Transplantasi Organ Tubuh
MAKALAH
Transplantasi
Organ Tubuh
Diajukan
untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen
Pengampu : Akhmad Shodikin, M.HI
Disusun Oleh :
Fazar Sodik (1415201019)
Rohilatul Hawa (1415201063)
Semester
VII (Tujuh)
JURUSAN
AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 1440 H/2018 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Transplantasi
ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
. pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang
memerlukan, walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan, yaitu untuk orang
yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.
Dalam
pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak terkait dengannya: pertama,donor,
yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk
dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi
kelainan. Kedua: resepien, yaitu orang yang menerrima organ
tubuh dari donor yang karena satu dan lain ha, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim
ahli, yaitu para dokter yangmenangani operasi transplantasi dari pihak donor
kepada pasien.
Transplantasi
organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah dikaji oleh para
fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini adalah anak
kandung dari kemajuan ilmiah dalam bidang pencangkokan anggota tubuh, dimana
para dokter modern bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam memindahkan
organ tubuh dari orang yang masih hidup/ sudah mati dan mencangkokkannnya
kepada orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak karena sakit dan
sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada
tempatnya sebelum di ambil.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan
transplantasi?
2. Apa macam-macam transplantasi organ?
3. Bagaimanakah transplantasi Organ
yang di Perbolehkan?
4. Bagaimanakah transplantasi Organ
yang tidak diperbolehkan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan transplantasi.
2. Untuk mengetahui macam-macam
transplantasi organ
3. Untuk mengetahui transplantasi organ
yang diperbolehkan.
4. Untuk mengetahui transplantasi organ
yang tidak diperbolehkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Transplantasi Organ Tubuh
Pencangkokan atau transplantasi adalah pemindahan organ
tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang
tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan
prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.[1]
Pencangkokan
organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada waktu ini adalah: Mata, Ginjal dan
jantung. Karena ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya untuk
manusia, terutama sekali ginjal dan jantung. Mengenai donor mata pada dasarnya
dilakukan, karena ingin membagi kebahagiaan kepada orang yang belum pernah
melihat keinadahan alam ciptaan Allah ini ataupun orang yang menjadi buta
karena penyakit.
Ada 3
(tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan sendiri -
sendiri, yaitu;
a. Donor dalam keadaan hidup sehat.
Tipe ini memerlukan seleksi cermat dan general check Up, baik terhadap donor
maupun terhadap penerima (resepient), demi menghindari kegagalan transplantasi
yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resepien, dan sekaligus mencegah
resiko bagi donor.
b. Donor dalam hidup koma atau di duga
akan meninggal segera. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan
alat control dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernapasan
khusus. Kemudian alat-alat tersebut di cabut setelah pengambilan organ tersebut
selesai.
c. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini
merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan
donor dianggap meninggal secara medis dan yudiris dan harus diperhatikan pula
daya tahan organ tubuh yang mau di transplantasi.[2]
B.
Macam-macam
Cara Melakukan Transplantasi Organ Tubuh
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe
mempunyai permasalahan sendiri, yaitu:[3]
1. Donor
dalam keadaan hidup dan sehat.
Tipe
ini memerlukan seleksi yang cermat dan general
chek up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap). Baik terhadap donor maupun
terhadap penerima (resipien), demi
menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh
resipien, dan sekaligus untuk
mencegah risiko bagi pendonor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000 donor
meninggal, dan si donor juga bisa merasa was-was dan tidak aman (insecure), karena menyadari bahwa dengn
menyumbangkan organ tubuhnya, maka ia tidak akan memperoleh kembali seperti
sedia kala.
Apabila
melakukan donor dalam keadaan hidup, sebagaimana menurut hemat penulis, Islam
tidak membenarkan atau melarang, alasannya yaitu sebagai berikut:[4]
a. Firman
Allah SWT.
ولا تلقوا بايديكم الى
التهلكه
“Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan”.[5]
Ayat ini mengingatkan
manusia agar tidak gegabah dalam berbuat sesuatu yang dapat berakibat fatal
bagi dirinya, sekalipun mempunyai tujuan kemanusiaan yang luhur.
b. Kaidah
hukum Islam
درء المفاسد مقدم على
جلب المصالح
“Menghindari kerusakan atau risiko lebih didahulukan atas
menarik kemashlahatan”.
Misalnya menolong orang dengan cara
mengorbankan diri sendiri yang berakibat ftal, tidak diperbolehkan oleh Islam.
الضرر لا يزال بالضرر
“Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya”.
2. Donor
dalam keadaan hidup koma atau diduga akan meninggal segera.
Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh
donor memerlukan alat control dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan
alat pernafasan khusus. Kemudian alat penunjang kehidupan tersebut dicabut,
setelah selesai proses pengambilan organ tubuhnya. Hanya kriteria mati secara
medis/klinis dan yuridis perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas. Aoakah
criteria mati itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan[6]
ataukah ditandai dengan berhentinya fungsi otak[7].
Penegasan
mati secara klinis dan yuridis itu sangat penting bagi dokter sebagai pegangan
dalam menjalankan tugasnya, sehingga ia tidak khawatir dituntut melakukan
pembunuhan berencana oleh keluarga yang bersangkutan sehubungan dengan praktek
transplantasi itu. Apabila melakukan transplantasi organ oleh pendonor yang
dalam keadaan koma atau hampir meninggal, maka Islampun tidak megizinkan,
karena:[8]
a. Hadits
Nabi
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak
membuat madhorot pada dirinya, dan tidak boleh pula membuat madhorot pada orang
lain”.[9]
Misalnya orang yang
mengambil organ tubuh seseorang donor yang belum meninggal secara klinis dan
yuridis untuk transplantasi berarti ia membuat madhorot kepada donor dengan
mempercepat kematiannya.
b. Manusia
wajib berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya, demi mempertahankan hidupnya,
tetapi hidup dan mati itu ditangan Allah,. Karena itu, manusia tidak boleh
mencabut nyawanya sendiri (bunuh diri), atau mempercepat kematian kematian
orang lain, sekalipun dilakukan oleh dokter dengan maksud untuk mengurangi dan
menghentikan penderitaan si pasien.
3. Donor
dengan keadaan mati (meninggal dunia).
Tipe
ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan
kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis, dan harus
memperhatikan pula daya tahan organ tubuh yang mau diambil untuk transplantasi.[10]
Sampai saat ini
transplantasi orgn tubuh yang banyak dibicarakan dikalangan ilmuwan dan
agamawan/rohaniawan adalah mengenai tiga macam organ tubuh, yaitu mata, ginjal
dan jantung. Hal ini dapat dimaklumi, Karena dari segi struktur anatomis
manusia, ketiga organ tubuh tersebut sangatlah vital bagi kehidupan manusia.
Namun sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan modern dan teknologi yang
semakin canggih, maka di masa yang akan datang, transplantasi mungkin juga
berhasildilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mulai dari mulai dari kaki
dan telapaknya sampai kepalanya, termasuk pula organ tubuh bagian dalam seperti
rahim wanita.
Namun
apa yang dicapai oleh teknologi, belum tentu diterima oleh agama, dan hukum
yang hidup di masyarakat. Karena itu,mengingat transplantasi organ tubuh itu
termasuk masalah ijtihadi, karena
tidak terdapat hukumnya secara eksplisit di dalam Al-Quran dan Sunnah, dan
mengingat pula masalah transplantasi itu termasuk masalah yang cukup kompleks,
menyangkut berbagai bidang studi, maka harusnya masalah ini dianalisis dengan
memakai pendekatan atau metode multi disipliner,misalnya kedokteran, biologi, hukum, etika, dan agama, agar bisa
diperoleh kesimpulan berupa hukumn ijtihadi
(hukum fiqh Islam) yang proporsional dan mendasar.[11]
C.
Transplantasi
yang di perbolehkan
1. Syarat
di Perbolehkannya Melakukan Transplantasi Organ Tubuh
Apabila pencangkokan
atau transplantasi organ tubuh dari donor yang telah meninggal secara klinis
dan yuridi, maka Islam mengizinkan dengan syarat[12]:
1) Resipien
atau penerima sumbangan donor, berada dalam keadaan darurat, yang mengancam
jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tetapi
tidak berhasil.
2) Pencangkokan
tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat bagi resipien
dibandingkan dengan keadaannya sebelum
2. Dalil-Dalil
Syar’I Yang Membolehkan Transplantasi Organ Tubuh
Adapun dalil-dalil
syar’I yang dapat dijadikan dasar untuk mebolehkan pencangkokan atau
transplantasi organ tubuh, antara lain sebagai berikut[13]:
1) Firman
Allah SWT (Al-Qur’an Surah al-Baqarah Ayat 195).
Ayat
tersebut secara analogis dapat dipahami bahwa Islam tidak membenarkan pula
orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak berfungsinya
organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa usaha-usaha penyembuhannya secara medis
dan non medis, termasuk pencangkokan organ tubuh, yang secara medis memberi
harapan kepada yang bersangkutan untuk bisa bertahan hidup dengan baik.
2) Firman
Allah SWT.
ومن احياها فكانما احيا
الناس جميع
“Dan
barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah ia
memelihara kehidupan manusia semuanya.”[14]ا
Ayat
ini menunjukan bahwa Islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat
menyelamatkan jiwa manusia. Misalnya seseorang yang dengan senang hati
menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia meninggal, maka Islam membolehkan. Dan
bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilanya,
karena menolong jiwa sesame manusia atau membantu berfungsinya kembali organ
tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.
3) Hadits
Nabi
تداووا عبادالله فاءن
الله لم يضع داء الا وضع له دواء غير داء واحد الهرم
“Bertibatlah
kamu hai hamba-hamba Allah,karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu
penyakit, kecuali Dia juga meletakan obat penyembuhnya, selain penyakit yang
satu, yaitu penyakit tua”.[15].
Hadits
ini menunjukan bahwa umat Islam wajib bertobat ketika menderita sakit, apapun
macam penyakitnya. Sebab setiap penyakit adalah berkah kasih sayang Allah,
pasti ada obat penyembuhnya, kecuali penyakit tua. Karena itu, penyakit yang
sangat ganas, seperti kanker dan AIDS yang telah banyak membawa korban manusia
diseluruh dunia, terutama di dunia Barat, yang hingga kini belum diketahui
obatnya, maka pada suatu waktu akan ditemukan pula obatnya.
4) Kaidah
Hukum Islam
. الضرر يزال
“Bahaya
itu harus dihilangkan atau di lenyapkan”
Seorang
yang menderita sakit jantung atau ginjal yang sudah mencapai stadium yang
gawat, maka ia menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu. Maka menurut kaidah hukum
Islam diatas, bahaya maut itu harus ditanggulangi dengan usaha pengobatan. Dan
jika usaha pengobatan secara medis tidak bisa menolong, maka demi menyelamatkan
jiwanya, pencangkokan jantung atau ginjal diperbolehkan karena keadaan darurat.
Dan ini berarti,kalau penyembuhan penyakitnya bisa dilakukan tanpa
pencangkokan, maka pencangkokan organ tubuh tidak diperkenankan.
5) Menurut
Hukum Wasiat
Keluarga
orang meninggal wajib melaksanakan wasiat orang yang meninggal mengenai
hartanya,dan apa saja yang bisa bermanfaat, baik kepentingan untuk si mayat itu
sendiri (melunasi utang-utangnya), kepentingan ahli waris dan non ahli waris,
maupun untuk kepentingan agama dan umum (kepentingan sosial, pendidikan dan
sebagainya). Berhubung si donor organ tubuh telah membuat wasiat
untukmenyumbangkan organ tubuhnya untuk kepentingan kemanusiaan, maka keluarga
atau ahli warisnya wajib membantu pelaksanaan wasiat almarhum/almarhumah.
Sebaliknya,
apabila seseorang pada masa hidupnyatidak mendaftarkan dirinya sebagai pendonor
organ tubuh dan ia tidak pula memberi wasiat kepada keluarga atau ahli
warisnyauntuk menyumbangkan organ tubuhnya apabila ia nanti meninggal, maka
keluarga atau ahli warisnya tidak berhak mengizinkan pengambilan organ tubuh si
mayat untuk pencangkokan atau untuk penelitian isliah dan sebagainya.
D.
Transplantasi
yang tidak di perbolehkan (Haram)
Akan tetapi Mendonorkan Organ tubuh
dapat menjadi haram hukumya apabila:
1. Transplantasi organ tubuh diambil
dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, dengan alasan : Firman Allah dalam
Alqur’an S. Al-Baqarah ayat 195, bahwa ayat tersebut mengingatkan , agar
jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus
memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor,
meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma. Walaupun menurut
dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal maka transplantasi tetap haram
hukumnya karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului
kehendak Allah. Dalam hadis nabi dikatakan: “Tidak boleh membuat madharat
pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain.”(HR.
Ibnu Majah, No.2331)
2. Penjualan Organ Tubuh
Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia,
ulama sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan berikut[16]: Seseorang
tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.
Sebuah hadis menyatakan, “Diantara
orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat adalah mereka yang
menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.” Dengan demikian, jika
seseorang menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli tidak memiliki hak
apapun atas diri manusia itu, karena sejak awal hukum transaksi itu sendiri
adalah haram. Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam
arti bahwa hal tersebut dapat mengakibatkan diperdagangkannya organ-organ tubuh
orang miskin dipasaran layaknya komoditi lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai
daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa,
harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe
mempunyai permasalahan sendiri, yaitu: Donor
dalam keadaan hidup dan sehat, donor dalam keadaan hidup koma atau diduga akan
meninggal segera, donor dengan keadaan mati (meninggal dunia).
Syarat di perbolehkannya melakukan transplantasi
organ tubuh Apabila pencangkokan atau transplantasi
organ tubuh dari donor yang telah meninggal secara klinis dan yuridi, maka
Islam mengizinkan dengan syarat: Resipien
atau penerima sumbangan donor, berada dalam keadaan darurat, yang mengancam
jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tetapi
tidak berhasil. pencangkokan tidak akan
menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat bagi resipien dibandingkan
dengan keadaannya sebelumnya.
Transplantasi organ yang di haramkan adalah Transplantasi organ tubuh diambil
dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, Penjualan Organ Tubuh
Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia,
ulama sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram.
Daftar
Pustaka
Zuhdi
Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta
Hukum Islam,Jakarta: Haji Masagung, 1994.
Zuhdi Masjfuk, “Masail
Fiqhiyah”. Jakarta. PT Toko Gunung Agung. 1997.
Zuhdi Masjfuk, Inseminasi Buatan Pada Hewan dan Manusia
Ditinjau dari Hukum Islam, Makalah pada Seminar Fakultas Peternakan
UNIBRAW, Malang: 2 April 1987.
Audah Abdul Qadir, Al-Tasyri’ al-Jinani Muqoranan bil Qonun Al-Wadh’I, vol 1.
Departemen Agama
Al Quran dan Terjemahnya.
Nata Abuddin, Masail
Al-Fiqhiyah. Jakarta. Kencana Predana Media Group. 2006.
[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,Jakarta:
Haji Masagung, 1994, H. 86.
[2] Masjfuk
Zuhdi. “Masail Fiqhiyah”.
Jakarta. PT Toko Gunung Agung. 1997. H. 86-87
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
86-87.
[4] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
88.
[5] Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat:
195.
Asbab nuzul dari ayat tersebut
adalah para sahabat nabi mulai merasa Islam dan umat Islam telah menang dan
kuat. Karena itu mereka ingin melakukan bisnis perdagangan dan sebagainya
dengan penuh tenaga guna memperoleh kembali harta benda yang lenyap selama itu
akibat perjuang untuk agama. Maka ayat ini memperingatkan kepada para sahabat
agar tergoda oleh harta sampai lengah dan lupa perjuangan yang mulila , sebab
musuh-musuh Islam masih tetap mencari dan menunggu kelengahan umat Islam agar
dengan mudah Islam dapat dihancurkan.
[6] Lihat Peraturan Pemerintah No.
18 Tahun 1981.
[7] Sebagaimana Rumusan Kongres IDI
(Ikatan Dokter Indonesia) Tahun 1985.
[8] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
89.
[9] Hadits Riwayat Malik dari Amar
bin Yahya, riwayat Al-Hakim, al-Baihaqi, dan Al-Daruqutni dari Abi Sa’id
Al-Khudri, dan Riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan ‘Ubadah bin Al-Shamith.
[10] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
87. Lihat juga referensi yang lain yaitu, “Donor Tubuh”, Panjit Masyarakat, No
514 Tahun XXVIII, 1 September 1986, Halaman 14-21.
[11] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
87. Lihat juga referensi yang lain yaitu, Masjfuk zuhdi, Inseminasi Buatan Pada Hewan dan Manusia Ditinjau dari Hukum Islam, Makalah
pada Seminar Fakultas Peternakan UNIBRAW, Malang: 2 April 1987, halaman 1.
[12] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, 89. Mengenai keadaan darurat, baca juga tentang
masalah “Sterilisasi dan IUD” yang dirumuskan oleh Abdul Qadir ‘Audah dalam
kitabnya Al-Tasyri’ al-Jinani Muqoranan bil Qonun
Al-Wadh’I, vol 1, halaman 575.
[13] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,
90-92.
[14] Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat
32.
[15] Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal,
At-Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim dari
Usamah bin Syarik.
Label: Makalah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda