Syirkah dan Mudharabah
MAKALAH
Syirkah dan
Mudharabah
Diajukan
untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Hukum Bisnis Islam
Dosen
Pengampu : Mawar Jannati Al Farisi, M.E
Disusun Oleh Kelompok 5 :
Adi Nurma (1415201003)
Fazar Sodik (1415201019)
M. Ibnu Hamdun (1414211023)
JURUSAN
AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 1440 H/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masyarakat sejak dahulu tidak terlepas
dari proses jual-beli dan kerjasama dalam bidang perekonomian. Dalam ilmu fiqih
tersapat macam-macam kerja sama dalam perekonomian yang memang penting untuk di
pelajari untuk kemaslahatan masyarakat atau umat. Dan apa bila akan ada
beberapa orang yang akan berserikat dalam kerjasama ini,maka tergantung ingin
berkerja sama dengan cara yang di ingin kan dan sesua dengan kemampuan individu
masing-masing dan ketentuan ketentuanya.
Syirkah merupakan salah satu kerjasama
antara pemilik modal dan seorang pekerja dannanti keuntugannya di bagi menurut
akadnya yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. sebab ada orang yang
mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda
perusahaan. Sistem ini telah ada sejak jaman sebelum islam karena megandung
nilai-nilai positif dan telah dikerjakan oleh Nabi SAW.( Sebelum
diangkat menjadi Rosull) dengan megambil modal dari khodijah sewaktu
berniaga kesam (Syiria). Terdapat beberapa bentuk kerja sama dalam pandagan
islam, yaitu Syirkah, mudarabah atau qiradh, musaqah, mujaraah, dan
muhabarah.Untuk mengetahui kejelasan dari bentuk-bentuk atau macam-macam
kerjasama di atas maka diperlukan kajian yang seksama. Untuk itu, akan dibahas
lebih jelas khususnya syirkah dan mudarabah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan Syirkah dan Mudarabah?
2. Bagaimana dasar
hukum Syirkah dan Mudarabah?
3. Apa saja
jenis-jenis Syirkah dan Mudarabah?
4. Bagaimana
penjelasan rukun dan syarat Syirkah dan Mudarabah?
5. Bagaimana
implementasi Syirkah dan Mudarabah dalam Lembaga Keuangan Syariah?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Syirkah
dan Mudarabah.
2. Untuk mengetahui dasar hukum Syirkah
dan Mudarabah.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Syirkah
dan Mudarabah.
4. Untuk mengetahui Rukun dan syarat
Syirkah dan Mudarabah
5. Untuk mengetahui implementasi
Syirkah dan Mudarabah dalam lembaga keuangan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syirkah
Secara bahasa
kata syirkah berarti al-ikhtilath (pencampuran) dan
persekutuan. Yang dimaksud dengan pencampuran disini adalah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk
membedakannya.
Adapun menurut istilah ada beberapa
definisi yang dikemukakan ulama:
1. Menurut
ulama Hanafiah
Syirkah yaitu, “Akad antar dua orang
yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
2. Menurut ulama
Malikiyah
Syirkah yaitu, “Izin untuk bertindak
secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka”.
3. Menurut Hasby
as-Shiddiqie
Syirkah yaitu, “Akad yang berlaku
antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam suatu usaha dan
membagi keuntungannya”.[1]
Jika dilihat dari tiga definisi diatas sesungguhnya
perbedaan hanya bersifat redaksional, namun secara esensial prinsipnya sama
yaitu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan
konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
B.
Dasar Hukum Syirkah
Syirkah
memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam islam. Sebab keberadaannya diperkuat
oleh al-Qur’an, hadits, ijma ulama. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya terdapat dalam al-Qur’an.
1. Surat an-Nisa ayat 12.
Artinya: “Maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga” (Q.S an-Nisa ayat 12)
2. Surat Saad ayat 24.
Artinya:
“Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal sholeh dan amat sedikit mereka itu”. (Q.S Saad Ayat 24)
Adapun dalam hadits, Rasulullah bersabda:
Artinya: “Aku
adalah orang ketiga dari dua hamba-Ku yang bekerjasama selama keduanya tidak
berkhianat. Jika salah satunya berkhianat, maka Aku akan keluar dari keduanya
dan penggantinya adalah syetan”. (HR. Abu Daud).
Berdasarkan sumber hukum diatas maka secara ijma para
ulama sepakat bahwa hukum syirkah yaitu boleh.[2]
C. Jenis-Jenis Syirkah
Syirkah merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggungsecara
bersama. Hukumnya sangat dianjurkanjika kedua belah pihak saling amanah, Haram
jika keduanya berkhianat. Para ulama fiqh membagi syirkah menjadi dua macam
yaitu:
1.
Syirkah Amlak (perserikatan dalam
kepemilikan)
Menurut sayyid sabiq, yang dimaksud dengan syirkah amlak
adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik
bersifat ikhtiari atau jabari. Artinya barang tersebut. Syirkah amlak dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Ikhtiari atau
disebut (syirkah amlak ikhtiari) yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan
hukum orang yang berserikat, seperti dua orang yang sepakat untuk membeli suatu
barang.
b. Jabari (syirkah
amlak jabari) perserikatan yang muncul secara paksa bukan keinginan orang yang
berserikat, seperti harta warisan.[3]
Hukum syirkah amlak menurut para fukaha, hukum
kepemilikan syirkah amlak di sesuaikan dengan hak masing-masing yaitu bersifat
sendiri-sendiri secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak menggunakan atau
menguasainya tanpa izin dari yang bersangkutan. Karena masing-masing mempunyai
hak yang sama.
2. Syirkah Uqud
(perserikatan berdasarkan akad)
Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad
untuk bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. kerjasama ini
didahului dengan transaksi penanaman modal dan kesepakatan pembagian
keuntungan.
a. Syirkah
al-Inan (penggabungan harta atau modal 2 orang atau lebih yang
tidak harus sama jumlahnya) boleh satu pihak memiliki modal lebih besar
daripihak lain. Demikian halnya, dengan beban tanggung jawab dan bekerja, boleh
satu pihak bertanggung jawab penuh sedangkan pihak lain tidak. Keuntungan
dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati sebelumnya, jika mengalami
kerugian resiko ditanggung oleh kedua pihak.
b. Syirkah
al-Mufawadhah (perserikatan modal dan bentuk kerja sama dari semua
pihak, baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata)
dalam syirkah al-mufawadhahini masing-masing pihak harus bekerja.
Menurut Sayyid Sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1) Jumlah modal
masing-masing sama, jika berbeda maka tidak sah.
2) Memiliki
kewenangan bertindak yang sama, maka tidak sah syirkah antara
anak kecil dengan orang dewasa.
3) Agama yang
sama, maka tidak sah syirkah antara muslim dengan non muslim.
4) Masing-masing
pihak dapat bertindak sebagai penjamin bagi yang lain atas apa yang dibeli
ataupun dijual.
c. Syirkah
al-Abdan ( perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya di bagi
bersama sesuai dengan kesepakatan). Artinya perserikatan antara dua orang atau
lebih untuk menerima suatu pekerjaan seperti tukang besi, dan tukang angkut.
d. Syirkah
al-Wujuh ( perserikatan tanpa modal) artinya dua orang atau lebih
membeli suatu barang tanpa modal, yang terjadi adalah hanya berpegang kepada
nama baik dan kepercayaan pra pedagang terhadap mereka. syirkah ini
adalah syirkah tanggung jawab tanpa kerja dan modal.
e. Syirkah
al-Mudarabah (bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang
yang punya keahlian dagang, dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi
bersama sesuai kesepakatan) adapun kerugia ditanggung oleh pemilik modal saja.
Menrut Hanabilah, mudarabah dapat dikatakan syirkah apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
Pihak-pihak yang berserikat cakap dalam
bertindak sebagai wakil.
2)
Modal berbentuk uang tunai.
3)
Jumlah modal harus jelas.
4)
Diserahkan langsung kepada pekerja
(pengelola) dagangan itu setelah disetujui.
D. Rukun
dan Syarat Syirkah
Rukun syirkah adalah
sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada
perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama
Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab(ungkapan
penawaran melakukan perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan).
Istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Contoh lafal ijab
kabul, seseorang berkata kepada partnernya “Aku bersyirkah untuk urusan ini”
partnernya menjawab “telah aku terima”. Jika ada yang menambahkan selain
ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang
yang berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi
termasuk syarat.[5]
Adapun
menurut Abdurrahman al-Jaziri rukun syirkah meliputi dua orang
yang berserikat, shigat, objek akad syirkah baik itu berupa
harta maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun syirkah sama
dengan apa yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas.
Jika dikaitkan dengan pengertian rukun
yang sesungguhnya maka sebenarnya pendapat al-Jaziri atau jumhur ulama lebih
tepat sebab di dalamnya terdapat unsur-unsur penting bagi terlaksananyasyirkah yaitu
dua orang yang berserikat dan objek syirkah. Adapun pendapat
Hanafiyah yang membatasi rukun syirkah pada ijab dan kabul
saja itu masih bersifat umum karena ijab kabul berlaku untuk semua transaksi.
Adapun syarat syirkah merupakan
perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakannyasyirkah. Jika
syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.[6]
Syarat-syarat yang berhubungan
dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian
berikut ini.
1. Sesuatu yang
bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun
dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
a.
yang berkenaan dengan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan,
b.
yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu
pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah,
sepertiga dan yang lainnya.
2.
Sesuatu yang bertalian dengan syirkah
mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi
yaitu :
a.
bahwa modal yang dijadikan objek
akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud)
seperti Junaih, Riyal, dan Rupiah,
b. yang dijadikan
modal (harta pokok) ada ketika akadsyirkah dilakukan, baik
jumlahnya sama mauoun berbeda.
3.
Sesuatu yang bertalian dengan
syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan
a.
modal (pokok harta) dalam syirkah
mufawadhah harus sama,
b.
bagi yang bersyirkah ahli
untukkafalah,
c. bagi yang
dijadikan onjek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada
semua macam jual beli atau perdagangan.
4.
Adapun syarat yang bertalian
dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah
mufawadhah.
Menurut
Malkiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah
merdeka, baligh, dan pintar (rusyd)
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang
sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkansyirkah yang
lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa
rukun syirkah adalah dua orang (pihak) yang berserikat,
shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja.
Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh Idris Ahmad berikut
ini:
a)
Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan
izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta
itu.
b)
Anggota serikat itu saling mempercayai,
sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya.
c)
Mencampurkan harta sehinga tidak dapat
dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya.[7]
E. Implementasi
Syirkah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Implementasi Syirkah dalam LKS harus memenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Proyek atau kegiatan usaha yang akan
dikerjakan feasible dan tidak bertentangan dengan syariah.
2.
Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama
memasukkan dana musyarakah, dengan ketentuan: Dapat berupa
uang tunai atau aset yang likuid. Dana yang
tertimbun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi dana usaha.
Musyarakah atau syirkah dalam
konteks perbankan merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank syariah (Islamic
Banking), atau beberapa keuangan secara bersama-sama, dan nasabah
untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Masing-masing memasukkan penyertaan dana
sesuai porsi yang disepakati. Pengelolaan kegiatan usaha, dipercaya kepada
nasabah. Selaku pengelola, nasabah wajib menyampaikan laporan berkala mengenai
perkembangan usaha kepada bank-bank sebagai pemilik dana. Disamping itu,
pemilik dana dapat melakukan intervensi kebijakan usaha.
Pembiayaan syirkah dalam dunia perbankan
syariah anatara lain adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan
dalam modal kerja; dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam
bidang konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa.
2) Pembiayaan investasi;
dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang industri.
F. Pengertian
Mudharabah
Mudharabah adalah memberikan modal dari
seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk
keduanya menurut perdamaian (perjanjian) antara keduanya sewaktu akad, dibagi
dua atau dibagi tiga seumpamanya.[9]
Mudharabah juga di definisikan sebagai
akad kerjasama antara dua pihak, yaitu pihak pertama yang menyediakan seluruh
modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, kerugian tersebut akan ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian pengelola.
Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, pengelola bertanggung jawab
mengatasinya.[10]
Rasulillah Saw. telah melakukannya,
beliau mengambil modal dari Siti Khadijah sewaktu beliau berniaga ke Syam.
Begitu pula ijma’ sahabat.
G. Hukum
Mudharabah
Mudharabah mempunyai landasan dari Al-Quran, al-Sunnah,
Ijma’ dan qiyas. Mudharabah hukumnya adalah mubah (boleh), sebagaimana firman
Allah swt :
1.
Firman Allah dalam surat al-Muzammil
ayat 20
Artinya: “…berkeliaran di muka bumi
mencari karunia Allah”
2.
Q.S Al-Jumu’ah ayat 10
Artinya:
“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.
3.
Q.S Al Baqarah, ayat 198
Artinya: Tiada
dosa atas kamu sekalian akan mencari kelebihan dari Tuhanmu. (QS. Al Baqarah
ayat 198).
Pada dasarnya ayat-ayat diatas tidak secara langsung
menjelaskan atau melegitimasi akad mudharabah, hanya saja secara maknawi
mengandung arti kegiatan ekonomi melalui mudharabah. Dengan demikian, ayat-ayat
tersebut bisa dijadikan landasan hukum akad mudharabah. Landasan dari al-Sunnah
antara lain adalah sebagai berikut:
a) Hadis riwayat
Imam baihaqi dari Ibnu ‘Abbas:
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas bin
Abdul Muthalib jika memberikan dan ake mitra usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, maka yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat
tersebut kepada Rasulullah Saw. pun, membolehkannya.”
b) Hadits riwayat
Ibnu Majjah
“Dari Shuhaib, ra., : Bahwasanya
Rasulullah saw, bersabda: “ada tiga hal yang didalamnya berisi berkah, yaitu:
“jual-beli dengan kontan, menyerahkan permodalan dan mencampur gandum dengan
sya’ir untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual”.[11]
Mudharabah
sewaktu-waktu boleh difasakh (dibubarkan) oleh yang punya modal atau oleh orang
yang diserahi pekerjaan itu. Jika salah satu orang dari mereka meninggal atau
gila, maka qiradl itu batal.[12]
H. Jenis-jenis mudharabah
Secara garis besar mudharabah dibagi
menjadi dua yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah. Dalam akad mudharabah mutlaqah pengelola modal
di beri keleluasaan dalam mengelola dan menjalankan modal. Keleluasaan
menentukan jenis usaha, termasuk lokasi, dan tujuan usah. Pemilik modal tidak
menentukan jenis usaha yang harus dijalankan oleh pengelola modal.
Sementara dalam akad mudharabah muqayyadah,
pemilik modal sudah menentukan usaha yang harus dijalankan oleh pengelola
modal. Oleh karena itu dia harus menjalankan usaha sesuai dengan kesepakatan
dengan pemilik modal saat akad. Jenis usaha, lokasi, jangka waktu, dantujuan
usaha harus sesuai dengan kesepakatan dan apa yang telah ditentukan oleh
pemilik modal.
Ketentuan-ketentuan dalam akad
mudharabah. Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh
masing-masing pihak yang melaksanakan akad mudharabah. Ketentuantersebut
sebagai berikut:
1) Pada akad mudharabah
mutlaqah, pengelola modal tidak diperbolehkan melakukan
tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara’.
2) Pada akad mudharabah muqayyadah, pengelola
modal dalam pengelolaan modal tidak diperbolehkan menjalankan modal diluar
usaha yang telah ditentukan bersama dengan pemilik modal.
3) Bagi pengelola
modal tidak diperbolehkan mengambil atau berhutang dengan menggunakan uang
modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik modal.
4) Bagi pengelola
modal tidak diperbolehkan untuk membeli komoditi atau barang yang harganya
lebih tinggi dari modal yang telah di sediakan.
5) Bagi pengelola
modal tidak diperbolehkan mengalihkan modal kepada orang lain dengan akadmudharabah,
atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad mudharabah.
6) Bagi pengelola
modal tidak diperbolehkan mencampur modal dengan harta miliknya.
I. Rukun dan
Syarat Mudharabah
Akad mudharabah yang sah harus memenuhi
rukun dan syaratnya. Rukun mudharabah ada lima, yaitu pemilik modal (sahibul
mal), pelaku usaha atau pengelola modal (mudarib), modal (ra’sul
mal), pekerjaan pengelola modal, (al-‘amal) dan
keuntungan (al-ribh). Penggunaan modal pada dasarnya untuk
perdagangan, namun pada praktiknya tidak selalu digunakan untuk bidang perdagangan,
akan tetapi juga ada yang digunakan untuk usaha dalam bidang jasa.
Mudharabah yang sah harus memenuhi
syarat. Syarat yang melekat pada rukunnya. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:
Pertama, syarat yang
terkait dengan para pihak yang berakad. Kedua belah pihak yang berakad, pemilik
modal (sahibul mal) dan pengelola modal (mudarib) harus
cakap bertindak atau cakap hukum. Berakal dan baligh, dalam akad mudharabah kedua
belah pihak yang berakad tidak disyaratkan harus muslim.
Kedua, syarat yang
terkait dengan modal adalah sebagai berikut:
a. Modal harus
berupa uang atau mata uang yang berlaku di pasaran. Menurut mayoritas ulama
modal dalam mudharabah tidak boleh berupa barang, baik
bergerak maupun tidak.
b. Modal harus
jelas jumlah dan nilainya. Ketidakjelasan modal akan berakibat pada
ketidakjelasan keuntungan, sementara kejelasan modal merupakan syarat sah mudharabah.
c. Modal harus
berupa uang cash, buka piutang. Berdasarkan syarat ini,
maka mudharabah dengan modal berupa tanggungan utang pengelola
modal kepada pemilik modal.
d. Modal harus ada
pada saat dilaksanakannya akad mudharabah.
e. Modal harus
diserahkan kepada pihak pengelola modal atau pengelola usaha (mudarib), bila
modal tidak diserahkan maka akad mudharabah rusak.
Persyaratan yang terkait dengan
keuntungan atau laba dalam akad mudharabah adalah sebagai
berikut:
a. Jumlah
keuntungan harus jelas. Selain itu, proporsi pembagian hasil antara pemilik
modal dan pengelola modal harus jelas, karena dalam mudharabah yang
menjadi ma’qud alaih atau obyek akad adalah laba atau
keuntungan, bila keuntungan atau pembagiannya tidak jelas maka akad diangap
rusak. Proporsi pembagian hasil misalnya 50:50, 60:40, 65:35 dan seterusnya.
b. Sebagai
tambahan untuk syarat pada poin satu di atas, disyaratkan juga bahwa proporsi
atau presentase pembagian hasil dihitung hanya dari keuntungan, tidak termasuk
modal.
c. Keuntungan
tidak boleh dihitung berdasarkan presentase dari jumlah modal yang
diberikan sahibul mal. Penghitungan bagi hasil harus
berdasarkan keuntungan yang didapat.
d. Tidak boleh
menentukan jumlah tertentu untuk pembagian hasil, misalnya Rp. 1.000.000, Rp. 5.000.000 dan
seterusnya. Karena keuntungan atau hasil yang akan diperoleh belum diketahui
jumlahnya. Oleh karena itu, maka pembagian hasil berdasarkan presentase, bukan
berdasarkan jumlah tertentu.
J. Implentasi Mudharabah dalam
Lembaga Keuangan Syariah
1. Pengertian
(dalam Konteks Pembiayaan)
a. Keuntungan
usaha dibagi berdasarkan perbandingan nisbah yang telah
disepakati dan pada akhir periode kerja sama nasabah harus mengembalikan semua
modal usaha lembaga keuangan.
b. Dalam hal
terjadi kerugian, maka akan menjadi tanggungan lembaga keuangan, kecuali bila
kerugian diakibatkan oleh kelalaian nasabah. Untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kerugian, lembaga keuangan harus memahami karateristik risiko usaha
tersebut dan kerja sama dengan nasabah untuk mengatasi berbagai masalah.
2. Aplikasi (dalam Konteks Pembiayaan)
a.
Pembiayaan modal kerja; modal bagi
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, perdagangan, dan jasa.
b.
Pembiayaan investasi; untuk
pengadaan barang-barang modal, aktiva tetap dan sebagainya.
c.
Pembiayaan investasi khusus; bank
bertindak dan memosisikan diri sebagai arranger yang
mempertemukan kepentingan pemilik dana, seperti yayasan dan lembaga keuangan
non-bank, dengan pengusaha yang memerlukan.
3. Praktik
Pembiayaan Mudharabah
Penempatan dana dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan
berakad jual beli maupun syirkahatau kerja sama bagi hasil. Jika
pembiayaan berakad jual beli (bai’bil tsaman al-ajiil dan murabahah),maka
bank akan mendapatkan margin keuntungan. Pembagiannya tidak begitu rumit.
Namun, jika pembiayaan berkaitan dengan akad syirkah (musyarakah dan
mudharabah), maka pembiayaan ini membutuhkan perhitungan-perhitungan
yang cukup njlimet.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah
pihak dalam pembiayaanmudharabah (bagi hasil), yaitu (a) nisbah
bagi hasil yang disepakati, (b) tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat.
Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan melakukan
perhitungan nisbah yang ada dijadikan kesepakatan pembagian
pendapatan.
4. Cara
Menentukan Nisbah
Nisbah merupakan faktor penting dalam
menentukan bagi hasil. Sebab, nisbah merupakan aspek yang
disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk
menentukannisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek: data
usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual
bisnis, tingkat return yang diharapkan, nisbah pembiayaan
dan distribusi pembagian hasil.
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis pembiayaan mudarabah yang
dipilih. Ada dua jenis pembiayaan mudarabah, yaitu mudarabah
mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Nisbah bagi hasil
pembiayaan mudarabah mutlaqah
Pembiayaan mudarabah
mutlaqah adalah pembiayaan yang memiliki dana tidak diminta syarat,
kecuali syarat baku untuk berlakunya kontrak mudarabah. Untuk
ini, nisbah dibuat berdasarkan metode expected profit
rate (ERP). ERP diperoleh berdasarkan (1) tingkat keuntungan rata-rata
pada industri sejenis; (2) pertumbuhan ekonomi; (3) dihitung dari nilai requeired
profit rate (RPR)yang berlaku di bank yang bersangkutan.
b. Nisbah bagi hasil
pembiayaan mudarabah muqayyadah
Pada pembiayaan jenis ini, nasabah
menuntut adanya nisbah yang sebanding dengan situasi bisnis
tertentu. Dengan kata lain, pada kontrak pembiayaan mudarabah
muqayyadah pemilik dana menambah syarat lain di luar syarat
kebiasaan mudarabah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa kata syirkah
berarti al-ikhtilath (pencampuran) dan
persekutuan. Secara istilah, syirkah merupakan bentuk kerja sama antara dua
orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya
ditanggung secara bersama. Sedangkan Mudharabah
adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha,
sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut perdamaian (perjanjian) antara
keduanya sewaktu akad, dibagi dua atau dibagi tiga seumpamanya.
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat
kuat dalam islam. Sebab keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadits, ijma
ulama. Dan Mudharabah mempunyai landasan dari
Al-Quran, al-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.
Syirkah dibagi menjadi dua
yaitu Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) dan Syirkah
Uqud (perserikatan berdasarkan akad) sedangkan Secara garis besar mudharabah dibagi
menjadi dua yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah. Akad mudharabah yang sah harus memenuhi rukun dan
syaratnya.
Rukun syirkah adalah
sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada
perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah.Menurut ulama
Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan
penawaran melakukan perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan).
Adapun menurut Abdurrahman al-Jaziri rukunsyirkah meliputi dua
orang yang berserikat, shigat, objek akad syirkah baik itu
berupa harta maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun syirkah sama
dengan apa yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas. Adapun syarat syirkah merupakan
perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah. Jika
syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut
Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini: sesuatu yang bertalian
dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan
yang lainnya, sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta),
sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, dan adapun
syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan
syarat-syaratsyirkah mufawadhah. Menurut Malkiyah syarat-syarat
yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan
pintar (rusyd). Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang
sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang
lainnya batal. Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkahadalah
dua orang (pihak) yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik
harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh
Idris Ahmad berikut ini: Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin
masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu,
anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil
yang lainnya, mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak
masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya.
Rukun mudharabah ada lima, yaitu pemilik modal (sahibul
mal), pelaku usaha atau pengelola modal (mudarib), modal (ra’sul
mal), pekerjaan pengelola modal, (al-‘amal) dan keuntungan (al-ribh).Mudharabah
yang sah harus memenuhi syarat. Syarat yang melekat pada rukunnya.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, syarat
yang terkait dengan para pihak yang berakad, Kedua, syarat
yang terkait dengan modal, dan ketiga persyaratan yang terkait
dengan keuntungan atau laba.
Syirkah dalam konteks
perbankan merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank syariah (Islamic
Banking), atau beberapa keuangan secara bersama-sama, dan nasabah
untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Implementasi mudarabah dalam lembaga
keuangan syariah meliputi pengertian (dalam konteks pembiayaan), aplikasi
(dalam konteks pembiayaan), praktik pembiayaan mudharabah.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqi, Hasby. Pengantar
Fiqh Muamalah. 1984. Jakarta: Bulan Bintang.
Ghazaly ,Abdul Rahman
dkk, Fiqh Muamalat, 2010. Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP.
Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalah
Kontemporer. 2015. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Rasjid, H.Sulaiman. FIQIH
ISLAM (Hukum fiqih Islam). 2015. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rifa’I, Moh. Ilmu Fiqih Islam
Lengkap. 1978. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah.
2005. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wardiah, Mia Lasmi. Dasar-dasar
Perbankan.2013. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh
al-Islamy wa Adillatuhu. 2005. Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir.
[1]
Hasby Ash-Shiddieqi, Pengantar
Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984). hlm 89.
[3]
Imam Mustofa, Fiqih
Mu’amalah Kontemporer, (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2015), hlm. 110.
[4]
Abdul
Rahman Ghazali dkk, hlm. 131-132.
[5] Wahbah
Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr
al-Muashir, 2005), hlm.804.
[7]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.127-129.
[9]
H.Sulaiman
Rasjid, FIQIH ISLAM (Hukum fiqih Islam), (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2015), hlm. 299-300
[11]
Imam
Mustofa, hlm. 129-130.
[12] Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1978). hlm 419-420.
[13]
Imam Mustofa, hlm.134-135.
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda