………………...….…...…………5
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………..……………6
  1. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………………6
1.      Ilmu Hadits Riwayah……………………………..….………………..8
2.      Ilmu Hadits Dirayah…………………………………………………..9
  1. Cabang-cabang Ilmu Hadits……………………………………………...13
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………...……….19
  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits…...........................................................................................19
  2. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah………………………………………………………..19
  3. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits…………………………..…………...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………..…..22
  1. Kesimpulan……………………………………………………………..22
  2. Daftar Pustaka…………………………………………………………23




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat penting, terutama dalam mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan tepat.  Dilihat dari fungsinya, Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap hadits, seperti halnya kedudukan Ulmul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadits dan Ulumul Hadits terdapat kaitan yang erat.
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam Al-Qur’an. Sedangkan, hadits merupakan sumber ajaran Islam, disamping Al-quran dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-quran. Untuk Al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Kitab-kitab hadits yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam tersebut adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama nabi wafat (11 H / 632 M). Dalam jarak waktu antara kewafatan nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut terjadi berbagai hal yang dapat dijadikan riwayat hadits itu menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dr. H. Wasman, MA., merupakan salah satu lulusan mahasiswa yang belajar dan meneliti hadits dari  perguruan  tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum, dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.



Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu hadits begitulah pengertian secara bahasa yang dikemukakan dalam buku Pengantar Study Hadits karangan Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum. Beliau mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.Untuk menjelaskan pengertian Ulumul Hadits dan cabang-cabang ilmu hadits akan lebih diperjelas dipembahasan bab-bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah?
3.      Bagaimana Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits?









C.    Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ulumul Hadits
2.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan ilmu hadits Riwayah dan Dirayah
3.      Untuk mengungkap langkah-langkah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang hadits

D.    Kontribusi Akademik
Dalam makalah ini, pemateri berusaha untuk mengungkapkan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum serta langkah-langkahnya dalam mendefinisikan dan menjelaskan Ulumul Hadits.
Dalam memaparkannya, Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum menjelaskan pengertian Ulumul hadits dengan jelas dan ringkas. Yaitu bahwa ilmu hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., SH., M.Hum juga mengemukakan bahwa secara garis besar Ulumul hadits menurut ulama hadits dikelompokan kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Dari kedua macam ilmu hadits  tersebut, dibagilah sepuluh cabang ilmu hadits yakni , ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.
Penulis juga menggunakan banyak referensi dalam mengartikan ulumul hadits dan menjelaskan. Dan buku tersebut, layak untuk dijadikan pedoman dalam penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Ilmu Hadits
1.      Menurut Drs. H. Mudasir
Yang dimaksud dengan ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah: “Ilmu Pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukkan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[1]

2.      Menurut Drs. Fatchur Rahman
Kebanyakan Muhaditsin membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu:[2] Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli’l-Hadits.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuataan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedla’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.[3]
Sedangkan, yang dimaksud dengan Ushuli’l-Hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedla’ifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.[4]
3.      Menurut Dr. H. Wasman, MA dan Abdul Fatakh, SHI., S.H., M. Hum
‘Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits yang mengelompokkan ilmu hadits kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[5]

4.      Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.[6]

5.      Menurut Sohari Sahrani
Ilmu hadits adalah segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya.[7]

6.      Menurut Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
Ilmu hadits adalah ilmu-ilmu tentang hadits yang memiliki dua bidang kelompok, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.[8]

7.      Menurut Dr. H. Munzier Suparta, M.A
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi hal ihwal, para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[9]




  1. ILMU HADITS RIWAYAH
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
“Ilmu pengetahuan yang memelajari hadits hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”[10]
            Ibnu Al- Akfani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah:
 Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW., baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”[11]
Sedangkan, Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.”[12]
            Objek ilmu hadits dirayah ialah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewakan hadits kepada orang lain. Demikianlah menurut pendapat As-Suyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan hadits disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan syaz (kejanggalan), ‘illat (kecacatan), dan matan hadits. Ilmu ini juga tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan,kedabitan, atau kefasikannya.
            Adapun mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.[13]



  1. ILMU HADIS DIRAYAH
Ilmu hadits dirayah biasa juga disebut ilmu mutsalah hadits, ilmu ushul al- hadits, ulum al-hadits, dan qawa ‘id at-tahdis.[14]
At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan:
 Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”[15]
Ibnu Al-Akfani mendefinisikan ilmu dengan:  “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui  hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukum hadits serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya”.[16]
Keterangan:
§  Hakikat periwayatan ialah penukilan hadits dan penyandarannya kepada sumber hadits atau sumber berita.
§  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara, misalnya melalui ­As-Sima’ (pendengaran), Al-qira’ah (pembacaan), Al-wasiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
§  Macam-macam periwayatan itu ialah membicarakan tentang bersambung dan terputusnya periwayatan, dan lain-lain.
§  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan tentang keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
§  Macam-macam hadits yang diriwayatkan meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tasnif, kitab tasnid, dan kitab mu’ jam.
Ajjad Al-Khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah dengan:
Kumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardud-nya (diterima dan ditolaknya).”[17]
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadits, sedangkan yang dimaksud dengan marwi ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat atau tabi’in. adapun yang dimaksud keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud-nya ialah keadaan para perawi dari segi kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
      Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.





      Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh:
ü  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah sampai denan masa sekarang
ü  Mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits
ü  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut
ü  Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman masyarakat.
Dari semua faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajarinya ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui maqbul (diterima) dan mardud-nya (ditolaknya) suatu hadits, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari matan-nya. Ilmu ini telah tumbuh sejak Rasulullah SAW dan semakin terasa diperlukan setelah Rasulullah SAW wafat, terutama ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadits dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah untuk menyeleksi periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujudnya dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.



Pada perkembangan berikutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadits, mauun bidang-bidang lainnya sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah pengembangan hadits, tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), dengan kitabnya Al-Muhaddis Al-Fasil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah An- Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits, Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashfani (339-430 H), Al-Khatib Al-Baghdadi (Wafat 463 H) melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi As-Syekh wa As-Sami’, Al-Qadi’iyad bin Musa (wafat 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabt Ar-Riwayah wa taqyid Al-Asma’, Abu Hafs Umar bin Abd. Majid Al-Mayanzi (wafat 580 H) dengan kitabnya Mala Yasi’u Al-Muhaddits Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin Abd. Ar-Rahman Asy-Syahrazuri (wafat 643 H) denan kitabnya Ulum Al-Hadits yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn As-Salah. Kitab ini oleh para ulama berikutnya disyarahkan dan dibuat 27 mukhtasar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh ulama generasi berikutnya.




Demikianlah, selanjutnya bermunculan kitab-kitab mustalah Al-hadits, baik dalam bentuk nazam, seperti kitab Alfiyah Al-Hadits, maupun dalam bentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini, para ulama kedua jenis ini, para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi An-Nazar karya At-Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan As-Suyuti, dan kitab Tadrib Ar-Rawi sebagai syarah dari kitab At-Tariq karangan imam Nawawi.
Dengan melihat uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.

  1. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:





a.      Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadits artinya orang-orang di sekitar hadits, maka ilmu rijal al-hadits, ialah ilmu orang-orang di sekitar hadits atau secara terminologis, Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu hadits ialah, al- Bukhari, Izzad Bin ibn Al-Atsir (630 H).[18]

b.      Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa kata al- jarah artinya catatan-catatan dan kata at- ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Secara terminologis yaitu Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka dengan lapal tertentu.[19] Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.       Ilmu ‘ Ilal al- Hadits
Kata ‘ilal “dari ‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah”, yang menurut bahasa adalah al-marad (penyakit atau sakit)[20] Secara terminologis Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis.


d.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
      Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits.

e.       Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

f.       Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

g.      Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak, karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.



h.      ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-Hadits adalah sebagai berikut:
Hadist makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.[21]
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan di-taqyid (pembatasan) yag mutlak, takhshish al-‘am (pengkhususan yang umum), atau dengan yang lain.[22]
Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam menyikapi hadits-hadits dan kontra-kontra tersebut.

i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih smaar atau tersembunyi.



j.        ‘Ilmu Tashif wa Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah bentuknya (muharraf). Tujuannya untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana sesungguhnya yang nebar sehingga tidak terjadi kesalahan terus-menerus dalam penukilan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan ke-dhabith-an seorang perawi.





















BAB III
PEMBAHASAN

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Mengartikan Ulumul Hadits
·         Langkah pertama dalam bukunya, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum mengartikan dengan menjelaskan melalui pendekatan secara bahasa terlebih dahulu, bahwa ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sehingga secara bahasa ‘ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hadits.
·         Selanjutnya, langkah kedua penulis mendefinisikannya dari buku Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag yang berjudul Ulumul Hadits, bahwa secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni hadits riwayah dan hadits dirayah.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam mengartikan Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
v  Mendefinisikan Riwayah dari segi bahasa dan menurut pendapat ulama. Yaitu bahwa riwayah artinya periwayatan atau cerita.
v  Menjelaskan objek kajian ilmu hadits riwayah yang meliputi dua hal, yaitu cara periwayatan dengan cara pemeliharaan.
v  Menjelaskan bahwa dirayah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.

  1. Langkah-langkah yang Dilakukan Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam Membagi dan Menjabarkan Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum dalam membagi dan menjabarkan cabang-cabang Ilmu Hadits, membaginya menjadi sepuluh cabang ilmu, yaitu:

1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya.

2.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Yaitu ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.

3.      Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu suatu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad.

4.      Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Yaitu ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih, dhaif, jarh, dan ta’dil.

5.      Ilmu Gharib Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menrangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.




6.      Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bias dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’.       

7.      Ilmu Talfiq Al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits yang berlawanan lahirnya.

8.      Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

9.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.

10.  Ilmu Mushtahalah Ahli Waris
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Dalam mengartikan dan menjelaskan Ulumul Hadits Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan dua langkah, yaitu mengartikannya dengan pendekatan bahasa dan melalui pendapat ulama.
2.      Dalam mengartikan ilmu hadits riwayah dan dirayah Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum menggunakan beberapa langkah, yaitu dengan memaparkannya dari segi bahasa, pendapat para ulama dan menjelaskan mengenai objek kajiannya.
3.      Dalam membagi dan menjabarkan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadits, Dr. H. Wasman, MA., dan Abdul Fatakh, SHI, SH., M.Hum membaginya menjadi sepuluh, yaitu ilmu rijal al-haduts, al-jarh wa at-ta’dil, fannil mubhamat, ilal al-hadits, gharib al-hadits, Nasikh wa al-mansukh, talfiq al-hadits, tashif wa  at-tahrif, Asbab al-Wurud Al-hadits, Mushthalah ahli waris.













B.     DAFTAR PUSTAKA

Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH

Mudasir. 2008. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Najib, Mohammad. 2012. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia

Soetari, Endang. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA




[1] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 41
[2] At-Tabrizy, Ustadz Syamsuddin, Syarhu’d-Di-ba’jil-Mudzahhab, hlm.4 dan 5
[3] Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 72
[4] Ibid, Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT. Alma’arif, hlm 73
[5] Fatakh, Abdul dan H. Wasman. 2015. Pengantar Studi Hadits. Cirebon: Cetak Mandiri, hlm. 71
[6] Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Edisi kedua.  2015. Jakarta: AMZAH, hlm. 76
[7] Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 71
[8] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 105 dan 106
[9] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm. 24
[10] [10] Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[11] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 42
[12] Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA, hlm. 61
[13] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[14] Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, hlm.. 25
[15] Ibid, Mudasir. (2008). Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 43
[16] Ibid, hlm. 44
[17] Ibid, hlm.. 44
[18] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 76
[19] Ibid
[20] Ulumul Hadits, Sohari Sahrani 2010 (Bogor, Ghalia Indonesia) hal 77
[21] Mahmud Ath-Thahan, Taysir Mushtalah Al-Hadits, hlm. 56.
[22] Shubhi Ash-Shalih, ‘Ulum Al-Hadits…, hlm. 111.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda