RESUME SPI
RESUME
Sejarah Peradaban Islam
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata
Kuliah “ Sejarah Peradaban Islam”
Dosen
Pengampu: Akhmad Shodikin, M.HI
Nama
: Fazar
Sodik ( 1415201019 )
Jurusan
: Al-
Akhwal Al- Syakhsiyah – A
Semester
2
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
SYEKH
NURJATI CIREBON
TAHUN
2016
BAB I
TIGA KERAJAAN BESAR
A.
DINASTI
TURKI USMANI
Dinasti Usmani berasal dari suku
bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh Sulaiman Syah. Dia mengajak
anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia
Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah pada tahun
1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah barat dan meminta
perlindungan kepada Jalaludin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizmi Syah di
Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah barat (Asia
Kecil), kemudian mereka menetap disana dan pindah ke Syam dalam rangka
menghindari serangan Mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin
orang-orang Turki mengalami kecelakaan dan hanyut di sungai Eufrat yang
tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228. Akhirnya mereka terbagi
menjadi dua kelompok, yan pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang
kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar
400 keluarga yang dipimpin oleh Ertoghol bin Sulaiman. Mereka menghambakan
dirinya pada Sultan Alauddin dari Dinasti Saljuk Rum yang pemerintahannya
berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil. Tatkala dinasti saljuk berperang
melawan Romawi Timur (Bizantium), Ertoghol membantunya, sehingga Dinasti Saljuk
mengalami kemenangan. Sultan merasa senang dan memberinya wilayah kekuasaan
yang berbatasan dengan Bizantium, dan mereka menjadikan Sogud sebagai pusat
pemerintahannya (Ali Sodikin, dkk, 2003:152).
a.
Perluasan
Wilayah
Setelah
Usman mengumumkan dirinya sendiri sebagai Padyisah Al-Usman (Raja Besar
Keluarga Usman), dia mulai memperluas wilayahnya dengan cara mengirimkan surat
kepada pemimpin daerah sekitarnya yang berisi 3 pilihan, yaitu tunduk dan
memeluk agama Islam, membayar jizyah, atau diperangi.
Puncak ekspansi Dinasti
Usmani yaitu pada masa Sultan Muhammad II yang dikenal dengan gelar Al-Fatih
(sang penakluk). Pada masanya, dilakukan ekspansi secara besar-besaran.
Kota penting yang ditaklukkannya yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad Al-Fatih
masih berumur 17 Tahun ketika menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 28 Mei
1453. Setelah memasuki kota, Sultan Muhammad Al-Fatih mengganti nama kota
menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibukota Dinasti Usmani. Sultan juga
mengubah gereja terbesar dan termegah waktu itu, Hagia Sophia, menjadi masjid
(Samsul Munir, 2009:199).
Ada lima faktor yang
menyebabkan Dinasti Usmani berhasil melakukan perluasan wilayah-wilayah Islam.
(1) Kemampuan orang-orang turki dalam strategi perang yang dikombinasikan
dengan cita-cita memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). (2) Sifat
dan karakter orang-orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam
serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan tujuan penyerangan. (3)
Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam. (4) Letak Istambul yang sangat
strategis sebagai ibukota kerajaan. Istambul terletak di antara dua benua dan dua
lautan, dan pernah menjadi pusat kebudayaan Macedonia, Romawi Timur, maupun
Yunani. (5) Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya sedang dalam kekacauan,
sehingga memudahkan penaklukannya (Ali Sodikin, dkk, 2003:156)
b.
Sistem
Pemerintahan
Bentuk
kerajaan Turki Usmani didasrkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung dari
kerajaan Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi
dalam bidang agama, politik, pemerintahan, bahkan masalah-masalah perekonomian (Ratu Suntiah, dkk,
:139). Raja-raja Dinasti Usmani bergelar Sultan sekaligus Khalifah. Sultan
menguasai kekuasaan duniawi, sedangkan Khalifah menguasai bidang
agama/spiritual/ukhrawi. Mereka mendapatkan kekuasan secara turun-temurun, akan
tetapi tidak harus putra pertamanya yang berhak menjadi penggantinya.
c. Hasil Peradaban
Meskipun Dinasti Usmani berkuasa
cukup lama, yaitu sejak tahun 1299 hingga tahun 1922, tidak berarti bahwa
peradabannya maju pesat seperti Dinasti Abbasi. Hal ini dikarenakan politik ekspansinya yang tidak diikuti dengan pembinaan
wilayah taklukannya, di samping para sultan setelah penaklukan Konstantinopel
sultannya lemah-lemah. Namun demikian, tingkat kemakmuran pemerintahannya
lebih baik dibandingkan dengan seluruh bagian Eropa yang dikuasi oleh kaum
Kristen. Demikian juga masyarakat Kristen yang berada di bawah kekuasaan Usmani
lebih banyak mendapatkan hasil bumi, kemerdekaan pribadi, dan hasil usaha
lainnya, dibandingkan dengan teman-teman mereka yang berada pada daerah
kekuasaan Kristen. Dalam peradabanya meninggalkan buku-buku sebagai kekayaan
sejarah, Dinasti Usmani juga meninggalkan sejumlah bangunan yang memperlihatkan
keunggulan penguasaan teknologi pada zamannya.
B.
DINASTI
SYAFAWI DI PERSIA
Dinasti safawiyah di persia
berdiri sejak tahun ( 1502-1722 M). (Hasan ibrahim hasan. 1989:336).
Dinasti safawiyah merupakan kerajaan islam di persia yang cukup besar. Awalnya
kerajaan Safawi brasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang
diambil dari nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi
gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini
berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan safawi. Shafi Ad-Din merupakan
keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim gurunya bernama Syaikh
Tajuddin Ibrahim zahidi (1216 – 1301). Shafi ad-Din mendirikan tarekat
safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada
tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Tarekat
safawiyah diambil dari nama pendirinya, safi ad-Din dan nama syafawi terus di
pertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Nama itu terus di
lestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. (Badri Yatim.2000:138).
Di
persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di
dunia islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi syekh ishak safiuddin dari
ardabil di azerbaijan yang beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di
daerah persia
(Nasution, op.cit.,:84)
a. Kemajuan
Dinasti Syafawi
Kemajuan
peradaban dinasti safawiyah tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi
kemajuan dalam berbagai bidang:
1. Bidang
keagamaan
Pada masa Abbas,dalam bidang keagamaan yang menanamkan sikap
toleransi terhadap politik keagamaan tau lapang dada yang amat besar. Paham
syi’ah tidak lagi menjadi paksaan bahkan orang sunni dapat hidup bebas
mengerjakan ibadahnya (Hamka. 1981:70).
2.
Bidang arsitektur
Kerajaan safawi telah berhasil menciptakan isfahan, ibukota
kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan bangunan
besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit,
sekolah, jembatan raksasa di atas zende rud, dan istana chihil sutun. Dalam
kota isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian
umum (Marshal G.S hodgson.1981:40).
3.
Bidang ekonomi
Kerajaan syafawi pada massa Abbas 1 ternyata telah memacu
perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah kepulauan hurmuz di kuasai
dan pelabuhan gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Yang merupakan salah satu
jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh belanda,
inggris, dan perancis sepenuhnya telah menjadi milik kerajaan syafawi. Di
samping sektor perdagangan, kerajaan syafawi juga mengalami kemajuan di sektor
pertanian terutama di daerah bulan sabit subur( Badri Yatim.1997:144).
4.
Bidang ilmu pengetahuan
Berkembangnya ilmu pengetahuan masa kerajaan syafawi tidak
lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni
yang mengatakan bahwa ijtihad telah
terhenti dan orang mesti taqlid saja.
Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasannya mujtahid
tidak terputus selamanya (Hamka. 1987:70). (Badri Yatim.1997:144).
5.
Bidang kesenian
Kemajuan tampak begitu jelas dengan gaya arsitektur
bangunannya, seperti terlihat pada masjid syah yang di bangun tahun 1603 M.
Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet,
permadani, pakaian. Seni lukis mulai di rintis sejak zaman Tamasp 1, raja
ismail pada tahun 1522 M. Membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu
bernama Bizhard (Marshal G.S Hodson, t.t.:40). Pada zaman Abbas 1 berkembanglah
kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair
(Hamka.1987:70).
C.
DINASTI
MUGHAL DI INDIA (1526-1857 M)
Dinasti Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Dinasti Syafawi. Jadi, di antara tiga
kerajaan besar Islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Dinasti Mughal bukanlah kerajaan Islam
pertama di anak Benua India (Badri Yatim,2008:145).
Ibrahim Lodi (cucu sultan Lodi), sultan Delhi
terakhir, memenjarakan sejumlah bangsawan yang menentangnya. Hal ini memicu
pertempuran antara Ibrahim Lodi dengan Zahirudin Babur (cucu Timur Lenk) di
panipazh (1526 M). Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran
yang dahsyat di Panipazh. Ibrahim Lodi beserta ribuan tentaranya
terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan
menegakkan pemerintahannya di sana. Sejak itulah berdiri
dinasti Mughal di India, dan Delhi dijadikan ibu kota.
Dinasti ini memiliki sultan-sultan yang besar
dan terkenal pada abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606), Jengahir salim (1605-1627),
Syah Jehan (1628-1658), dan Aurangzeb (1659-1707) (Dedi Supriyadi,
2008:261).
Penguasa-penguasa Mughal setelah Aurangzeb
tidak berdaya dan tidak mampu mengembalikan supremasi Mughal. Penguasa-penguasa
Mughal sesudah Aungzeb antara lain: Bahadur
Syah (1707-1712), Azimus Syah (1712), Tihandar Syah (1713), Farukh Syiyar
(1713-1719), Muhammad Syah (1719-1748). Pengganti Muhammad Syah adalah Ahmad
Syah (1748-1754), diteruskan Alamgir II (1754-1759), Sah Alam (1761-1806).
Mulai pada tahun 1761 kerajaan Mughal yang sudah tidak berdaya diserang oleh
Ajmad Shah Durrani dari Afghan pada pertempuran Pannipat. Sejak itu pelan tapi
pasti Dinasti Mughal hancur dan lenyap dari India.
a.
Kemajuan
Kerajaan Mughal
Kemajuan yang dicapai pada
masa dinasti Mughal merupakan sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan
membangun peradaban Islam di India.
Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain :
a.
Bidang
Politik dan Militer
Sistem yang menonjol adalah
politik sulh e-kul atau toleransi
universal,yaitu pandangan yang menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah
sama. Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu
sedangkan Mughal adalah Islam (Ali
Sodikin, dkk, 2003:220). Dalam
urusan pemerintahan, pada masa Akbar menyusun pentadbiran secara teratur yang
jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukan
India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan
Akbar (Dedi Supriyadi, 2008:262).
Di bidang militer, pasukan Mughal dikenal
sebagai pasukan yang kuat. Akbar Khan menjalankan pemerintahan bersifat
militeristik, pemerintahan pusat dipimpin oleh raja; pemerintahan
daerah dipimpin oleh kepala komandan (Sipah
salat); dan pemerintahan sub-daerah dipimpin oleh komandan (Faudjat) (1). Di samping itu, Akbar pun
membentuk Din Ilahi dan juga mendirikan Mansabdhari (lembaga pelayanan umum yang
berkewajiban sejumlah pasukan)(Jaih Mubarok, 2008:244).
b. Bidang Ekonomi
Kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah
memajukan pertanian terutama untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah,
tembakau dan kapas. Di samping pertanian, pemerintahan juga memajukan industri
tenun,
pertambangan dan perdagangan. Di samping untuk kebutuhan dalam
negeri, hasil industri ini banyak diekspor ke luar negeri seperti
Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara bersaman dengan hasil kerajinan,
seperti pakaian tenun dan kain tipis bahn gordyn yang banyak diproduksi di
Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi,Jehangir mengizinkan Inggris
(1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di
Surat (Ali Sodikin,
dkk, 2003:220).
c.
Bidang
Seni dan Arsitektur
Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal
adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni.
Bangunan sejarah yang ditinggalkan periode ini adalah Tajmahal di Aqra, Benteng
Merah, Jama Masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi (Ali Sodikin, dkk, 2003:221) .
Sementara dalam bidang sastra yang paling
menonjol adalah karya gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun
bahasa India. Pada masa Akbar berkembang
bahasa urdu, yang merupakan perpaduan dari berbagai bahasa yang ada di
India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang
sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat , sebuah karya alegoris yang mengandung pesan
kebajikan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan
merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya
arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur
Sikri di Sikri, villa dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan
dibangun mesjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra,Mesjid Raya Delhi dan
istana indah di Lahore(Dedi Supriyadi, 2008:263).
d.
Bidang
Ilmu Pengetahuan
Di bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah
menjadikan tiga bahasa nasional, yaitu bahasa arab sebagai bahasa agama, bahasa
Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana kesusastraan (Dedi Supriyadi,
2008:221). Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum
Islam yang dikenal dengan sebuan Fatwa-Alamgri
(Ali Sodikin, dkk,
2003:221).
KEMUNDURAN
TIGA KERAJAAN BESAR
a.
Kemunduran
Dinasti Usmani di Turki
Faktor-faktor
yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran yaitu: Wilayah kekuasaan yang sangat
luas; kerajaan Turki Usmani sering terlibat perang secara terus-menerus
sehingga susah untuk menjaga daerah yang telah dikuasai. Kelemahan para
penguasa; Sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni, Dinasti Usmani diperintah oleh sultan-sultan
yang lemah, baik kepemimpinannya maupun kepribadiannya, sehingga mudah
ditaklukkan bangsa lain. Heterogenitas penduduk; sebagai kerajaan yang sangat
besar, tentunya masyarakatnya terdiri dari berbagai agama, aras, etnis yang
berbeda sehingga diperlukan pengambilan keputusan yang benar-benar bijaksana.
Budaya korupsi; korupsi merupakan hal yang umum terjadi dalam Dinasti Usmani,
sehingga mengakibatkan rapuhnya moral pemerintah. Pemberontakan tentara
Yeniseri; tentara Yeniseri adalah tentara terkuat, sehingga jika para pasukan
Yeniseri memberontak pasti pemerintah kalah. Merosotnya perekonomian; akibat
perang yang tiada henti, perekonomian merosot karena penguasa hanya
mementingkan perang. Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi; Dinasti usmani
kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, sehingga tidak mampu
menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang semakin maju (Samsul Munir,
2009:208-209).
b. Kemunduran
Dinasti Syafawi di Persia
Setelah Abbas 1, dinasti safawi mengalami kemunduran.
Sulaiman, pengganti Abbas 1, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama
sunni dan memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka. Penindasan semakin parah
terjadi pada zaman sultan husein, pengganti sulaiman. Penduduk afgan (saat itu
bagian dari Iran) di paksa untuk memeuk syi’ah dan di tindas. Penindasan ini
melahirkan pemberontakan yang di pimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar)
sehingga berhasil menguasai Herat, Masyhad, dan kemudian merebut isfahan (1772
M). setelah itu, safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia
dan beberapa wilayah azerbaijan direbut oleh Turki Usmani, sedangkan beberapa
wilayah propinsi laut kaspia di jilan, mazandaran dan asteraban direbut oleh
Rusia. (Ira M.Lapidus,op.cit.,:299).
Setelah
sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani dan Rusia, Nadir Syah
(dinasti Asfhariah) karena mendapat dukungan dari suku Zand di Iran Barat
menundukan dinasti safawiyah. Nadir Syah (bergelar Syah Iran) memadukan
Sunni-Syi’ah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki Usmani; dan ia
mengusulkan agar madzhab fiqih ja’fari (Syi’ah) dijadikan madzhab hukum yang
kelima oleh ulama Sunni. Dinasti safawi pimpinan Nadir Syah kemudian di
taklukan oleh dinasti Qajar (Ibid:300).
c.
Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal
berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup
mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad
ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai
merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan
sparatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur
semakin lama semakin mengancam(Badri Yatim,2008:159).
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap
pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu
bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapka pemikiran puritanisme. Setelah iya wafat,
penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkan (Badri Yatim,2008:159).
Sementara itu, para pedagang inggris (EIC)
untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India yang
didukung oleh kekuatan bersenjata menjadi semakin kuat menguasai wilayah
pantai.( Ratu Suntiah, 2010:147).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan
membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi
stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di
wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim
Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil
dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2. Kemerosotan
moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan
dalam penggunaan uang negara.
3. Pendekatan
Aurangzeb yang berlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi
oleh sultan-sultan sebelumnya.
4. Semua
pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam
bidang kepemimpinan.
BAB
II
PERADABAN
ISLAM DI ASIA TENGGARA
A.
Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan
melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah
Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki.
Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan
sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara
Mengenai kedatangan Islam di
negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh
interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab,
India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5
sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang
yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat
sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim
yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir. Menurut Uka
Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada
enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses
masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan
pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan
India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat,
Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil
mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah
mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa
dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai
Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk
Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi
karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang Muslim. Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para
pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik
untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur
perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan
anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau
bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai
keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi
mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai
kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini
puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan
diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini
masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan
melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh
guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon
ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui
kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan
Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak
pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di
sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan,
kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di
samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non
Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
B.
Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan
Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut
Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat
menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari
Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula
dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti
Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah
(660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad
ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai
Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim
dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua
menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang
Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi
Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di
Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
1.
Menurut
Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M).
Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah
mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke
Indonesia di Sumatera Utara.
2.
Menurut
Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan
Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan
Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk
membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3.
Menurut
Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena
di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti
tahun 670 M.
4.
Seminar
tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963,
mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M
langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan Agama Islam di
Indonesia sampai berdirinya kerajaan kerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase,
antara lain :
a)
Singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah
berita luar negeri, terutama Cina;
b)
Adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di
samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
c)
Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan
Keagamaan dan Peradaban
Sejumlah karya bermutu di bidang
teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di
wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat
pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru
wilayah ini.
System pendidikan Islam kemudian
segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat
pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di
Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di
Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului
kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di
selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual
dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi
masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama
Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang
segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa
dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang
unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam,
pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran
para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau
paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul
sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun
fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan
perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di
Islamkan.
BAB
III
REFORMISME
ISLAM
A. Pengertian Reformisme Islam
Dalam bahasa Indonesia
pengertian reformisme itu adalah Perubahan Radikal Untuk perbaikan bidang
sosial Politik atau agama di suatu masyarakat atau Negara. Pengertian
reformisme menurut Islam adalah merubah
pemahaman agama ummat Islam yang menyimpang dari al quran dan sunnah rasulullah
SAW. Rasulullah SAW bersabda : yang artinya “sesungguhnya Allah akan
membangkitkan untuk umat (Islam) ini pada setiap permulaan seratus tahun orang
yang akan memperbaharui (pemahaman agamanya” (Abu Daud, 36 : 1)
Reformisme Islam merupakan proyek historis
ulama yang di mulai pada abad ke-17 dalam usaha untuk menata kembali ummat
muslim dan memperbaharui prilaku individu, proyek historis ini di dasarkan pada
gagasan pemurnian kepercayaan dan pratik Islam dengan kembali kepada sumber
yang autentik, yaitu Al-Qur`an dan sunnah serta memiliki kecenderungan kuat
untuk menolak kebudayaan barat.
Ciri
utama dari reformisme Islam ialah semangat puritanisme yaitu penekanan kepada
ajaran Islam yang murni, ada semacam persamaan dengan aliran tradisionalisme
yang menekankan ortodoksi atau keaslian ajaran Islam bertolak dari semagat
puritanisme aliran reformisme sangat menekankan Ishlah dan Tajdid.
Istilah lain dari reformisme
Islam adalah Reformisme Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi madern.
setelah munculnya pemikiran dan
gerakan Reformisme Islam, menyusul kontak politik dan intelektual dengan Barat.
Pada waktu itu, baik secara politis maupun secara intelektual, Islam telah
mengalami kemunduran, sedangkan Barat dianggap telah maju dan modern. Kondisi
sosiologis seperti itu menyebabkan kaum
elit muslim merasa perlu untuk melakukan reformisme.
B. Ruang Lingkup Reformisme Dalam Dunia Islam
1.
Dibidang
aqidah dan ibadah, Reformisme di maksudkan untuk memurnikan ajaran Islam dari
unsur-unsur asing dan kembali kepada ajaran yang murni dan utuh, sehingga iman
menjadi suci karena terus diperbaharui.
2.
Di
bidang muamalah duniawiyah, Reformisme dimaksudkan sebagai upaya modernisasi
atau pengembangan dalam aspek social, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan
lain-lain sepanjang tidak bertentangan dengan dan di bawah panduan Al-Qur’an
dan Hadis. Di sini umat Islam bebas melakukan kreasi, inovasi, dan reformasi
kehidupan masyarakat muslim dengan berbagai metode dan pendekatan.
C. Bentuk Reformisme dalam dunia Islam
Gerakan Reformisme Islam telah
melewati sejarah panjang. Secara historis, perkembangan Reformisme Islam paling
sedikit telah melewati Empat tahap. Keempatnya menyajikan model gerakan yang
berbeda.
Tahap-tahap gerakan Reformisme
Islam itu, dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Pertama, adalah tahap gerakan yang
disebut-sebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau
disebut juga revivalis awal (early revivalish). Model gerakan ini timbul
sebagai reaksi atas merosotnya moralitas kaum muslim. Waktu itu masyarakat
Islam diliputi oleh kebekuan pemikiran karena terperangkap dalam pola tradisi
yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Ciri pertama yang
menandai gerakan yang bercorak revivalisme pramodernis ini adalah perhatian
yang lebih mendalam dan saksama untuk melakukan transormasi secara mendasar
guna mengatasi kemunduran moral dan sosial masyarakat Islam.
Model kedua, dikenal dengan istilah
modernisme klasik. Di sini Reformisme Islam termanifestasikan dalam Reformisme
lembaga-lembaga pendidikan. Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa
lembaga pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk mensosialisasikan
gagasan-gagasan baru. Pendidikan juga merupakan media untuk “mencetak” generasi
baru yang berwawasan luas dan rasional dalam memahami agama sehingga mampu
menghadapi tantangan zaman.
Pada
tahap ini juga populer ungkapan yang mengatakan bahwa Barat maju karena mengambil
kekayaan yang dipancarkan oleh al-Qur’an, sedangkan kaum muslim mundur karena
meniggalkan ajaran-ajarannya sendiri. Dalam hubungan ini, model gerakan
melancarkan reformasi sosial melalui pendidikan, mempersoalkan kembali peran
wanita dalam masyarakat, dan melakukan Reformisme politik melalui bentuk
pemerintahan konstitusional dan perwakilan. Jelas pada tahap kedua ini, terjadi
kombinasi-kombinasi yang coba dibuat antara tradisi Islam dengan corak
lembaga-lembaga Barat seperti demokrasi, pendidikan wanita dan sebagainya.
Meski kombinasi yang dilakukan itu tidak sepenuhnya berhasil, terutama oleh
hambatan kolonialisme dan imprealisme yang tidak sepenuhnya menghendaki
kebebasan gerakan Reformisme. Mereka ingin mempertahankan status quo masyarakat
Islam pada masa itu agar tetap dengan mudah dapat dikendalikan.
Tahap
ketiga, gerakan Reformisme Islam disebut revivalisme pascamodernis
(posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new revivalist).
Pada tahap itu kombinasi-kombinasi tertentu antara Islam dan Barat masih
dicobakan. Bahkan ide-ide Barat, terutama di bidang sosial politik, sistem
politik, maupun ekonomi, dikemas dengan istilah-istilah Islam. Gerakan –gerakan
sosial dan politik yang merupakan aksentusi utama dari tahap ini mulai dilansir
dalam bentuk dan cara yang lebih terorganisir. Sekolah dan universitas yang dianggap
sebagai lembaga pendidikan modern –untuk dibedakan dengan madrasah yang
tradisional- juga dikembangkan. Kaum terpelajar yang mencoba mengikuti
pendidikan universitas Barat juga mulai bermunculan. Tak heran jika dalam tahap
ini, mulai bermunculan pemikiran-pemikiran sekularistik yang agaknya akan
merupakan benih bagi munculnya tahap berikutnya.
Sejalan dengan itu, pada tahap
ini muncul pandangan dikalangan muslim, bahwa Islam di samping merupakan agama
yang bersifat total, juga mengandung wawasan-wawasan, nilai-nilai dan petunjuk
yang bersifat langgeng dan komplit meliputi semua bidang kehidupan. Tampaknya,
pandangan ini merupakan respons terhadap kuatnya arus “pemBaratan” di kalangan
kaum muslim. Tak heran jika salah satu corak tahap ini adalah memperlihatkan
sikap apologi yang berlebihan terhadap Islam dan ajaran-ajarannya.
Dalam ketiga tahap itulah muncul
gerakan tahap keempat yang disebut neomodernisme. Tahap ini sebenarnya masih
dalam proses pencarian bentuknya. Meskipun demikian, Fazlur Rahman sebagai
“pengibar bendera” neomodernisme menegaskan bahwa gerakan ini dilancarkan berdasarkan kritik
terhadap gerakan-gerakan terdahulu. Menurut Fazlur Rahman, gerakan-gerakan
terdahulu hanya mengatasi tantangan Barat secara ad hoc. Karena mengambil
begitu saja istilah Barat dan kemudian mengemasnya dengan simbol-simbol Islam
tanpa disertai sikap kritis terhadap Barat dan warisan Islam. Dengan sikap
kritis, baik terhadap Barat maupun warisan Islam sendiri, maka kaum muslim akan
menemukan soludi bagi masa depannya.
D. Tokoh Gerakan Reformisme Islam
1. Muhammad bin Abdul Wahab (1838/1839-1897)
Nama Lengkapnya adalah Muhammad
bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin
Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Ia lahir di
Uyaynah pada 1730 M/l115 H dan wafat di Daryah tahun 1206 H (1793M). Ayah dan
kakeknya adalah ulama terkenal di Najd/Nejad (Arab Saudi). Dari ayahnya ia
memperoleh pendidikan di bidang keagamaan dan mengembangkan minatnya di bidang
tafsir, hadits, dan hukum madzhab Hanbaliyah. Untuk meningkatkan pengetahuannya
ia banyak melakukan perjalanan mencari ilmu. Ia juga membaca karya-karya Ibn
Taimiyah dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, sehingga ia benar-benar menjadi seorang
ulama, ahli hukum dan pembaharu ternama.
Dia adalah seorang ahli teologi
agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat
sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab
Saudi. Dia juga merupakan seorang ulama besar yang produktif, karena buku-buku
karangannya tentang islam mencapai puluhan buku, diantaranya buku yang berjudul
“Kitab At-Tauhid” yang isinya tentang pemberantasan syirik, khurafat, takhayul
dan bid’ah yang terdapat di kalangan umat Islam dan mengajak umat Islam agar
kembali kepada ajaran tauhid yang murni.
Proses Reformismenya dimulai
dengan banyak menyampaikan ceramah dan khutbah dengan berani dan antusiasme.
Oleh karena itu, ia cepat memperoleh banyak pendukung. Pada permulaan ini pula
ia melahirkan karya terkenal berjudul Kitâb al-Tauhîd. Setelah kematian ayahnya
pada 1740, Muhammad Ibn Abdul Wahhab semakin populer dan gerakannya mendapat
dukungan dari pemerintah Kerajaan Ibn Saud.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb,
adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam
secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut
Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran
Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu
Tuhan".
Inti gerakan Reformismenya
adalah : pertama, Reformisme Islam yang paling utama disandarkan pada persoalan
tauhid. Dalam hal ini, Muhammad Ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya
membedakan tauhid menjadi tiga macam; tauhîd rubûbiyah, tauhîd ulûhiyah dan
tauhîd al-asmâ’ wa al-sifât(C.M.Helm, 1981: 88-89). Menurut Abdul Wahhab, Allah
adalah Tuhan alam semesta yang maha kuasa, dan melarang penyifatan kekuasaan Tuhan
pada siapapun kecuali Dia. Dialah yang menciptakan manusia dan alam dari tiada.
Eksistensi Allah dapat dirasakan melalui tanda-tanda dan ciptaan-Nya yang
tersebar di seluruh alam, seperti siang dan malam, matahari dan bulan,
gunung-gunung dan sungai-sungai, dan seterusnya. Allah adalah Tuhan yang berhak
disembah. Segala urusan manusia sehari-hari harus didasarkan pada Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi. Tuhan sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan apapun (QS.
Asy-Syûrâ/42: 11). Baik dan buruk berasal dari Allah dan manusia tidak bebas
berkehendak.
Wahhab tidak mempercayai
superioritas ras; superioritas atau inferioritas tergantung pada ketaqwaan pada
Allah. Tauhîd ulûhiyyah dipandang sebagai tauhîd amalî. Tauhid ini didasarkan
atas rukun Islam dan rukun Iman. Yang termasuk dalam tauhid ini adalah semua
bentuk ibadah harian, keyakinan dan tindakan iman serta perjuangan dengan penuh
kecintaan, ketaqwaan, harapan dan kepercayaan pada Allah.
Wahhab percaya pada makna
harfiah Al-Qur’an termasuk ungkapan-ungkapan antropomorfisme tentang Allah;
tetapi bukan berarti ini mengharuskan antropomorfisme bagi Allah. Ia
berpendapat bahwa orang beriman akan melihat Allah di surga, tetapi bentuk dan
rupa Allah melampaui akal manusia (Saedullah, 1973: 138).
Kedua, Wahhab sangat tidak
setuju dengan para pendukung tawashshul. Menurutnya, ibadah adalah cara manusia
berhubungan dengan Tuhan. Usaha mencari perlindungan kepada batu, pohon dan
sejenisnya merupakan perbuatan syirik. Demikian juga bertawassul kepada orang
yang sudah mati atau kuburan orang suci sangat dilarang dalam Islam dan Allah
tidak akan memberikan ampunan bagi mereka yang melakukan perbuatan demikian.
Ini bukan berarti ziyarah kubur tidak diperkenankan, namun
perbuatan-perbuatanbid’ah, takhayul dan khurafat yang mengiringi ziyarah
semestinya dihindarkan agar iman tetap suci dan terpelihara (Ayman al-Yassini,
1995: 307-308).
Ketiga, sumber-sumber syari’ah
Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah
yang tak tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad melalui malaikat Jibril; ia
merupakan sumber paling penting bagi syari’ah. Ia hanya mengambil keputusan
berdasarkan ayat-ayat muhkamât dan tidak berani mempergunakan akal dalam
menafsirkan ayat-ayat mutasyâbihât.
Keempat, serupa dengan Ibn Taimiyah,
Wahhab menyatakan pentingnya negara dalam memberlakukan secara paksa syari’ah
dalam masyarakat yang otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang
harus bertindak atas dasar saran ulama dan komunitasnya. Jika seseorang menjadi
khalifah dengan konsensus komunitas Muslim, maka ia harus ditaati. Ia juga
memandang sah upaya penggulingan khalifah yang tidak kompeten oleh Imam yang
kompeten melalui kekerasan dan paksaan. Namun demikian, khalifah yang tidak
kompeten tetap harus dipatuhi sepanjang ia melaksanakan syari’ah dan tidak
menentang ajaran-ajaran Al-Qur’an dan sunnah.
Reformisme Muhammad Ibn Abdul
Wahhab memurnikan Islam dari segala bid’ah, takhayul dan khurafat, tampaknya
menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan Reformisme yang terjadi di dunia Muslim
dari waktu ke waktu. Di negara Arab sendiri ajaran-ajaran Wahhab kemudian
menjadi Wahhabi karena dukungan Ibn Saud dan putranya Abdul Aziz.
Muhammad bin `Abdul Wahab telah
menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya
diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi
sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdul
Wahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206
H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.
2. Jamaluddin Al-Afghani (1838/1839-1897)
Nama panjang beliau adalah
Muhammad Jamaluddin Al Afghani, dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun
1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang
nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi hadits yang
masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Meskipun lahir di Afghanistan, ia berasal dari keluarga
Syi’ah Iran. Namun, tidak ada bukti yang menguatkan bahwa ia mengidentifikasi
dirinya sebagai seorang Syi’ah. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah
kelahirannya, yakni Asadabad. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di kota-kota
suci kaum Syi’ah pada 1805. Di sinilah ia banyak dipengaruhi para filosof
rasionalis Islam seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi.
Pada usia 8 tahun Al-Afghani
telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempelajari
bahasa Arab, sejarah, matematika, filsafat, fiqih dan ilmu keislaman lainnya.
Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu
pengetahuan meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi,
matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius
yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.
Setelah membekali dirinya dengan
seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis),
Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke
India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya.
Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk
ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan
terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting
ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857.
Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Sepulang dari haji, Afghani
pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost
Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya.
Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan
kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost
terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Perjalanan hidup Jamaluddin
sebenarnya lebih mirip seorang politik dari pada pembaharu Islam (L. Stoddard,
1921: 21). Hal ini terbukti dari aktivitas yang ia lakukan. Pada umur 22 tahun
ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Pada 1864 ia
menjadi penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat menjadi
perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan.
Meninggalkan Kabul, Afghani
berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher
Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur
Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869
Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh
pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin
India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani
akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah
India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang
bergolak.
Jamaluddin pernah tinggal di
India meskipun tidak lama. Setelah itu
menetap di Mesir dari 1871 hingga l879 dengan bantuan dana Riyad Pasha.
Di kota ini, ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan memperkenalkan penafsiran filsafat Islam. Ketika Mesir
berada dalam krisis politik dan keuangan pada akhir 1870, tokoh ini mendorong
para pengikutnya untuk menerbitkan surat kabar politik. Ia banyak memberikan
ceramah dan melakukan aktivitas politik sebagai pemimpin gerakan bawah tanah.
Para pengikutnya antara lain Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul, dan
Ya’kub Sannu. Pada 1889 ia membentuk partai Hizbul Wathani dan berhasil
menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail, meskipun kemudian ia diusir oleh
penguasa baru Tawfik (Harun Nasution,
1975: 54-55).
Kemudian, Jamaluddin pergi ke
Paris dan bersama-sama muridnya yang bernama
Muhammad Abduh, menerbitkan majalah al-‘Urwah al Wutsqa. Pada tahun 1884
pergi ke Inggris untuk berunding dengan Sir Henry Drummond Wolff tentang
masalah Mesir. Dua tahun kemudian, pergi ke Iran untuk membantu penyelesaian
sengketa Rusia dan Iran. Akhirnya diusir keluar Iran oleh penguasa Syah Nasir
al-Din karena perbedaan faham.
Sultan Ottoman Abdul Hamid II
mengundang Jamaluddin ke Istambul untuk membantu pelaksanaan politik Islam yang
direncanakan Istambul. Pengaruh Jamaluddin yang cukup besar, membuat Abdul
Hamid khawatir jika posisinya akan terongrong. Selanjutnya Abdul Hamid
mengeluarkan kebijakan untuk membatasi aktivitas politik Jamaluddin. Di kota
inilah Jamaluddin tinggal hingga akhir hayatnya, meninggal pada 1897 karena penyakit kanker.
Meskipun karirnya lebih
menggambarkan sebagai tokoh politik, Jamaluddin al-Afghani telah berjasa memberikan
kontribusi bagi Reformisme Islam modern. Pengalamannya berkelana ke
Negara-negara Barat, membawa pada suatu
kesimpulan bahwa dunia Islam dalam keadaan mundur, sementara Barat
mengalami kemajuan. Ini mendorongnya untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
Pemikiran Reformismenya didasarkan pada keyakinan bahwa Islam adalah agama yang
sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan keadaan. Jika ada pertentangan, perlu
dilakukan penyesuaian dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran
Islam. Kemunduran umat Islam, menurutnya, disebabkan karena mereka statis,
taqlîd dan fatalis. Umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya,
al-Islâm mahjûbun bi al-Muslim. Umat Islam juga terbelakang dari segi
pendidikan dan kurang pengetahuan mengenai dasar-dasar ajarannya, serta lemah
rasa persaudaraan akibat perpecahan internal.
Untuk mengatasi keterbelakangan
dan kemunduran tersebut, Jamaluddin mengemukakan dan memperjuangkan gagasan
Reformismenya meliputi:
pertama, dari sudut pandang Islam tradisional,
Jamaluddin mengemukakan pentingnya kepercayaan pada akal dan hukum alam, yang
tidak bertentangan dengan kepercayaan pada Tuhan. Jamaluddin mengajarkan hal
yang dibela oleh para filosof, mendakwahkan agama dan rasionalisme kepada
massa, serta hukum alam pada para elite Muslim. Ia berusaha mengelaborasi
interpretasi Islam modernis dan pragmatis (Nikki R. Keddie, 1995: 25-27).
Kedua, Jamaluddin berhasil
mendukung kebangkitan nasionalisme di Mesir dan India. Dikombinasikan dengan
aktivitas anti-Inggris inilah yang membuat Jamaluddin semakin populer di dunia
Islam saat itu. Maka jasanya adalah
memberikan kontribusi pemikiran Islam modern khususnya berkenaan dengan
politik (Nikki R. Keddie, 1995: 25-27).
Ketiga, Jamaluddin menyatakan
ide tentang persamaan antara pria dan wanita dalam beberapa hal. Wanita dan
pria sama kedudukannya, keduanya mempunyai akal untuk berpikir. Tidak ada
halangan bagi wanita untuk bekerja di luar rumah, jika situasi menuntut semacam
itu. Dengan demikian, Jamaluddin menginginkan agar wanita juga meraih kemajuan
dan bekerjasama dengan pria untuk mewujudkan umat Islam yang maju dan dinamis (
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 300).
Afghani menghabiskan sisa
umurnya dengan berpetualang keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu
Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa
dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia). Afghani
menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak tahun
1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul
Turki dan dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944.
Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani : Sejarah, Risalah dan
Prinsip-prinsipnya”, menyatakan bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun dan
ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk
membinasakannya.
BAB
VI
KONTRIBUSI
ISLAM DALAM SEJ ARAH PERADABAN BARAT
Kehidupan saat ini tidak dapat
lagi dipisahkan dari peran peradaban Barat. Hampir seluruh aspek kehidupan dibentuk
atas dasar pemikiran Barat. Ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, politik dan sebagainya sebagian besar diadopsi dari peradaban bangsa Barat.
Sehingga tidak salah jika kemudian masyarakat mengatakan; “kemajuan peradaban
dunia saat ini di bawah kendali bangsa Barat.”
Perlu diketahui bersama
bahwasanya dibalik kejayaan peradaban Barat saat ini, ada sebuah realitas
sejarah yang banyak tidak diketahui dunia atau bahkan memang sengaja
“ditutup-tutupi” oleh bangsa Barat karena dikhawatirkan dapat menjadi boomerang
yang dapat meluluh lantahkan profil kamajuan peradaban Barat di mata dunia. Ya,! Sebuah realitas sejarah
yang mengatakan bahwa; kemajuan peradaban bangsa Barat saat ini adalah karna
“jasa dan pengorbanan” para ilmuwan muslim abad
pertengahan.
Konon, tepatnya pada abad ke
XIII M, terjadilah sebuah invasi bangsa Mongol yang dahsyat lagi kejam. Invasi
tersebut dimulai pada tahun 1206, dipimpin oleh Jengis Khandan dan anak
keturunannya . Sebagai akibat dari kebengisan bangsa Mongol, hampir tidak ada
sebuah peradaban yang tersisa di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Eropa timur.
Kemudian Pada tahun 1258,
pasukan Bangsa Mongol mulai mengincar pusat peradaban Islam di Baghdad. Mereka
mengubah keindahan kota menjadi puing-puing reruntuhan. Mereka ubah Masjid
menjadi kandang kuda, merobohkan rumah sakit dan universitas, merusak sistem
irigasi peninggalan Mesopotamia yang dibuat ribuan tahun silam, menginjak-injak
mushaf Al-Qur’an, membakar perpustakaan dan menumpuk serta menghanyutkan ribuan
buku-buku dan manuskrip-manuskrip tulisan ulama-ulama terdahulu di sungai
Tingris sebagai batu loncatan agar mereka bisa mencapai sisi sebelah barat
sungai.
Begitu parahnya kerusakan yang
mereka timbulkan, sehingga banyak para sejarawan yang menganggap bahwa penghancuran
kota Baghdad sebagai pusat intelektual dan kekhilafahan Dinasti Abbasiah tahun
1258, sebagai peristiwa “kemunduran” Era Kejayaan Islam abad pertengahan.
Setelah berhasil
memporak-porandakan pusat Kekhilafaan Islam di Baghdad dan berhasil mencapai sisi
sebelah barat sungai, mereka kemudian meneruskan invansinya ke arah barat
menuju Mesir dan Mediterania. Namun beruntung, pada tahun 1260 pasukan Islam
dari Dinasti Mamluk dapat menghalau tindakan biadab mereka hingga akhirnya
mereka menghentikan invansinya.
Seandainya pasukan islam tidak
berhasil mengahalau mereka kala itu, kemungkinan seluruh wilayah yang menjadi
pusat peradaban dunia seperti Roma, Mesir, Andalusia, Bizantum, dan Eropa Barat
juga akan musnah. Nah, jika itu terjadi; akankah bangsa Barat bisa mengukir
kejayaan dan kemajuan seperti saat ini?.
Inilah realitas sejarah yang sampai
saat ini belum dibuat clear oleh bangsa Barat. Bahkan sebenarnya, jauh sebelum
peradaban Barat mengukir prestise keilmuwan di mata dunia, peradaban Islam
melalui cendikiawan-cendikiawan hebat seperti Ibnu Shina (Avicenna), Albiruni,
Al-Battani (Albategnius) dan cendekiawan lainnya, telah lebih dulu membangun
citra keilmuwan peradaban Islam lebih beberapa tingkat dari peradaban Barat
saat ini. Namun, lagi-lagi bangsa Barat enggan mengakui prestise gemilang ini
bahkan kian membuatnya terkikis dari mata dunia.
Betapa hebatnya pengaruh peradaban
Islam terhadap alur kemajuan peradaban Barat saat ini. Mestinya mereka “tahu
diri” dan berterimakasih pada Islam atas sumbangsih yang telah mereka berikan,
bukan malah menginjak-injak martabat
orang Islam dan kian pongah dengan
eloknya kemajuan yang mereka dapatkan saat ini.
BAB
V
Dampak
Kemajuan Barat atas Dunia Islam
A.
Dampak Kemajuan Barat atas Dunia Islam
Pada masa Renaisans Eropa
meneliti jalan untuk menuju kemajuan. Mereka
mengalami masa kebangkitan. Berbagai keberhasilan di capai oleh mereka.
Christoper Colombus menemukan Benua Amerika pada tahun 1492 M. Vasco da Gamma
menemukan Tanjung Harapan pada tahun 1498 M. Karena dua penemuan ini maka
bangsa Eropa menghindari monopoli lalu lintas perdagangan yang di kuasai umat
Islam.
Pada waktu itu bangsa Eropa
menghadapi sebuah kekuatan yang dipandang mereka masih kuat. Kekuatan itu adlah
Kerajaan Turki Usmani. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kerajaan Turki menjadi negara adikuasa dalam beberapa ratus
tahun lamanya. Sistem perdagangan mereka menguasai jalur perdagangan yang
menghubungkan Timur dan Barat.
Beberapa penemuan yang
menjadikan bangsa-bangsa Eropa melampaui umat Islam adalah sebagai berikut.
1. Bangsa-bangsa Barat berhasil menciptakan
mesin uap
2. Bangsa-bangsa Barat mampu menciptakan
teknologi perkapalan
3. Teknologi senjata militer
Tumbuhnya Semangat Nasionalisme Dunia Islam
dan Tumbuhnya Partai untuk kemerdekaan Negaranya
Bangsa-bangsa Eropa yang telah
maju dalam segala bidang sengaja melakukan perebutan kekuasaan terhadap kaum
muslimin. Pihak yang paling dirugikan adalah Turki Usmani. Melihat kemajuan
yang dicapai bangsa Eropa, Turki menyadari bahwa kaum muslimin telah tertinggal
jauh. Oleh sebab itu, mereka melakukan pembaruan. Caranya dengan belajar dari
bangsa-bangsa Eropa. Pembaruan dilakukan dengan cara :
1. Pemurnian Ajaran Agama
Pemurnian ajaran agama dilakukan
karena beberapa alasan. Di antaranya bahwa Islam telah mundur dari peradaban
dunia. Penyebabnya karena umatnya tidak menjalankan agama sesuai dengan
Al-qur’an dan Hadits. Untuk itu, sikap beragama mereka harus diluruskan. Di
antaranya gerakan yang hendak melakukan pemurnian agama adalah sebagai berikut:
1)
Gerakan
Wahabiyah yang dipelopori Muhammad ibn Abdul wahab (1703-1787 M) di Arabia
2)
Syekh
Waliyullah (1703-1762 M) di India
3)
Gerakan
Sanusiyah yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusia di Afrika Utara.
2. Belajar dari peradaban barat
Penguasa Turki banyak mengirim
para pelajar ke negara-negara Eropa. Mereka dikirim ke Prancis dan Inggris.
Begitu pula penguasa Mogul India. Mereka melakuka studi untuk mengambil ilmu
bangsa Eropa. Setelah kembali ke negerinya mereka harus mengembangkan apa yang
mereka dapat dari Eropa.
3. Gerakan Penerjemahan Buku-buku Eropa ke dalam
Bahasa Islam
Gerakan pembaruan dilakukan
secara tidak sadar masuk dalam dunia politik. Untuk itu, beberapa gerakan
tersebut berusaha mengambil alih kekuasaan dari penguasa lama. Dengan dalih
melakukan reformasi dan revolusi, mereka memaksakan keinginan gerakannya untuk
berkuasa di wilayah-wilayah gerakan. Dari gerakan ini timbul semangat Pan
Islamisme (persatuan Islam sedunia).
Tokoh
yang pertama kali menggagas Pan Islamisme dalam Islam adalah Jamaluddin Al
Afgani. Selanjutnya, gagasan Pan Islamisme meluas ke seluruh negeri-negeri
Islam. Akan tetapi, semangat Pan Islamisme meredup seiring degan kekalahan
Turki dalam Perang Dunia I.
Di Mesir gerakan nasionalisme
tumbuh berdasarkan persamaan bahasa. Gerakan ini merebak ke Syiria, Libanon,
Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein, dan Kuwait. Para cendikia yang
berada di wilayah-wilayah tersebut memiliki cita-cita untuk menyatukan Arab
dalam satu negara Arab. Namun,cita-cita mereka tidak dapat tercapaikan.
Di Indonesia muncul gerakan
nasionalisme yang dipelopori oleh partai Sarekat Islam (SI). Partai ini
dipelopori oleh HOS Cokroaminoto. Selanjutnya muncul beberapa partai, seperti
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno, Partai Pendidikan
Nasional (PNI baru) yang didirikan Mohammad Hatta, dan Partai Muslimin
Indonesia (PARMUSI) yang dipelopori oleh Mukhtar Lutfhi. Gerakan-gerakan partai
ini tumbuh dan berkembang untuk mewujudkan cita-cita melepaskan diri dari
penjajahan Barat.
Kemerdekaan Negara-Negara Mayoritas Islam
Adanya semangat nasionalisme
mengantarkan beberapa negeri islam melepaskan diri dari cengkraman penjajahan.
Negara mayoritas muslim pertama yang mampu melepaskan diri dari penjajahan
Barat adalah Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Indonesia melepaskan diri dari
penjajahan Jepang.
Negara Islam kedua yang berhasil
memerdekakan diri adalah Pakistan. Pada tanggal 15 Agustus 1947 Pakistan
memerdekakan diri dari penjajahan Inggris. Presiden pertama Pakistan adalah
Muhammad Ali Jinnah.
Selanjutnya, yang dapat
memerdekakan secara formal adalah Syiria, Jordanisa, dan Libanon pada tahun
1946. Kemerdekaan juga dicapai Mesir dan Irak tahun 1932. Namun, kemerdekaan
tersebut hanya secara formal, sedangkan penguasaan politik masih berada di
tangan Inggris. Mereka baru merasakan kemerdekaan secara nyata tahun 1958.
Libya mendapatkan kemerdekaan
dari Prancis pada tahun 1951. Sudan dan Maroko mendapatkan kemerdekaan dari
Prancis pada tahun 1956. Aljazair mendapatkan kemerdekaan dari Prancis pada
tahun 1962. Yaman Utara, Yaman Selatan, Emirat Arab mendapat kemerdekaan tahun
1962.
Malaysia dan Singapura mendapat
kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957, sedangkan Brunei Darussalam merdeka
pada tahun 1984 dari tangan Inggris. Uzbekistan, Tukmenistan, Kirghistan,
Kazakhstan, Tajikistan, dan Azerbaijan memerdekakan diri dari Uni Soviet pada
tahun 1992. Adapun Bosnia dapat memerdekakan diri dari tangan Yugoslavia pada
tahun 1992.
B. Respon Islam Terhadap Peradaban Barat
Modern
Apapun motif, model, dan pihak
yang terlibat konflik, realitas dunia yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan
yang dahsyat, dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah
korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang
yang semakin lebar antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu
tidak boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana
kelompok dominan sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas
kelompok yang didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan
beberapa kalangan, dialog atau melawan hegemoni.
Orang yang mengidealkan cara
dialog untuk menyelesaikan konflik peradaban atau kepentingan mungkin lupa
bahwa Barat adalah sesuatu yang sudah laten dalam tradisi relasi Barat –
non-Barat. Keinginan untuk mengajak Barat bersikap lebih adil.
Sudah saatnya kaum Muslim di
negara-negara berkembang bersikap kritis untuk melawan wacana global yang
diproduksi Barat. Termasuk wacana globalisasi yang selama ini diterima sebagai
sesuatu yang niscaya, harus dikritisi karena tersembunyi sebuah ideologi yakni non-liberalisme
yang dampaknya terhadap pembunuhan ekoniomi rakyat sangat luar biasa.
Memang patut untuk disayangkan
sikap beberapa kuam Muslim yang mengaku berfikir liberal tetapi sesunggunya
mereka telah menjadi terbaratkan. Misalnya saat mereka ramai-ramai menolak
penerapan syari’at Islam di Indonesia, yang mereka tawarkan tidak lain dan
tidak bukan adalah syari’at liberal yang jauh lebih menghancurkan bangsa ini.
Karena syariat liberal pada dasarnya adalah pembuka dan sekaligus legitimasi
rasional atas berbagai bentuk mutakhir penjajahan Barat atas negara berkembang,
termasuk Indonesia.
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda