Jumat, 18 Maret 2016

Fiqih Jinayah Masalah Pembunuhan



MASALAH PEMBUNUHAN

A.    PENGERTIAN PEMBUNUHAN
             Pembunuhan adalah penghilangan nyawa seseoarang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh vital anggota badan karena berpisah roh dengan jasad korban.
             Pembunuhan merupakan perbuatan keji dan biadab, serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar. Pembunuhan bertentangan dengan HAM. Akan tetapi, dalam hukum islam ada pembunuhan yang dibolehkan karena alasa hukum, yaitu pelaku yang harus di jatuhkan hukuman qisas, pembunuhan yang dilakukan karena terpaksa pada saat pelaku membela diri, dan terjadi dalam peperangan. Jadi, pembunuhan yang tidak dibenarkan oleh syara’ adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Allah berfirman : Q.S. Al-Isra : 33
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. Q.S. Al-Isra : 33
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa jiwa terbagi dua. Pertama jiwa dilindungi Karena haram untuk di hilangkan tanpa alasan yang sah. Kedua , Jiwa (nyawa) yang boleh dihilangka karena ada alasan untuk dilenyapkan. Misalnya kepada orang yang muhsan melakukan perzinaan, pembunhuan di sengaja, murtad, dan sejenisnya. Ketentuan ini dengan jelas dinyaakan oleh Rasulullah, tidak halal darah seorang muslim kecuali orang yang telah menikah melakukan zina.

B.  KLASIFIKASI PEMBUNUHAN
            Ulama Malikiyyah membagi menjadi dua macam pembunuhan, yaitu pembunuhuan sengaja dan pembunuhan yang tidak sengaja.
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. ( Q.S. An-Nisa : 93)
Ulama Hanafiyah, Syafi’iyahdan Hanabaliah membagi tiga bentuk pembunuhan, yaitu sebagai berikut.
1.      Pembunuhan disengaja atau qathlul amdi perampasan nyawa seseorang yang dilakukan dengan sengaja. Pembunuh merencanakan pembunuhanya.

2.      Pembunuhan tidak disengaja atau qathlul ghairul amdi yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang mengakibatkan kematian seseorng . walaupun disengaja, perbuatan tersebut tidak itujukan kepada korban. Jadi, matinya korban tidak diniati.

3.      Pembunuhan seperti disengaja atau qathlu syighul amdi. Mayoritas ulama mengakui sebagai salah satu bentuk pembunuhan. Menurut Sayid Sabiq yang dikuatkan oleh sejumlah sahabat, Umar, Ali, Utsman, Zaid bin Tsabitm Abu Musa Al-Asy’ary dan Al-Mughirah, pembunuhan seperti disengaja adalah perbuaan yang sengaja dilakukan dalam objek yang dimaksud, tetapi tidak menghendaki kematian korban. Kesengajaan tersebut mungkin sekedar memberi pelajaran bagi korban, tidak bermaksud untuk menghilangkan nyawanya.
Ibnu Majah meriwayatkan, bahwa Rasulallah SAW, mengatakan, “musnahnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya jiwa seorang mukmin tanpa hak (alasan).
            Pembunuhan disengaja diberi sanksi hukum qisas, yaitu menjatuhkan hukuman mati kepada pembunhunya : ( Q.S. Al-Baqarah :178 )
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
            Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa yang dimaksud dengan al-afwu (memaafka) adalah menerima diat sebagai ganti hukuman Qisas. Adapun ittiba’bil ma’ruf (mengikuti dengan cara yang baik)adalah menuntut ganti diyat dengan cara yang baik pula. Tidak ada perbedaan dalam kewajiban qisas antara laki-laki dan perempuan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. Mengatakan, “ barang siapa yang ahli warisnya dibunuh, dia berhak memilihan dua pilihan (tidak boleh menuntut) pembunuhnya dibunuh atau membayar diat.
            Adapun pembunuhan tidak disengaja, apabila seseorang melempari sesuatu dan mengenai orang lain, kemudian menyebabkan terbunuh, pembunuhan ini tidak menyebabkan adanya qisas. Ia mewajibkan membayar diat mukhaffafah (diat ringan) kepada ahli waris terbunuh, yang dapat diangsur selama tiga tahun. Allah berfirman dalam Q.S. An-nisa : 92)
Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran.
Dalil yang menerangkan diat tersebut dibebankan kepada karib kerabat terbunuh adalah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa dahulu ada dua orang wanita dari suku Hudzail bertengkar kemudian salah satu dari keduanya melempar yang lain dengan sebongkah batu hingga membunuhnya dan membunuh janin yang ada di dalam perutnya. Orang-orang mengajukan kepada Rasulullah dan beliau memutuskan bahwa diyat janin yang ada yang di dalam perutnya adalah hamba sahaya laki-laki atau perempuan dan menetapkan bahwa diyat wanita terbunuh tersebut dibebankan kepada keluarga terbunuh.
            Adapun pembunuhan seperti sengaja, apabila seseorang bermaksud melukai orang lain dengan alat yang biasanya tidak dapat membunuh, tetapi orang yang dilukai terbunuh. Pembunuhan ini tidak menyebabkan qisas, tetapi wajib membayar diyat mughallazah  ( diat besar) yang dibebankan kepada karib kerabat terbunuh, yang bias diangsur selama tiga tahun.
            Ibnu Majah, Abu Dawud dan lainya meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Pembunuhan yang salah seperti disengaja, semisal pembunuhan dengan cemiti, tongkat, diberi sanksi tebusan 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya yang sedang mengandung”. Abu Dawud mengatakan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : “ Permbunuhan seperti disengaja dikenakan sanksi diyat mughollazhah, sama dengan pembunuhan disengaja, hanya tidak dikenakan hukum qisas.”
C. SYARAT WAJIB QISAS
            Syarat wajib qisas ada empat, yaitu sebagai berikut.
1.      Pembunuh adalah orang balig dan berakal karena qisas adalah hukuman fisik dan hukuman tidak diwajibkan, kecuali atas kesalahan perbuatan anak kecil atau orang gila tidak dapat dikreteriakan sebagai kesalahn sebab mereka tidak dianggap sah dalam hal merencanakan pembunuhan sehingga mereka tidak dianggap sah dalam melakukan pembunuhan, karena itu mereka tidak dijatuhkan hukuman qisas karena pembunuhan, meskipun dalam bentuk pembunuhan disengaja.

2.      Pembunuhan bukan Ayah dari yang terbunuh. Meskipun seorang Ayah sengaja membunuh anaknya, ia tidak dihukumi hukuman qisas. Imam Daruquthni  mengatakan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “seorang ayah tidak diqisas karena membunuh anaknya.” Demikian juga dengan kakek dan seterusnya ke atas.

3.      Derajat orang yang dibunuhi tidak lebih rendah dari pembunuhan, baik karena terbunuh adalah hamba sahaya maupun non muslim. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ali bahwa Rasulullah bersabda, “ Seorang muslim tidak dikenakan qisas karena membunuh orang kafir. “ Ali bin Abi Thalib mengatakan sesuai dengan sunah Rasulullah, seorang yang merdeka tidak di qisas karena membunuhnhamba sahaya. Abu Dawud mengatakan bahwa seseorang yang merdeka tidak diqisas karena membunuh seorang hamba sahaya.

4.      Kelompok orang yang membunuh satu orang dijatuhi hukuman qisas. Imam Malk meriwayatkan dalam kitab Al-Muwatha dari said bin Al-Musayyab, ia berkata, “ Umar bin Khaththab mengqisas sekelompok orang  (lima atau tujuh orang) karena membunuh satu orang. Mereka bersama-sama membunuhnya dengan melakukan tipu muslihat. Qisas berlaku bagi nyawa, qisas juga berlaku bagi anggota tubuh. Allah berfirman:

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. [QS. AL MAIDAH 5:45]
            Syarat wajib qisas terdapat anggota badan setelah syarat sah wajib qisas yang disebutkan diatas ada dua kesamaan dalam posisi anggota tubuh, seperti bagian kanan dibalas dengan bagian kanan, kiri dengan kiri, dan tidak terdapat kelumpuhan pada salah satunya (antara yang diqisas dan yang dilukai) karena hakikat qisas adalah kesetaraan, dan tidak ada kesetaraan antara anggota badan tubuh kanan dengan kiri dalam segi manfaat dan antara anggota tubuh yang lumpuh dengan yang tidak.
            Setiap anggota badan yang terputus dari persendian wajib qisas karena karena terwujudnya makna kesetaraan. Hal ini berbeda jika terputusnya selain batas persendian. Tidak ada qisas terhadap luka, kecuali luka dalam merobek daging yang mengenai tulang.

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda