Selasa, 13 November 2018

DEFINISI, SEJARAH DAN HIKMAH ZAKAT


MAKALAH
DEFINISI, SEJARAH DAN HIKMAH ZAKAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstuktur
Mata Kuliah : Fiqih Zakat
Dosen Pengampu : Dr. H. Edy Setiyawan, Lc., M.A.

Disusun Oleh :
 Fazar Sodik              (1415201019 )
Mumu Muhyidin      (1413214039)






JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH / HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2018 M / 1440 H





BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakatlain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk menunaikan zakat bagi umat Islam harus ditingkatkan baik dalam menunaikan zakat fitrah yang hanya setahun sekali pada bulan ramadhan, maupun zakat maal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah ditetapkan baik harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Definisi Zakat ?
2.      Apa makna yang sama dengan kata zakat dalam Al Quran
3.      Bagaiman Sejarah Zakat ?
4.      Apa Hikmah Zakat ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui Definisi Zakat
2.      Untuk mengetahui  Kata yang semakna dalam al quran tentang Zakat
3.      Untuk mengetahui Sejarah Zakat
4.      Untuk mengetahui Hikmah Zakat

BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI ZAKAT

1.      Pengertian Zakat
 Zakat menurut bahasa berasal dari bahasa arab. Kata zakat itu sendiri merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka, yang menurut berbagai kamus bahasa arab, setidak-tidaknya, mengandung empat arti utama yaitu: bersih (al thuhr)[1], betambah (al-ziyadah), tumbuh atau berkembang (al-nama), berkat (al-barakah), dan pujian (al-madh).[2]
Melaksanakan zakat dalam pengertian bersih ini terkandung maksud membersihkan diri dari kekikiran, kekikiran dianggap kotor karena akan menodai hubungan persaudaraan antara orang Islam.[3] Oleh karena itu, kekikiran akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan rasa kebersamaan yang ditanamkan dan di pupuk oleh Agama Islam. Dengan zakat yang dilaksanakan itu juga akan membersihkan harta dari hak orang lain yang Allah titipkan kepada hartawan tersebut.[4]
Demikian juga zakat dalam arti brtambah (al-ziyadah) dan tumbuh atau berkembang (al-nama) mengandung makna bahwa dengan menunaikan zakat maka Allah SWT. Akan mengganti harta yang ia keluarkan untuk zakat itu dengan mengembangkan harta melalui pegembangan usaha sehingga mempelancar rizki yang lain. Sepanjang sejarah umat muslim belum pernah terjadi seorang hartawan yang jatuh miskin karena mengeluarkan zakat. Dengan terlaksananya maka akan tumbuh dan berkembang keperibadian yang luhur.
Harta yang dizakati akan tumbuh dan berkembang dan akan mendapatkan keberkahan. Oleh karena itu kekeliruan yang besar apabila seorang muzaki merasa khawatir atau bahkan takut hartanya akan berkurang karena menunaikan zakat. Untuk meneguhkan keyakinan itu Rasulullah SAW. Bersabda dengan jelas dan Gamblang sebagaimana dikutip oleh Syauqi Ismail Syahatih.[5] Tidak akan pernah berkurang suatu harta karena dikeluarkan zakatnya (hadits)
Begitu pula berzakat dalam arti berkat (al- barkah) dan pujian (al-madh) mengandung maksud bahwa dengan berzakat seorang muzakki akan mendafatkan keberkatan pada hartanya dan dengan sikap pemurah itu yang bersangkutan akan mendapatan pujian terutama dari Allah SWT.
Definisi zakat dalam kajian fikih, sebagaimana ditulis oleh beberapa fuqaha (ahli fikih) tercatat beberapa redaksi yang memiliki maksud yang relatif sama. Beberapa definisi zakat menurut ulama Fiqih Sebagai berikut:
 Definisi zakat menurut Wahbah al-Zuhaili, Memilikan sebagaian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh syara karena mencari ridho Allah.[6]
Definisi zakat menurut Ulama mazhab Maliki Zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai nisab untuk orang-orang yang berhak menerimanya ketika telah sempurna kepemilikannya, telah terulang tahun, selain tambang dan alat pertanian.
Menurut Ulama mazhab Hambali zakat adalah keajiban yang harus dilaksanakan terjadap harta tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu pula.
Menurut Syekh muhammad al-Syarbiny al-Khatfib dari mazhab Syafi’iy dalam bukunya al-Iqna’mengatakan bahwa zakat adalah, nama bagian ukuran harta tertentu dari harta tertentu yang wajib disalurkan kepada kelompok tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.[7]
Sementara itu Sayid Sabiq menulis sebagai berikut, Zakat adalah nama bagi hak Allah SWT. Berupa barang yang dikeluarkan (disisihkan) oleh manusia untuk orang-orang fakir.[8] Perlu diketahui bahwa sekalipun Sayid Sabiq menggunakan kata fakir bukanlah berarti Syaid Sabiq meniadakan asnaf yang lain. Penggunaan kata tersebut adalah untuk mewakili seluruh asnaf.
Menurut penulis dari beragam definisi itu dapat dirangkum menjadi pengertian zakat yang sederhana dan mudah dipahami, yaitu zakat adalah bagian tertentu dari harta tertentu yangt dikeluarkan atau disalurkan dengan cara dan syarat-syarat tertentu kepada orang-orang atau badan tertentu pula yang telah di syari’atkan oleh Allah SWT.
Dari rumusan pengertian yang singkat tersebut dapat dijelaskan tiga hal yaitu :
-          Bagian tertentu dari harta adalah kadar bagian harta yang akan diberikan /disalurkan sebagai zakat. Bagian ini berkisar pada 2,5%, 5%, 10%, 20% atau satu Mud (kurang lebih 2,7 kg)
-          Bagian harta tertentu adalah harta yang dimiliki yang sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh syariat Islam. Diantara syarat-syaratnya adalah mencapai nisab, cukup haul, dan dimiliki secara penuh.
-          Dikeluarkan atau disalurkan dengan cara tertentu maksudnya adalah bahwa pemungutan, pengelolaan, dan penyaluran zakat, baik secara individual maupun terorganisir, harus memenuhi kriteria kriteria atau standar tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat Islam atau peraturan peraturan yang telah di tetapakan oleh pemerintah.
-          Kepada orang-orang tertentu maksudnya adalah para penerima zakat (mustahik) harus betul betul cermat dan akurat. Ini penting karena apabila tidak cermat dan akurat maka akan terjadi ketidak sesuaian dengan yang dikehendaki oleh Agama Islam.

B.     Beberapa Istilah Zakat dalam Al Quran
Istilah yang semakna sama arti dengan Zakat adalah  Shadaqah, jamak dan isim fâ’il-nya tercantum sebanyak 15 kali, di antaranya QS. Al-Taubah/9 : 60.

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah/9 : 60)[9]
Term ini menekankan pada dua hal yang urgensial dalam pelaksanaan zakat, yaitu; benar dan jujur sebagai makna lughawi dari kata shadaqah itu sendiri yang berasal dari akar kata shadaqa yang menjadi lawan kata dari kadzaba yang berarti dusta atau berbohong. Benar artinya “Harta zakat yang dikeluarkan benar-benar sesuai dengan jumlah yang semestinya dikeluarkan dari nishabnya”, dan jujur bermakna bahwa muzakki mengeluarkan harta zakatnya dengan hati yang lurus melaksanakan perintah Allah swt, sehingga tidak ada keterpaksaan dan upaya menyembunyikan harta yang terkena zakat. Keduanya (zakat dan shadaqah) tergolong ibadah mahdhah yang berdimensi humanistik dan apresiatif.
Kata yang semakna dengan Zakat selanjutnya adalah Infaaq (QS. Al-Baqarah/2:267)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِ‍َٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ٢٦٧
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah/2 : 267)[10]
C.    Sejarah Zakat
Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa zakat disyari’atkan pada tahun kedua hijriah. Namun demikian sebelum zakat disyari’atkan sudah ada proses ke arah itu. Misalnya terlihat pada delapan ayat tentang zakat yang diturunkan di Makkiyah adalah: Q.S Al-Isro (17) :26
وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا ٢٦
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros
Q.S. Al-Rum (30): 38:
فَ‍َٔاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٣٨
Artinya:  Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung
Q.S Al Muddatstsir (74): 38-46
 كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ ٣٨  إِلَّآ أَصۡحَٰبَ ٱلۡيَمِينِ ٣٩ فِي جَنَّٰتٖ يَتَسَآءَلُونَ ٤٠  عَنِ ٱلۡمُجۡرِمِينَ ٤١  مَا سَلَكَكُمۡ فِي سَقَرَ ٤٢ قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ ٤٣  وَلَمۡ نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِينَ ٤٤ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَآئِضِينَ ٤٥  وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤٦
38. Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya
39. kecuali golongan kanan
40. berada di dalam surga, mereka tanya menanya
41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa
42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?
43. Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat
44. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin
45. dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya
46. dan adalah kami mendustakan hari pembalasan

Dari beberapa ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sekalipun pada periode Mekkah term zakat sudah dimunculkan namun belum disyariatkan,  perhatian serius dari Allah SWT terhadap kehidupan sosial ekonomi, terutama terhadap mereka yang dari segi ekonomi tergolong kurang beruntung. Dapat dikatakan bahwa ketika di Mekkah Allah memancarkan pondasi Zakat, sedangkan di Madinah merupakan periode pengundangannya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa zakat harta belum difardukan Allah SWT. Ketika Rasulullah berada di kota Mekkah. Sebelum Hijrah ke Madinah. Namun demikian, ketika itu anjura untuk menyisihkan sebagian dari harta untuk membantu kaum yang lemah dal bidang ekonomi sudah dimulai, hanya saja belum di atur secara terperinci, baik sumber maupun kadarnya.[11]
Setelah Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah dan memasuki tahun kedua Hijriah (632 M) barulah Islam menetapkannya sebagai satu syari’at yang harus dilakukan oleh orang-orang tertentu dan diserahkan kepada orang-orang tertentu pula. Dan melalui Rasulullah SAW dijelaskan perincian mengenai harta-harta yang wajib di Zakati. Perincian itu masih bisa dikembangkan sesuai dengan perjalanan zaman dan perubahan kondisi situasi.

D.    Hikmah Zakat
1)      Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2)      Pilar amal jama’i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3)      Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
4)      Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5)      Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
6)      Untuk pengembangan potensi ummat
7)      Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
8)      Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
9)      Mendidik jiwa manusia suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil
10)  Zakat memberi arti bahwa manusia itu bukan hidup untuk dirinya sendiri;sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari masyarakat Islam
11)  Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri hati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya
12)  Zakat bersifat sosialistis karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.[12]













BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Pengertian zakat yang sederhana dan mudah dipahami, yaitu zakat adalah bagian tertentu dari harta tertentu yangt dikeluarkan atau disalurkan dengan cara dan syarat-syarat tertentu kepada orang-orang atau badan tertentu pula yang telah di syari’atkan oleh Allah SWT.
Kata yang semakna dengan kata zakat dalam Al quran adalah Shadaqah dan Infak
Zakat disyari’atkan pada tahun kedua hijriah. Setelah Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah dan memasuki tahun kedua Hijriah (632 M) barulah Islam menetapkannya sebagai satu syari’at yang harus dilakukan oleh orang-orang tertentu dan diserahkan kepada orang-orang tertentu pula. Dan melalui Rasulullah SAW dijelaskan perincian mengenai harta-harta yang wajib di Zakati. Perincian itu masih bisa dikembangkan sesuai dengan perjalanan zaman dan perubahan kondisi situasi.
Hikmah zakat itu banyak sekali salah satunya yaitu untuk menghindari hati dari sifat kikir dan menolong sesama kepada yang lebih membutuhkan.






Daftar Pustaka

Ismail Syahatih Syauqi, Penerapan zakat dunia Moderen, Alih bahasa oleh Anshari umar Sitnggal, (Pustaka Dian, Jakarta, 1987).
al-Zuhaily Wahbah, al-fiqh al-islamiy wa Adillatuhu,  (Dar al-fikr, Damaskus, Cetakan ke 2, 1984).
Al-Khatib Muhammad al-Syarbiny, al-Iqna; (PT. Al-ma’arif, Bandung, tt).
Sabiq Sayid, Fiqh al-Sunnah, (Dar al-Bayan, Kwait, 1968, Jilid 35)
Departemen Agama RI, Al Quran dan terjemahnya, (Jakarta: Bumi Restu, 1974)    
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52



[1]  Di salam al-Quran dijumpai firman Allah pada surat 91 al-syams ayat 9 berbunyi sebagai berikut:
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىArtinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (QS. Al-Syams/91 : 9)
[2]  Kata zakat yang berarti pujian di dalam al Quran terdapat pada surat 53 (al-Najam) ayat 32
ٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَۚ إِنَّ رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلۡمَغۡفِرَةِۚ هُوَ أَعۡلَمُ بِكُمۡ إِذۡ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَإِذۡ أَنتُمۡ أَجِنَّةٞ فِي بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡۖ فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
Artinya: (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil, sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. Al-Najm/53 : 32)
[3]   Agama Islam mencela sifat kikir karena kikir pada diri sendiri maupun kikir terhadap orang lain merupakan keburukan yang seharusnya dihindari oleh setiap muslim. Kecaman Allah SWT. Terhadap kekikiran ini dapat dijumpai pada surat Ali’ Imran Ayat 180 yang berbunyi sebagai berikut:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا لَّهُمۖ بَلۡ هُوَ شَرّٞ لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١٨٠
Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan      
[4]  Allah SWT, mnjelaskan adanya bagian/hak orang tertentu di dalam harta seorang hartawan melalui surah 9 (at-taubah) ayat 103:
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
[5] Syauqi Ismail Syahatih, Penerapan zakat dunia Moderen, Alih bahasa oleh Anshari umar Sitnggal, Pustaka Dian, Jakarta, 1987, hlm. 133
[6]  Wahbah al-Zuhaily, al-fiqh al-islamiy wa Adillatuhu, Dar al-fikr, Damaskus, Cetakan ke 2, 1984, hlm. 730-731
[7]  Muhammad al-Syarbiny al-Khatib, al-Iqna; PT. Al-ma’arif, Bandung, tt, hlm. 183
[8] Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Bayan, Kwait, 1968, Jilid 3, hlm.5
[9] Departemen Agama RI, Al Quran dan terjemahnya, (Jakarta: Bumi Restu, 1974)  
[10] Departemen Agama RI, Al Quran dan terjemahnya, (Jakarta: Bumi Restu, 1974)  
[11] Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52
[12] Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda