HUBUNGAN FIKIH DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Para ulama sepakat bahwa tindakan manusia; baik
berupa perbuatan maupun ucapan, dalam hal ibadah maupun muamalah berupa tindak
pidana maupun perdata, masalah akad atau pengelolaan, dalam syariat islam
semuanya masuk dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian ada yang
dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al Sunnah dan sebagian tidak. Tetapi syariat
islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak
dijelaskan oleh keduanya, sehingga seorang mujtahid dengan dalil dan tanda-tanda
hukum itu dapat menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak dijelaskan
tersebut.
Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang
berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari nash-nash yang ada atau
dari pembentukan hukum berdasarkan dalil syarat yang tidak ada nashnya,
terbentukalah ilmu Fiqih.
Ilmu Fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tentang hukum
syariat yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail.
Berdasarkan penelitian, para ulama telah
menetapkan bahwa dalil yang dapat diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa
perbuatan itu ada empat yaitu:
1.
Al-Qur’an,
2.
Al-Sunnah,
3.
Al-Ijma, dan
4.
Al-Qiyas.
Dan bahwa
sumber pokok dalil-dalil tersebut serta
sumber hukum syariat adalah al-Qur’an kemudian al-Sunnah sebagai penjelas atas
keglobalan al-Qur’an, pembatasan keumumannya, pengikat kebebasannya dan sebagai
penerangan serta penyempurna. Dari keseluruhan kaidah dan hasil penelitian
tentang hukum islam, maka terlahirlah
Ushul Fiqih.
Ushul fiqih adalah kumpulan kaidah dan
pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara’ yang
berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci. Untuk
lebih jelasnya saya akan membahas tentang Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, dan perbedaannya
pada bab selanjutnya.
FIKIH DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
A.
Pengertian
fikih
Dalam bahasa arab fikih artinnya faham atau pengertian. Dan menurut istilah fikih arti nya menentukan dan
menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan –ketentuan umum yang terdapat dalam
al-qur’an dan sunnah, dengan kata lain ilmu fikih, ilmu yang berusaha
memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad
untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah baligh yang sehat akalnya
yang berkewajiban melaksakan hukum islam. Hasil pemahaman tentang hukum islam
itu disususn secara sistematis dalam kitab-kitab fikih
Istilah fikih yang berkembang di
tengah‑tengah masyarakat mempunyai hubungan erat dengan syari’at dan hukum
Islam. Hubungan itu muncul disebabkan oleh adanya perkembangan pembahasan dari
disiplin ilmu yang berkaitan dengan penggalian hukum Islam. Masing‑masing
istilah di atas dapat ditemukan di dalam Alquran kecuali istilah hukum Islam,
baik kata hukum Islam maupun akar kata itu sendiri.
Walaupun tidak secara tegas dise5butkan
kata syari'ah dan fiqih di dalam Alquran, namun dari akar kata yang digunakan
antara istilah tersebut di atas mempunyai hubungan satu dan lainnya.
Hukum islam di Indonesia
Hukum islam baru dikenal di Indonesia setelah
agama islam disebarkan ditanah air. islam datang ke tanah air belum ada
kesepakatan diantara para ahli sejarah
Indonesia. Pada abad ke -1 Hijriah atau abad ke-7 masehi, ada sebagaian
mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi, islam baru masuk ke
nusantara . walaupun para ahli itu berbeda pendapat mengenai islam datang ke
Indonesia, namun dapat dikatakan bahwa setelah islam datang ke Indonesia hukum
islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agama islam di
nusantara. Setelah belanda menjajah nusantara , perkembangan hukum
islam”dikendalikan”,dan sesudah tahun 1927, tatkala teori resepsi mendapat
landasan peraturan perundang-undangan ,
istilah hukum islam ini mungkin di
pergunakan untuk hukum fiqih islam mungkin juga dipergunakan untuk hukum
syariat islam, , hukum islam itu tidak tertulis dalam peundang-undangan.
Hukum islam dalam makna hukum fiqih
islam adalah hukum syariat islam yang terdapaat dalam al-qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum islam
yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah
ditentukan.Hasil ijtihad para ahli itu terdapat dalam kitab-kitab fiqih karya
ahli hukum madzhab syafi’i
A.
Perkembangan fiqih dan mazhab hukum islam di
Indonesia
Dalam
kenyataannya, mazhab fikih yang banyak diikuti di Indonesia adalah pemikiran
imam Syafii. Imam Syafii lahir di Gaza (dekat Palestina) pada tahun 150 H dan wafat tahun 204 H.
Mazhab fikih Syafii tersebut dibawa oleh mubalig dan
ulama yang datang ke Indonesia menyebarkan Islam. Setelah terjadinya Islamisasi
ini, maka ulama-ulama dari kalangan pribumi pun muncul dan diketahui kemudian
ternyata semuanya adalah pendukung mazhab Syafii.
Fikih Syafii adalah fikih sentesa atau perpaduan antara
fikih Hanafi dan Fikih Maliki. Hal ini boleh jadi karena Muhammad Idris
Al-Syafii pernah berguru pada Imam Malik di Madinah selama 9 tahun. Kemudian
beliau sempat berkenalan dengan Fikih Hanafia melalui seorang murid imam Abu
Hanifah yaitu Muhammad bin al-Hasan Al-Syaibani, dengan beliau pernah berkumpul
di Bagdad selama tiga tahun.
Fikih Syafii yang disusun di Mekah sepulang dari
perlawatan pertama al-Syafii ke Irak. Konsep fikih Syafii menunjukan
kemandirian Imam al-Syafii dalam berpendapat, karena ia melahirkan
pendapat-pendapat yang berbeda dengan guru-gurunya. Misalnya ia pada dasarnya
sependapat dengan Imam Malik, bahwa ijmak merupakan salah satu sumber hukum
Islam. Tapi keduanya berbeda dalam menerapkan konsep ijmak ini. Jika imam Malik
memaksudkan ijmak sebagai kesepakatan ulama pemuka Madinah maka menurut imam
al-Syafii untuk mempunyai kekuatan sebagai sumber hukum itu, harus ada
kesepakatan umat Islam dari seluruh dunia Islam. Selain perbedaan dalam masalah
ijmak, Syafii juga enggan menyetujui konsep al-maslahat al-mursalah dari
Fikih Maliki.
Sebaliknya Syafii sepakat dengan Imam Abu Hanifah bahwa qiyās
atau analogi adalah merupakan salah satu sumber hukum. Tetapi Syafii dapat
menolak fikih Hanafi dari segi konsepsi istihsān.
Dalam pemikiran hukumnya Al-Syafii hanya menerima lima
sumber hukum Islam. Alquran, Sunnah Nabi, Ijma atau konsensus, pendapat
sebagian sahabat yang tidak adanya perselisihan mereka di dalamnya, dan
pendapat yang di dalamnya terdapat perselisihan qiys atau analogi.
Berlainan dengan Abu Hanifah, Al-Syafii banyak memakai
sunnah sebagai sumber hukum, bahkan membuat sunnah dekat dengan Alquran. Istihsān
yang dibawa Abu Hanifah dan al-Masālih al-Mursalah yang dikemukakan Imam
Malik, ditolak oleh Al-Syafii sebagai sumber hukum.
Bahwa fikih Syafii adalah fikih sintesa antara fikih
Hanafi dan Fikih Maliki, juga dapat dilihat antara lain dari ketentuan fikih
Syafii tentang cara orang duduk dalam sholat.
Menurut Hanafi, cara duduk orang yang shalat Iftirāsy
(duduk dengan tegak dengan beralaskan dua betis yang membujur sejajar dengan
arah kiblat), dengan tiada perbedaan apakah itu duduk antara dua sujud, dua
tahiyat pertama tayahat akhir.
Menurut Imam Syafii duduk antara dua sujud, duduk tahiyat
pertama adalah iftirāsy, dan untuk duduk tahiyat akhir adalah tawarruk.
Selain itu, al-Syafii adalah ahli fikih pertama yang
menyusun Ilmu Ushul al-Fiqh. Fikih Syafii juga diwarnai fikih Irak dan Fikih
Misri, di mana fatwa-fatwa imam al-Syafii berbeda ketika ia menetap di Baghdad
dengan ketika berada di Mesir. Kedua pendapatnya ketika berada di kedua kota
itu dikenal dengan al-qaul al-qadim dan al-qaul al-jadīd.
Ungkapan di atas menunjukan kepada kita bahwa sistem pemikiran imam
al-Syafii yaitu berijtihad dengan menggunakan metode deduktif dan ijtihad
dengan metode komparatif, dimana dapat berusaha mempertemukan dua pendapat yang
memang berbeda, yang biasanya disebut dengan taufīqīy atau menguatkan
salah pendapat yang disebut dengan tarjīh
B.
Pembaruan fiqih di Indonesia
Para pemuka-pemuka
umat Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat
Islam kembali.Dari perkembangan ini mulai menyebar ke seluruh dunia Islam
termasuk. Indonesia, walaupun pada tahun dan waktu yang tidak sama, akan tetapi
tetap memberikan semangat itu dari waktu ke waktu dan akhirnva telah tiba di
Indonesia dengan berbagai perubahan oleh murid-murid Imam Syafii.
Sebagai telah disebut
pembaharuan dalam fikih Islam timbul di periode sejarah Islam yang disebut
modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam kepada kemajuan
Penegasan ini
mengandung beberapa hal yang fundamental bagi pembaharuan hukum Islam di
Indonesia.
I.
Perlu memberi corak
kenasionalan bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia dengan merangkumnya
dalam satu Mazhab Indonesia guna menonjolkan hal-hal yang sifatnya spesifik.
II.
Dalam rangka memberikan
identitas Nasional terhadap hukum Islam diadakan pembedaan dalam dua bidang :
1. Hukum Islam yang berkenaan dengan masalah ibadah, yang sifatnya tidak
langsung bersangkut paut dengan kemasyarakatan. Ini boleh diadakan pembaharuan,
karena tidak memberikan pengaruh langsung kepada masyarakat yang selama ini
dianggap sesuatu yang sangat benar, yang bila diadakan perobahan dapat
menimbulkan kerawanan dan kekacauan bagi masyarakat.
2. Hukum Islam yang langsung berkenaan dengan soal kemasyarakatan. Dari bidang
ini boleh kita adakan pembaharuan yang sifatnya bertahap dari satu masalah ke
masalah lain, dan kalau ini diadakan perubahan tidak terlalu terasa oleh
masyarakat, karena dianggap bukan hal-hal yang prinsip dan tidak membatalkan
ibadah mereka.
III.
Mazhab Syafii masih hidup
dan dipertahankan untuk bidang hukum yang berkenaan dengan ibadah, sedangkan
untuk bidang yang berkenaan dengan soal kemasyarakatan, kita dirikan Mazhab
Nasional dan melepaskan diri dari mazhab Syafii dalam artian mengembangkan,
mengubah dan memperbaiki mazhab itu, misalnya dalam soal kesahihan macam-macam syirkah.
IV.
Untuk membentuk Mazhab
Nasional diperlukan lahirnya Mazhab-Mazhab Mujtahid baru yang bercorak nasional
untuk melakukan ijtihad kelompok dan peranan hukum Islam yang sesuai dengan
kondisi dan situasi di Indonesia.
C.
Pemikirana
fikih Hasbi Ashiddiqy, Hazarain dan Sahal Mahfuz
I.
Hasbi
ash-Shiddieqy
berpendirian
bahwa syariat Islam bersifat dinamis dan elastis, sesuai dengan perkembangan
masa dan tempat. Ruang lingkupnya mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik
dalam hubungannya dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Syariat Islam yang
bersumber dari wahyu Allah SWT., ini kemudian dipahami oleh umat Islam melalui
metode ijtihad untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang timbul dalam
masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudian melahirkan fiqh.
II.
Hazairain
Siradjuddin M.
mengatakan bahwa hazairain sebagai seorang pakar hukum , melihat hukum islam
secara konsisten dan fleksibel. Sifat konsisten hukum islam, menurutnya ada
pada aspek ibadah, sehingga tidak perlu dilakukan pembaharuan. Fiqih klasik telah
cukup jelas memberikan penjelasan lengkap bagaiman seseorang harus beribadah
kepada tuhannya, adapun masalah hukum islam yang berhunbungan dengan
kemasyarakatan masih memerlukan penjelasan lebih lanjut agar agar dapat
dilaksakan oleh masyatakat modern.hukum-hukum yang terdapat dalam fiqih
tradisional banyak yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
sekarang , sehingga diperlukan reinterpretasi terhadap dalil-dalil syara’
dengan membaca kondisi masyarakat setempat agar tujuan hukum islam itu dapat
terwujud .
III.
Sahal
Mahfuz
. Dianataranya beliau mengatakan,Rumusan fikih
yang dikonstruksikan ratusan tahun lalu jelas tidak memadai untuk menjawab
semua persoalan yang terjadi saat ini. Situasi sosial, politik dan kebudayaanya
sudah berbeda. Dan hukum sendiri harus berputar sesuai ruang dan waktu…” dan
“Karena produk ijtihad maka keputusan fikih bukan barang sakral yang tidak
boleh diubah meskipun situasi sosial budayanya sudah melaju kencang. Pemahaman
yang mengsyakralkan fikih jelas keliru.”
BAB III
Penutup
A.Kesimpulan
Perkembangan pemikiran hukum Islam di Indonesia lebih
banyak didominasi oleh pemikiran Imam Syafii, perkembangan pemikiran fikih di
Indonesia dengan melalui para pedagang dan mubaliq-mubaliq pada saat itu, hukum
Islam banyak diterima di Indonesia karena para pembawanya menunjukan sifat
kenetralan, dimana masyarakat Indonesia pada saat itu dalam dua kondisi, yakni
pengaruh Hindu dan Budha yang mengklasifikasi status sosial masyarakat,
sedangkan Islam muncul dengan kesamaan derajat.
Pemikiran pembaharuan fikih di Indonesia dikemukakan oleh
Hazairin dan Hasbi Ash-Shiddeiqy, dan kemudian dikembangkan oleh Munawir
Zadhali sewaktu menjadi Menteri Agama. Fikih Syafii adalah fikih yang sintesa
antara fikih Hanafi dan fikih Maliki, walaupun dalam merumuskannya kadang
menggunakan pendapat diantara salah satunya, akan tetapi pada waktu
menuangkan-nya dalam pendapatnya lebih banyak dipengaruhi Rasional, sehingga
kadang dikatakan fikih syafii adalah fikih Rasional.
Daftar pustaka
1.
Prof. H. Mohammad Daud Ali.
S.H.Hukum Islam. Jakarta;Grafindo Persada
2.
Aceh,
Abu Bakar. Sekitar Islam Masuk di Indonesia, Cet. I; Bandung: Bina
Aksara, 1972
3.
Ash
Shiddieqi, Hasbi. Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, Cet. I;
Surabaya: Bulan Bintang, 1966
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda