Senin, 04 April 2016

HUBUNGAN FIKIH DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA



PENDAHULUAN

Para ulama sepakat bahwa tindakan manusia; baik berupa perbuatan maupun ucapan, dalam hal ibadah maupun muamalah berupa tindak pidana maupun perdata, masalah akad atau pengelolaan, dalam syariat islam semuanya masuk dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian ada yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al Sunnah dan sebagian tidak. Tetapi syariat islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak dijelaskan oleh keduanya, sehingga seorang mujtahid dengan dalil dan tanda-tanda hukum itu dapat menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak dijelaskan tersebut.
Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari nash-nash yang ada atau dari pembentukan hukum berdasarkan dalil syarat yang tidak ada nashnya, terbentukalah ilmu Fiqih. 
Ilmu Fiqih menurut  syara’ adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail.
Berdasarkan penelitian, para ulama telah menetapkan bahwa dalil yang dapat diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa perbuatan itu ada empat yaitu:
1.      Al-Qur’an,
2.      Al-Sunnah,
3.      Al-Ijma, dan
4.      Al-Qiyas.
Dan bahwa sumber  pokok dalil-dalil tersebut serta sumber hukum syariat adalah al-Qur’an kemudian al-Sunnah sebagai penjelas atas keglobalan al-Qur’an, pembatasan keumumannya, pengikat kebebasannya dan sebagai penerangan serta penyempurna. Dari keseluruhan kaidah dan hasil penelitian tentang hukum islam, maka terlahirlah  Ushul Fiqih.
Ushul fiqih adalah kumpulan kaidah dan pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci. Untuk lebih jelasnya saya akan membahas tentang Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, dan perbedaannya pada bab selanjutnya.



FIKIH DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

A.    Pengertian fikih

Dalam  bahasa arab fikih artinnya faham  atau pengertian. Dan menurut istilah fikih arti nya  menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan –ketentuan umum yang terdapat dalam al-qur’an dan sunnah, dengan kata lain ilmu fikih, ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah baligh yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksakan hukum islam. Hasil pemahaman tentang hukum islam itu disususn secara sistematis dalam kitab-kitab fikih
Istilah fikih yang berkembang di tengah‑tengah masyarakat mempunyai hubungan erat dengan syari’at dan hukum Islam. Hubungan itu muncul disebabkan oleh adanya perkembangan pembahasan dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penggalian hukum Islam. Masing‑masing istilah di atas dapat ditemukan di dalam Alquran kecuali istilah hukum Islam, baik kata hukum Islam maupun akar kata itu sendiri.
Walaupun tidak secara tegas dise5butkan kata syari'ah dan fiqih di dalam Alquran, namun dari akar kata yang digunakan antara istilah tersebut di atas mempunyai hubungan satu dan lainnya.
Hukum islam di Indonesia
Hukum islam baru dikenal di Indonesia setelah agama islam disebarkan ditanah air.  islam datang ke tanah air belum ada kesepakatan  diantara para ahli sejarah Indonesia. Pada abad ke -1 Hijriah atau abad ke-7 masehi, ada sebagaian mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi, islam baru masuk ke nusantara . walaupun para ahli itu berbeda pendapat mengenai islam datang ke Indonesia, namun dapat dikatakan bahwa setelah islam datang ke Indonesia hukum islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agama islam di nusantara. Setelah belanda menjajah nusantara , perkembangan hukum islam”dikendalikan”,dan sesudah tahun 1927, tatkala teori resepsi mendapat landasan peraturan perundang-undangan ,
           
istilah hukum islam ini mungkin di pergunakan untuk hukum fiqih islam mungkin juga dipergunakan untuk hukum syariat islam, , hukum islam itu tidak tertulis dalam peundang-undangan.
Hukum islam dalam makna hukum fiqih islam adalah hukum syariat islam yang terdapaat dalam al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan.Hasil ijtihad para ahli itu terdapat dalam kitab-kitab fiqih karya ahli hukum madzhab syafi’i

A.   Perkembangan fiqih dan mazhab hukum islam di Indonesia

 Dalam kenyataannya, mazhab fikih yang banyak diikuti di Indonesia adalah pemikiran imam Syafii. Imam Syafii lahir di Gaza (dekat Palestina) pada tahun  150 H dan wafat tahun 204 H.
Mazhab fikih Syafii tersebut dibawa oleh mubalig dan ulama yang datang ke Indonesia menyebarkan Islam. Setelah terjadinya Islamisasi ini, maka ulama-ulama dari kalangan pribumi pun muncul dan diketahui kemudian ternyata semuanya adalah pendukung mazhab Syafii.
Fikih Syafii adalah fikih sentesa atau perpaduan antara fikih Hanafi dan Fikih Maliki. Hal ini boleh jadi karena Muhammad Idris Al-Syafii pernah berguru pada Imam Malik di Madinah selama 9 tahun. Kemudian beliau sempat berkenalan dengan Fikih Hanafia melalui seorang murid imam Abu Hanifah yaitu Muhammad bin al-Hasan Al-Syaibani, dengan beliau pernah berkumpul di Bagdad selama tiga tahun.
Fikih Syafii yang disusun di Mekah sepulang dari perlawatan pertama al-Syafii ke Irak. Konsep fikih Syafii menunjukan kemandirian Imam al-Syafii dalam berpendapat, karena ia melahirkan pendapat-pendapat yang berbeda dengan guru-gurunya. Misalnya ia pada dasarnya sependapat dengan Imam Malik, bahwa ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam. Tapi keduanya berbeda dalam menerapkan konsep ijmak ini. Jika imam Malik memaksudkan ijmak sebagai kesepakatan ulama pemuka Madinah maka menurut imam al-Syafii untuk mempunyai kekuatan sebagai sumber hukum itu, harus ada kesepakatan umat Islam dari seluruh dunia Islam. Selain perbedaan dalam masalah ijmak, Syafii juga enggan menyetujui konsep al-maslahat al-mursalah dari Fikih Maliki.
Sebaliknya Syafii sepakat dengan Imam Abu Hanifah bahwa qiyās atau analogi adalah merupakan salah satu sumber hukum. Tetapi Syafii dapat menolak fikih Hanafi dari segi konsepsi istihsān.
Dalam pemikiran hukumnya Al-Syafii hanya menerima lima sumber hukum Islam. Alquran, Sunnah Nabi, Ijma atau konsensus, pendapat sebagian sahabat yang tidak adanya perselisihan mereka di dalamnya, dan pendapat yang di dalamnya terdapat perselisihan qiys atau analogi.
Berlainan dengan Abu Hanifah, Al-Syafii banyak memakai sunnah sebagai sumber hukum, bahkan membuat sunnah dekat dengan Alquran. Istihsān yang dibawa Abu Hanifah dan al-Masālih al-Mursalah yang dikemukakan Imam Malik, ditolak oleh Al-Syafii sebagai sumber hukum.
Bahwa fikih Syafii adalah fikih sintesa antara fikih Hanafi dan Fikih Maliki, juga dapat dilihat antara lain dari ketentuan fikih Syafii tentang cara orang duduk dalam sholat.
Menurut Hanafi, cara duduk orang yang shalat Iftirāsy (duduk dengan tegak dengan beralaskan dua betis yang membujur sejajar dengan arah kiblat), dengan tiada perbedaan apakah itu duduk antara dua sujud, dua tahiyat pertama tayahat akhir.
Menurut Imam Syafii duduk antara dua sujud, duduk tahiyat pertama adalah iftirāsy, dan untuk duduk tahiyat akhir adalah tawarruk.
Selain itu, al-Syafii adalah ahli fikih pertama yang menyusun Ilmu Ushul al-Fiqh. Fikih Syafii juga diwarnai fikih Irak dan Fikih Misri, di mana fatwa-fatwa imam al-Syafii berbeda ketika ia menetap di Baghdad dengan ketika berada di Mesir. Kedua pendapatnya ketika berada di kedua kota itu dikenal dengan al-qaul al-qadim dan al-qaul al-jadīd.
Ungkapan di atas menunjukan kepada kita bahwa sistem pemikiran imam al-Syafii yaitu berijtihad dengan menggunakan metode deduktif dan ijtihad dengan metode komparatif, dimana dapat berusaha mempertemukan dua pendapat yang memang berbeda, yang biasanya disebut dengan taufīqīy atau menguatkan salah pendapat yang disebut dengan tarjīh

B.     Pembaruan fiqih di Indonesia

Para  pemuka-pemuka umat Islam mulai memikir­kan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali.Dari perkembangan ini mulai menyebar ke seluruh dunia Islam termasuk. Indonesia, walaupun pada tahun dan waktu yang tidak sama, akan tetapi tetap memberikan semangat itu dari waktu ke waktu dan akhirnva telah tiba di Indonesia dengan berbagai perubahan oleh murid-murid Imam Syafii.
Sebagai telah disebut pembaharuan dalam fikih Islam timbul di periode sejarah Islam yang disebut modern dan mem­punyai tujuan untuk membawa umat Islam kepada kemajuan

Penegasan  ini mengandung beberapa hal yang fundamental bagi pembaharuan hukum Islam di Indonesia.
 I.            Perlu memberi corak kenasionalan bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia dengan merangkumnya dalam satu Mazhab Indonesia guna menonjolkan hal-hal yang sifatnya spesifik.
II.            Dalam rangka memberikan identitas Nasional terhadap hukum Islam diadakan pembedaan dalam dua bidang :
1.      Hukum Islam yang berkenaan dengan masalah ibadah, yang sifatnya tidak langsung bersangkut paut dengan kemasyarakatan. Ini boleh diadakan pembaharuan, karena tidak memberikan pengaruh langsung kepada masyarakat yang selama ini dianggap sesuatu yang sangat benar, yang bila diadakan perobahan dapat menimbulkan kerawanan dan kekacauan bagi masyarakat.
2.      Hukum Islam yang langsung berkenaan dengan soal kemasyarakatan. Dari bidang ini boleh kita adakan pembaharuan yang sifatnya bertahap dari satu masalah ke masalah lain, dan kalau ini diadakan perubahan tidak terlalu terasa oleh masyarakat, karena dianggap bukan hal-hal yang prinsip dan tidak membatalkan ibadah mereka.
III.            Mazhab Syafii masih hidup dan dipertahankan untuk bidang hukum yang berkenaan dengan ibadah, sedangkan untuk bidang yang berkenaan dengan soal kemasyarakatan, kita dirikan Mazhab Nasional dan melepaskan diri dari mazhab Syafii dalam artian mengembangkan, mengubah dan memperbaiki mazhab itu, misalnya dalam soal kesahihan macam-macam syirkah.
IV.            Untuk membentuk Mazhab Nasional diperlukan lahirnya Mazhab-Mazhab Mujtahid baru yang bercorak nasional untuk melakukan ijtihad kelompok dan peranan hukum Islam yang sesuai dengan kondisi dan situasi di Indonesia.

C.    Pemikirana fikih Hasbi Ashiddiqy, Hazarain dan Sahal Mahfuz
              I.            Hasbi ash-Shiddieqy  
berpendirian bahwa syariat Islam bersifat dinamis dan elastis, sesuai dengan perkembangan masa dan tempat. Ruang lingkupnya mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Syariat Islam yang bersumber dari wahyu Allah SWT., ini kemudian dipahami oleh umat Islam melalui metode ijtihad untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang timbul dalam masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudian melahirkan fiqh.
           II.            Hazairain
            Siradjuddin M. mengatakan bahwa hazairain sebagai seorang pakar hukum , melihat hukum islam secara konsisten dan fleksibel. Sifat konsisten hukum islam, menurutnya ada pada aspek ibadah, sehingga tidak perlu dilakukan pembaharuan. Fiqih klasik telah cukup jelas memberikan penjelasan lengkap bagaiman seseorang harus beribadah kepada tuhannya, adapun masalah hukum islam yang berhunbungan dengan kemasyarakatan masih memerlukan penjelasan lebih lanjut agar agar dapat dilaksakan oleh masyatakat modern.hukum-hukum yang terdapat dalam fiqih tradisional banyak yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sekarang , sehingga diperlukan reinterpretasi terhadap dalil-dalil syara’ dengan membaca kondisi masyarakat setempat agar tujuan hukum islam itu dapat terwujud .

        III.            Sahal Mahfuz
. Dianataranya beliau mengatakan,Rumusan fikih yang dikonstruksikan ratusan tahun lalu jelas tidak memadai untuk menjawab semua persoalan yang terjadi saat ini. Situasi sosial, politik dan kebudayaanya sudah berbeda. Dan hukum sendiri harus berputar sesuai ruang dan waktu…” dan “Karena produk ijtihad maka keputusan fikih bukan barang sakral yang tidak boleh diubah meskipun situasi sosial budayanya sudah melaju kencang. Pemahaman yang mengsyakralkan fikih jelas keliru.”


















BAB III
                                                        Penutup
A.Kesimpulan
Perkembangan pemikiran hukum Islam di Indonesia lebih banyak didominasi oleh pemikiran Imam Syafii, perkembangan pemikiran fikih di Indonesia dengan melalui para pedagang dan mubaliq-mubaliq pada saat itu, hukum Islam banyak diterima di Indonesia karena para pembawanya menunjukan sifat kenetralan, dimana masyarakat Indonesia pada saat itu dalam dua kondisi, yakni pengaruh Hindu dan Budha yang mengklasifikasi status sosial masyarakat, sedangkan Islam muncul dengan kesamaan derajat.
Pemikiran pembaharuan fikih di Indonesia dikemukakan oleh Hazairin dan Hasbi Ash-Shiddeiqy, dan kemudian dikembangkan oleh Munawir Zadhali sewaktu menjadi Menteri Agama. Fikih Syafii adalah fikih yang sintesa antara fikih Hanafi dan fikih Maliki, walaupun dalam merumuskannya kadang menggunakan pendapat diantara salah satunya, akan tetapi pada waktu menuangkan-nya dalam pendapatnya lebih banyak dipengaruhi Rasional, sehingga kadang dikatakan fikih syafii adalah fikih Rasional.










Daftar pustaka
1.      Prof. H. Mohammad Daud Ali. S.H.Hukum Islam. Jakarta;Grafindo Persada
2.      Aceh, Abu Bakar. Sekitar Islam Masuk di Indonesia, Cet. I; Bandung: Bina Aksara, 1972
3.      Ash Shiddieqi, Hasbi. Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, Cet. I; Surabaya: Bulan Bintang, 1966


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda