DEFINISI, SEJARAH DAN HIKMAH ZAKAT
MAKALAH
DEFINISI, SEJARAH DAN HIKMAH
ZAKAT
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Terstuktur
Mata Kuliah : Fiqih Zakat
Dosen Pengampu : Dr. H. Edy
Setiyawan, Lc., M.A.
Disusun Oleh :
Fazar Sodik (1415201019 )
Mumu Muhyidin (1413214039)
JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH / HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2018 M / 1440 H
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi
umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakatlain, menstabilkan ekonomi
masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya
zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat menghilangkan
jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah satu
instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk menbangkitkan bangsa dari
keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang
Islam, namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang
dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat (baik zakat
fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama
umat Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk
menunaikan zakat bagi umat Islam harus ditingkatkan baik dalam menunaikan zakat
fitrah yang hanya setahun sekali pada bulan ramadhan, maupun zakat maal yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah ditetapkan
baik harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Definisi Zakat ?
2. Apa makna yang
sama dengan kata zakat dalam Al Quran
3. Bagaiman
Sejarah Zakat ?
4. Apa Hikmah Zakat
?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Zakat
2. Untuk mengetahui Kata yang semakna dalam al quran tentang Zakat
3. Untuk mengetahui Sejarah Zakat
4. Untuk mengetahui Hikmah Zakat
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ZAKAT
1.
Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa berasal dari bahasa arab.
Kata zakat itu sendiri merupakan mashdar (kata
dasar) dari zaka, yang menurut
berbagai kamus bahasa arab, setidak-tidaknya, mengandung empat arti utama
yaitu: bersih (al thuhr)[1],
betambah (al-ziyadah), tumbuh atau
berkembang (al-nama), berkat (al-barakah), dan pujian (al-madh).[2]
Melaksanakan zakat dalam
pengertian bersih ini terkandung maksud membersihkan diri dari kekikiran,
kekikiran dianggap kotor karena akan menodai hubungan persaudaraan antara orang
Islam.[3]
Oleh karena itu, kekikiran akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan rasa
kebersamaan yang ditanamkan dan di pupuk oleh Agama Islam. Dengan zakat yang
dilaksanakan itu juga akan membersihkan harta dari hak orang lain yang Allah titipkan
kepada hartawan tersebut.[4]
Demikian juga zakat dalam arti brtambah (al-ziyadah) dan tumbuh atau berkembang (al-nama) mengandung makna bahwa dengan
menunaikan zakat maka Allah SWT. Akan mengganti harta yang ia keluarkan untuk
zakat itu dengan mengembangkan harta melalui pegembangan usaha sehingga
mempelancar rizki yang lain. Sepanjang sejarah umat muslim belum pernah terjadi
seorang hartawan yang jatuh miskin karena mengeluarkan zakat. Dengan
terlaksananya maka akan tumbuh dan berkembang keperibadian yang luhur.
Harta yang dizakati akan tumbuh dan berkembang dan
akan mendapatkan keberkahan. Oleh karena itu kekeliruan yang besar apabila
seorang muzaki merasa khawatir atau bahkan takut hartanya akan berkurang karena
menunaikan zakat. Untuk meneguhkan keyakinan itu Rasulullah SAW. Bersabda
dengan jelas dan Gamblang sebagaimana dikutip oleh Syauqi Ismail Syahatih.[5] Tidak akan pernah berkurang suatu harta
karena dikeluarkan zakatnya (hadits)
Begitu pula berzakat dalam arti berkat (al- barkah) dan pujian (al-madh) mengandung maksud bahwa dengan
berzakat seorang muzakki akan mendafatkan keberkatan pada hartanya dan dengan
sikap pemurah itu yang bersangkutan akan mendapatan pujian terutama dari Allah
SWT.
Definisi zakat dalam kajian fikih, sebagaimana ditulis
oleh beberapa fuqaha (ahli fikih) tercatat beberapa redaksi yang memiliki
maksud yang relatif sama. Beberapa definisi zakat menurut ulama Fiqih Sebagai
berikut:
Definisi zakat
menurut Wahbah al-Zuhaili, Memilikan sebagaian tertentu dari harta tertentu
kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh syara karena mencari ridho
Allah.[6]
Definisi zakat menurut Ulama mazhab Maliki Zakat adalah
mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai nisab
untuk orang-orang yang berhak menerimanya ketika telah sempurna kepemilikannya,
telah terulang tahun, selain tambang dan alat pertanian.
Menurut Ulama mazhab Hambali zakat adalah keajiban yang
harus dilaksanakan terjadap harta tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu
tertentu pula.
Menurut Syekh muhammad al-Syarbiny al-Khatfib dari mazhab
Syafi’iy dalam bukunya al-Iqna’mengatakan bahwa zakat adalah, nama bagian
ukuran harta tertentu dari harta tertentu yang wajib disalurkan kepada kelompok
tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.[7]
Sementara itu Sayid Sabiq menulis sebagai berikut, Zakat
adalah nama bagi hak Allah SWT. Berupa barang yang dikeluarkan (disisihkan)
oleh manusia untuk orang-orang fakir.[8]
Perlu diketahui bahwa sekalipun Sayid Sabiq menggunakan kata fakir bukanlah
berarti Syaid Sabiq meniadakan asnaf yang lain. Penggunaan kata tersebut adalah
untuk mewakili seluruh asnaf.
Menurut penulis dari beragam definisi itu dapat dirangkum
menjadi pengertian zakat yang sederhana dan mudah dipahami, yaitu zakat adalah bagian
tertentu dari harta tertentu yangt dikeluarkan atau disalurkan dengan cara dan
syarat-syarat tertentu kepada orang-orang atau badan tertentu pula yang telah
di syari’atkan oleh Allah SWT.
Dari rumusan pengertian yang singkat tersebut dapat
dijelaskan tiga hal yaitu :
-
Bagian tertentu dari harta adalah kadar bagian harta yang
akan diberikan /disalurkan sebagai zakat. Bagian ini berkisar pada 2,5%, 5%,
10%, 20% atau satu Mud (kurang lebih 2,7 kg)
-
Bagian harta tertentu adalah harta yang dimiliki yang
sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh syariat Islam. Diantara
syarat-syaratnya adalah mencapai nisab, cukup haul, dan dimiliki secara penuh.
-
Dikeluarkan atau disalurkan dengan cara tertentu maksudnya
adalah bahwa pemungutan, pengelolaan, dan penyaluran zakat, baik secara
individual maupun terorganisir, harus memenuhi kriteria kriteria atau standar
tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat Islam atau peraturan peraturan yang
telah di tetapakan oleh pemerintah.
-
Kepada orang-orang tertentu maksudnya adalah para penerima
zakat (mustahik) harus betul betul cermat dan akurat. Ini penting karena
apabila tidak cermat dan akurat maka akan terjadi ketidak sesuaian dengan yang
dikehendaki oleh Agama Islam.
B.
Beberapa Istilah
Zakat dalam Al Quran
Istilah yang semakna sama arti dengan Zakat adalah Shadaqah, jamak dan isim fâ’il-nya
tercantum sebanyak 15 kali, di antaranya QS. Al-Taubah/9 : 60.
إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ
فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠
Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah/9 : 60)[9]
Term ini menekankan pada dua hal yang urgensial dalam
pelaksanaan zakat, yaitu; benar dan jujur sebagai makna lughawi dari kata shadaqah
itu sendiri yang berasal dari akar kata shadaqa yang menjadi lawan kata
dari kadzaba yang berarti dusta atau berbohong. Benar artinya “Harta
zakat yang dikeluarkan benar-benar sesuai dengan jumlah yang semestinya
dikeluarkan dari nishabnya”, dan jujur bermakna bahwa muzakki mengeluarkan
harta zakatnya dengan hati yang lurus melaksanakan perintah Allah swt, sehingga
tidak ada keterpaksaan dan upaya menyembunyikan harta yang terkena zakat. Keduanya
(zakat dan shadaqah) tergolong ibadah
mahdhah yang berdimensi humanistik dan apresiatif.
Kata yang semakna dengan Zakat selanjutnya adalah Infaaq
(QS. Al-Baqarah/2:267)
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ
أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ
تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بَِٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ٢٦٧
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. (QS. Al-Baqarah/2 : 267)[10]
C.
Sejarah Zakat
Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa zakat
disyari’atkan pada tahun kedua hijriah. Namun demikian sebelum zakat
disyari’atkan sudah ada proses ke arah itu. Misalnya terlihat pada delapan ayat
tentang zakat yang diturunkan di Makkiyah adalah: Q.S Al-Isro (17) :26
وَءَاتِ
ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ
تَبۡذِيرًا ٢٦
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros
Q.S. Al-Rum (30): 38:
فََٔاتِ
ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ
لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٣٨
Artinya: Maka
berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang
beruntung
Q.S Al
Muddatstsir (74): 38-46
كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا
كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ ٣٨ إِلَّآ أَصۡحَٰبَ ٱلۡيَمِينِ
٣٩ فِي جَنَّٰتٖ يَتَسَآءَلُونَ ٤٠ عَنِ ٱلۡمُجۡرِمِينَ
٤١ مَا سَلَكَكُمۡ فِي سَقَرَ ٤٢ قَالُواْ
لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ ٤٣ وَلَمۡ
نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِينَ ٤٤ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَآئِضِينَ ٤٥ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤٦
38. Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya
39. kecuali golongan kanan
40. berada di dalam surga, mereka tanya menanya
41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa
42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)?
43. Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat
44. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin
45. dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama
dengan orang-orang yang membicarakannya
46. dan adalah kami mendustakan hari pembalasan
Dari
beberapa ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sekalipun pada periode
Mekkah term zakat sudah dimunculkan namun belum disyariatkan, perhatian serius dari Allah SWT terhadap
kehidupan sosial ekonomi, terutama terhadap mereka yang dari segi ekonomi
tergolong kurang beruntung. Dapat dikatakan bahwa ketika di Mekkah Allah
memancarkan pondasi Zakat, sedangkan di Madinah merupakan periode
pengundangannya.
Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa zakat harta belum difardukan Allah SWT.
Ketika Rasulullah berada di kota Mekkah. Sebelum Hijrah ke Madinah. Namun
demikian, ketika itu anjura untuk menyisihkan sebagian dari harta untuk
membantu kaum yang lemah dal bidang ekonomi sudah dimulai, hanya saja belum di
atur secara terperinci, baik sumber maupun kadarnya.[11]
Setelah
Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah dan memasuki tahun kedua Hijriah (632 M)
barulah Islam menetapkannya sebagai satu syari’at yang harus dilakukan oleh
orang-orang tertentu dan diserahkan kepada orang-orang tertentu pula. Dan
melalui Rasulullah SAW dijelaskan perincian mengenai harta-harta yang wajib di
Zakati. Perincian itu masih bisa dikembangkan sesuai dengan perjalanan zaman
dan perubahan kondisi situasi.
D.
Hikmah Zakat
1)
Mengurangi kesenjangan
sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2)
Pilar amal jama’i antara
mereka yang berada dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah
dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3)
Membersihkan dan mengikis
akhlak yang buruk
4)
Alat pembersih harta dan
penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5)
Ungkapan rasa syukur atas
nikmat yang Allah SWT berikan
6)
Untuk pengembangan potensi
ummat
7)
Dukungan moral kepada
orang yang baru masuk Islam
8)
Menambah pendapatan negara
untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
9)
Mendidik jiwa manusia suka berkorban dan
membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil
10)
Zakat memberi arti bahwa manusia itu bukan
hidup untuk dirinya sendiri;sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan
dari masyarakat Islam
11)
Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri
hati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya
12)
Zakat bersifat sosialistis karena meringankan
beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.[12]
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Pengertian zakat
yang sederhana dan mudah dipahami, yaitu zakat adalah bagian tertentu dari
harta tertentu yangt dikeluarkan atau disalurkan dengan cara dan syarat-syarat
tertentu kepada orang-orang atau badan tertentu pula yang telah di syari’atkan
oleh Allah SWT.
Kata yang semakna
dengan kata zakat dalam Al quran adalah Shadaqah dan Infak
Zakat disyari’atkan
pada tahun kedua hijriah. Setelah
Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah dan memasuki tahun kedua Hijriah (632 M)
barulah Islam menetapkannya sebagai satu syari’at yang harus dilakukan oleh
orang-orang tertentu dan diserahkan kepada orang-orang tertentu pula. Dan
melalui Rasulullah SAW dijelaskan perincian mengenai harta-harta yang wajib di
Zakati. Perincian itu masih bisa dikembangkan sesuai dengan perjalanan zaman
dan perubahan kondisi situasi.
Hikmah zakat itu banyak sekali salah satunya yaitu untuk
menghindari hati dari sifat kikir dan menolong sesama kepada yang lebih
membutuhkan.
Daftar Pustaka
Ismail Syahatih Syauqi, Penerapan zakat dunia Moderen, Alih bahasa oleh Anshari umar Sitnggal, (Pustaka Dian, Jakarta, 1987).
al-Zuhaily Wahbah, al-fiqh al-islamiy
wa Adillatuhu, (Dar al-fikr,
Damaskus, Cetakan ke 2, 1984).
Al-Khatib Muhammad al-Syarbiny, al-Iqna; (PT. Al-ma’arif, Bandung, tt).
Sabiq Sayid, Fiqh al-Sunnah, (Dar
al-Bayan, Kwait, 1968, Jilid 35)
Departemen Agama RI, Al Quran dan
terjemahnya, (Jakarta: Bumi Restu, 1974)
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh
Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52
[1]
Di salam al-Quran dijumpai firman Allah pada surat 91 al-syams ayat 9 berbunyi sebagai
berikut:
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىArtinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (QS. Al-Syams/91
: 9)
[2]
Kata zakat yang berarti pujian di dalam al Quran terdapat pada surat 53 (al-Najam) ayat 32
ٱلَّذِينَ
يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَۚ إِنَّ
رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلۡمَغۡفِرَةِۚ هُوَ أَعۡلَمُ بِكُمۡ إِذۡ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ
وَإِذۡ أَنتُمۡ أَجِنَّةٞ فِي بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡۖ فَلَا تُزَكُّوٓاْ
أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
Artinya:
(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil,
sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas
ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan
kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah
kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
(QS. Al-Najm/53 : 32)
[3] Agama
Islam mencela sifat kikir karena kikir pada diri sendiri maupun kikir terhadap
orang lain merupakan keburukan yang seharusnya dihindari oleh setiap muslim.
Kecaman Allah SWT. Terhadap kekikiran ini dapat dijumpai pada surat Ali’ Imran
Ayat 180 yang berbunyi sebagai berikut:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ
يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا لَّهُمۖ بَلۡ
هُوَ شَرّٞ لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ
وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ
خَبِيرٞ ١٨٠
Artinya: Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan
[4] Allah
SWT, mnjelaskan adanya bagian/hak orang tertentu di dalam
harta seorang hartawan melalui
surah 9 (at-taubah) ayat 103:
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Artinya: Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
[5] Syauqi Ismail Syahatih, Penerapan zakat dunia Moderen, Alih
bahasa oleh Anshari umar Sitnggal, Pustaka Dian, Jakarta, 1987, hlm. 133
[6] Wahbah al-Zuhaily, al-fiqh al-islamiy wa
Adillatuhu, Dar al-fikr, Damaskus, Cetakan ke 2, 1984, hlm. 730-731
[11]
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh
Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52
[12] Direktorat Pemberdayaan Zakat, Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqh Zakat, Jakarta, 2010, hlm. 47-52
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda