Fiqih Jinayah Masalah Pembunuhan
MASALAH PEMBUNUHAN
A. PENGERTIAN PEMBUNUHAN
Pembunuhan adalah penghilangan nyawa
seseoarang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh vital
anggota badan karena berpisah roh dengan jasad korban.
Pembunuhan merupakan perbuatan keji dan
biadab, serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar.
Pembunuhan bertentangan dengan HAM. Akan tetapi, dalam hukum islam ada
pembunuhan yang dibolehkan karena alasa hukum, yaitu pelaku yang harus di
jatuhkan hukuman qisas, pembunuhan yang dilakukan karena terpaksa pada saat
pelaku membela diri, dan terjadi dalam peperangan. Jadi, pembunuhan yang tidak
dibenarkan oleh syara’ adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah SAW.
Allah berfirman : Q.S. Al-Isra : 33
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa
dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. Q.S. Al-Isra : 33
Dari ayat di atas
dapat dipahami bahwa jiwa terbagi dua. Pertama
jiwa dilindungi Karena haram untuk di hilangkan tanpa alasan yang sah. Kedua , Jiwa (nyawa) yang boleh
dihilangka karena ada alasan untuk dilenyapkan. Misalnya kepada orang yang
muhsan melakukan perzinaan, pembunhuan di sengaja, murtad, dan sejenisnya.
Ketentuan ini dengan jelas dinyaakan oleh Rasulullah, tidak halal darah seorang muslim kecuali orang yang telah menikah
melakukan zina.
B. KLASIFIKASI
PEMBUNUHAN
Ulama Malikiyyah
membagi menjadi dua macam pembunuhan, yaitu pembunuhuan sengaja dan pembunuhan
yang tidak sengaja.
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. ( Q.S. An-Nisa : 93)
Ulama Hanafiyah,
Syafi’iyahdan Hanabaliah membagi tiga bentuk pembunuhan, yaitu sebagai berikut.
1.
Pembunuhan disengaja atau qathlul amdi perampasan nyawa seseorang yang dilakukan dengan
sengaja. Pembunuh merencanakan pembunuhanya.
2.
Pembunuhan tidak disengaja atau qathlul ghairul amdi yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang
mengakibatkan kematian seseorng . walaupun disengaja, perbuatan tersebut tidak
itujukan kepada korban. Jadi, matinya korban tidak diniati.
3.
Pembunuhan seperti disengaja atau qathlu syighul amdi. Mayoritas ulama mengakui sebagai salah satu
bentuk pembunuhan. Menurut Sayid Sabiq yang dikuatkan oleh sejumlah sahabat,
Umar, Ali, Utsman, Zaid bin Tsabitm Abu Musa Al-Asy’ary dan Al-Mughirah,
pembunuhan seperti disengaja adalah perbuaan yang sengaja dilakukan dalam objek
yang dimaksud, tetapi tidak menghendaki kematian korban. Kesengajaan tersebut
mungkin sekedar memberi pelajaran bagi korban, tidak bermaksud untuk
menghilangkan nyawanya.
Ibnu Majah meriwayatkan, bahwa Rasulallah SAW,
mengatakan, “musnahnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya jiwa
seorang mukmin tanpa hak (alasan).
Pembunuhan disengaja diberi sanksi
hukum qisas, yaitu menjatuhkan hukuman mati kepada pembunhunya : ( Q.S. Al-Baqarah :178 )
Artinya :
Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita
dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang
baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih.
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa yang dimaksud dengan al-afwu
(memaafka) adalah menerima diat sebagai ganti hukuman Qisas. Adapun ittiba’bil
ma’ruf (mengikuti dengan cara yang baik)adalah menuntut ganti diyat dengan
cara yang baik pula. Tidak ada perbedaan dalam kewajiban qisas antara laki-laki
dan perempuan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
SAW. Mengatakan, “ barang siapa yang ahli warisnya dibunuh, dia berhak
memilihan dua pilihan (tidak boleh menuntut) pembunuhnya dibunuh atau membayar
diat.
Adapun pembunuhan
tidak disengaja, apabila seseorang melempari sesuatu dan mengenai orang lain,
kemudian menyebabkan terbunuh, pembunuhan ini tidak menyebabkan adanya qisas.
Ia mewajibkan membayar diat mukhaffafah (diat ringan) kepada ahli waris terbunuh,
yang dapat diangsur selama tiga tahun. Allah berfirman dalam Q.S. An-nisa : 92)
Artinya : Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran.
Dalil yang
menerangkan diat tersebut dibebankan kepada karib kerabat terbunuh adalah
hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
dahulu ada dua orang wanita dari suku Hudzail bertengkar kemudian salah satu
dari keduanya melempar yang lain dengan sebongkah batu hingga membunuhnya dan
membunuh janin yang ada di dalam perutnya. Orang-orang mengajukan kepada
Rasulullah dan beliau memutuskan bahwa diyat janin yang ada yang di dalam
perutnya adalah hamba sahaya laki-laki atau perempuan dan menetapkan bahwa
diyat wanita terbunuh tersebut dibebankan kepada keluarga terbunuh.
Adapun pembunuhan seperti sengaja,
apabila seseorang bermaksud melukai orang lain dengan alat yang biasanya tidak
dapat membunuh, tetapi orang yang dilukai terbunuh. Pembunuhan ini tidak
menyebabkan qisas, tetapi wajib membayar diyat mughallazah ( diat besar) yang dibebankan kepada karib
kerabat terbunuh, yang bias diangsur selama tiga tahun.
Ibnu Majah, Abu Dawud dan lainya
meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Pembunuhan yang
salah seperti disengaja, semisal pembunuhan dengan cemiti, tongkat, diberi
sanksi tebusan 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya yang sedang mengandung”. Abu
Dawud mengatakan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : “ Permbunuhan seperti
disengaja dikenakan sanksi diyat mughollazhah, sama dengan pembunuhan
disengaja, hanya tidak dikenakan hukum qisas.”
C. SYARAT WAJIB QISAS
Syarat wajib qisas ada empat, yaitu
sebagai berikut.
1.
Pembunuh adalah orang balig dan berakal karena qisas
adalah hukuman fisik dan hukuman tidak diwajibkan, kecuali atas kesalahan
perbuatan anak kecil atau orang gila tidak dapat dikreteriakan sebagai kesalahn
sebab mereka tidak dianggap sah dalam hal merencanakan pembunuhan sehingga
mereka tidak dianggap sah dalam melakukan pembunuhan, karena itu mereka tidak
dijatuhkan hukuman qisas karena pembunuhan, meskipun dalam bentuk pembunuhan
disengaja.
2.
Pembunuhan bukan Ayah dari yang terbunuh. Meskipun
seorang Ayah sengaja membunuh anaknya, ia tidak dihukumi hukuman qisas. Imam
Daruquthni mengatakan bahwa Rasulullah
SAW. Bersabda, “seorang ayah tidak diqisas karena membunuh anaknya.” Demikian
juga dengan kakek dan seterusnya ke atas.
3.
Derajat orang yang dibunuhi tidak lebih rendah dari
pembunuhan, baik karena terbunuh adalah hamba sahaya maupun non muslim. Imam
Bukhari meriwayatkan dari Ali bahwa Rasulullah bersabda, “ Seorang muslim tidak
dikenakan qisas karena membunuh orang kafir. “ Ali bin Abi Thalib mengatakan
sesuai dengan sunah Rasulullah, seorang yang merdeka tidak di qisas karena
membunuhnhamba sahaya. Abu Dawud mengatakan bahwa seseorang yang merdeka tidak
diqisas karena membunuh seorang hamba sahaya.
4.
Kelompok orang yang membunuh satu orang dijatuhi hukuman
qisas. Imam Malk meriwayatkan dalam kitab Al-Muwatha dari said bin Al-Musayyab,
ia berkata, “ Umar bin Khaththab mengqisas sekelompok orang (lima atau tujuh orang) karena membunuh satu
orang. Mereka bersama-sama membunuhnya dengan melakukan tipu muslihat. Qisas
berlaku bagi nyawa, qisas juga berlaku bagi anggota tubuh. Allah berfirman:
Dan Kami telah
tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas)
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. [QS. AL MAIDAH 5:45]
Syarat
wajib qisas terdapat anggota badan setelah syarat sah wajib qisas yang
disebutkan diatas ada dua kesamaan dalam posisi anggota tubuh, seperti bagian
kanan dibalas dengan bagian kanan, kiri dengan kiri, dan tidak terdapat
kelumpuhan pada salah satunya (antara yang diqisas dan yang dilukai) karena
hakikat qisas adalah kesetaraan, dan tidak ada kesetaraan antara anggota badan
tubuh kanan dengan kiri dalam segi manfaat dan antara anggota tubuh yang lumpuh
dengan yang tidak.
Setiap
anggota badan yang terputus dari persendian wajib qisas karena karena
terwujudnya makna kesetaraan. Hal ini berbeda jika terputusnya selain batas
persendian. Tidak ada qisas terhadap luka, kecuali luka dalam merobek daging
yang mengenai tulang.
Label: Dunia Dakwah, Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda