Rabu, 16 Maret 2016

Model Penelitian Tafsir

Model  Penelitian Tafsir


A.    Pengertian Tafsir dan Fungsinya

            Tafsir berasal dari bhasa Arab, fassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman dan perincian. selain itu tafsir juga berarti al-idlab yaitu penjelas dan keterangan. Pengertian tafsir sebagaimana yang dikemukaan pakar al-Qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Al Jurjani misalnya: mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai segi, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan dan keterangan yang dapat menunjukan kepada makna yang dikehendaki  secara terang dan jelas. Sementara itu Imam al-Zarqani mengatakan, bahwa tafsir ilmu yang membahas al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasih mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
           
            Dari beberapa pengertian di atas  kita menemukan tiga ciri utama tafsir. Pertama, segi obyek pembahasanya adalah kitabbullah yang di dalamnya terkandung firman Allah yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan menerangkan, menyikapi kandungan al- Qur’an sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan dan ajaran yang  terkandung di dalamnya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah penalaran, kajian dan ijtihad para mufassir yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.
            
            Dengan demikian secara singkat pengertian model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu untuk diketahu secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya.
           
            Obyek pembahasan tafsir adalah Al-Qur’an merupakan sumber ajaran Islam. kitab suci menempati posisi sentral. berdasarkan kedudukan dan peran al-Qur’an, Quraish Shihab mengatakan pemahaman terhadaf penafsiran al-Qur’an berperan sekali terhadap maju mundurnya umat.

B.     Latar Belakang Penelitian Tafsir

            Pada saat al-Qur’an  diturunkan 15 Abad yang lalu, Rasulullah sebagai mubayyin (pemberi penelasan) telah menjelaskan arti dan kandungan al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya, menyangkut ayat yang tidak dipahami atau sama artinya. Kalau pada jaman Rosulullah, para sahabat menanyakan persoalan yang tidk jelas kepada beliau, setelah wafatnya maka terpaks melakukan ijtihad, khususnya mereka yang memiliki kemampuan seperti Ali bin Abi Thalib, Ibn Abas, Ubay bin Ka’ab dan Ibn Masud. Para tokoh dari kalangan sahabat mempunya murid dari para’ Tabi’in. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh Tafsir baru dari kalangan tabiin.
           
            Gabungan dari ketiga sember diatas yaitu penafsiran Rasullulah, Penafsiran Sahabat, penafsiran Tabi;in dikelompokan menjadi satu kelompok, yang selanjutnya menjadi priode pertama dari perkembangan tafsir. Beralakunya periode pertama setelah berakhirnya masa tabi’in. sekitar tahun 150 H. priode kedua, hadits-hadits palsu telah banyak beredar di tengah-tengah masyarakat, semntara itu perubahan masyarakat sangat menonjol dan timbul beberapa persoalan yang tidak terjadi pada masa Nabi Muhammad, sahabat dan tabi’in.
           
            Pada mulanya usaha penafsiran masih sangat terbatas namun sejalan dengan perkembangan masayarakat, bertambahpula peranan akal, ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al- Quran. keragaman tersebut ditunjang pula oleh al-Quran, seperti dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam al-Naba’ Al-Azbim ”Bagaikan intan yang tiap sudutnnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Berdasarkan pada adanya  upaya penafsiran al-Quran dari sejak zaman Nabi Muhammad, sehigga dewasa ini ada sifat dari Kandungan al- Quran yang memancarkan cahaya kebenaran.

C.     Model-Model Penelitian Tafsir

            Berikut ini kami akan kemukakan beberapa model penafsiran al- Quran yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut.

1.      Model Quraish Shihab

            Model Tafsir yang dikembangkan oleh Quraish Shihab banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan. yaitu menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan literature tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun ulama lainya. Data-data literature tersebut kemudian di deskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan.
           
            Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilaukan oleh para ulama terdahulu. Dari penelitian tersbut telah dihasilkan beberapa kesimpulan berkenaan dengan tafsir, antara lain tentang :
a.       Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir.
b.      Corak-corak penafsiran
c.       Macam-macam metode penafsiran al- Qur’an
d.      Syarat-syarat dalam menafsirkan al- Qur’an
e.       Hubungan tafsir modereniasi.

            Aspek- aspek di atas dapat dikeukakan secar singkat sebagai berikut:

1.      Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
            Menurut Quraish Shihab jika penafsiran dilihat dari segi penulisanya ( Kodifikasi) maka perkembangan tafsir dibagi menjadi tiga Priode. (Priode I), yaitu masa Rosulullah, Sahabat dan permulaan Tabiin, dimana waktu itu tafsir belum secara tertulis tapi penyenyebaranya secara lisan. (Priode II), Bermula dengan kodifikasi hadits secara resmi ketika pemerintahan “Umar bin Abdul’ Aziz” (99-101 H.) dimana ketika itu tafsir ditulis dan bergabung dengan penulisan hadits. (Priode III), penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri. Priodesasi tersebut dapat di tambah lagi dengan (priode ke empat) yaitu muncul para peneliti tafsir membukukan hasil penelitianya itu sehingga dapat membantu masyarakat mengenal karya – karya tafsir yang ditulis oleh ulama sebelumnya.

2.      Corak Penafsiran
            Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak afsir dikenal antara lain :
a.       Corak Sastra ( Bahasa )
b.      Corak Filsafat dan Teologi
c.       Corak Penafsiran Ilmiah
d.      Corak Fiqh atau Hukum
e.       Corak Tawauf
f.       Corak sastra budaya  kemasyarakatan

3.      Macam-macam Metode Penafsiran Al- Quran

            Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, Metode penafsiran Al-Qur’an secara garis besar dapat dibagi kedua bagian yaitu corak Ma’tsur ( Riwayat ) dan corak penalaran, dapat dikemukakan sebagai berikut.

a)      Corak Ma’tsur ( Riwayat )
            Kalau kita mengamati metode penafsiran sahabat-sahabat Nabi SAW, ditemukan pada dasarnya setelah gagal menemukan penjelasan nabi, mereka merujuk pada penggunaan bahasa dan syair-syair arab. Metode Mat’sur memilik keistimewaan antara lain :
-          Menekankan bahasa dalam memahami Al- Qur’an
-          Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika penyampaian pesan pesannya.
-          Mengikuti Mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasi terjerumus dalam subjektivitas berlebihan.

Sedangkan kelemahannya antara lain :
-          Terjerumusnya mufasir kedalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al- Qur’an kabur di celah uraian tersebut.
-          Seringnya konteks turunya ayat ( uraian asbab-nuzul ) atau sisi kornologis turunya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasib mansukh hampir dapat dikatakan  terabaikan sama sekali.

b)      Corak Penalaran

            Menurut pandangan al- Farmawi yang membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini, kepada empat macam metode, yaitu tahlily, ijmali, muqarin dan maudlu’iy. Dapat dikemukanan sebagai berikut.

a)      Metode Tahlily

            Metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushhaf.
Kelebihan metode ini adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.

b)      Metode Ijmali

            Metode Ijmali atau disebut juga dengan metode global adalah cara mentafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjukan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat global. Dalam prakteknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu seringkali metode ini tidak dibahas tersendiri. Dengan metode ini seorang musafir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar aja.

c)      Metode Muqarin

            Metode Muqarin adalah suatu metode tafsir al-Qur’an yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat al-Qur’an yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, dan atau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Qur’an.

d)     Metode Maudlu’iy

            Metode Maudlu’iy dimana musafirnya berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang diterapkan sebelumnya. Kemudian penafsiran membahas dan menganalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
           
            Adanya metode penafsiran dengan cara tematik tersebut, menurut Quraish Shihab berasal dari Mahmud Syaltout. Dalam hubungan ini Quraish Shihab mengatakan, bahwa pada bulan Juli 1960, Syaikh Mahmud Syaltout menyusun kitab tafsir yang berjudul Tafsir al-Qur’an al-karim, dalam bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh Al-Syatibi (w. 1388 M). Yaitu bahwa setiap surat, walaupun masalah-masalah yang dikemukakan berbeda, namun ada satu sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda tersebut.
           
            Kemudian Quraish Shihab mengambil kesimpulan dari data tersebut bahwa, metode maudlu’iy mempunyai dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema sentralnya, serta menghubungkan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an yang mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut.

2.      Model Ahmad Al-Syarbashi

            Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir \dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisi sebagaimana halnya yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditilis para ulama tafsir. Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi ke dalam tafsir pada masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiyah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir.
           
            Menurutnya bahwa tafsir pada zaman Rasulullah SAW., pada awal masa pertumbuhan islam disusun pendek dan tampak ringkas, karena penguasaan bahasa arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat al-Qur’an. Disamping itu mereka juga mulai menulis tafsir al-Qur’an untuk dijadikan pedoman bagi kaum muslimin. Dengan adanya tafsir itu umat islam dapat banyak hal yang samar dan sulit untuk ditangkap maksudnya.
           
            Lebih lanjut Al-Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus mengambil tafsir dari Rasul Allah SAW, melalui riwayat-riwayat hadist yang tidak ada keraguan atas kebenarannya. Ini sangat perlu ditekankan, karena banyak hadist maudlu (palsu-buatan). Setelah kita pegang tafsir yang berasal dari Nabi, barulah kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.

            Tentang tafsir ilmiah, Ahmad Al-Syarbashi mengatakan, sudah dapat kita pastikan bahwa dalam al-Qur’an tidak terdapat suatu teks induk yang bertantangan dengan bermacam-macam kenyataan ilmiah.ini merupakan satu segi dari kedudukannya sebagai mu’jizat.
           
            Tentang tafsir sufi, Al-Syarbashi mengatakn ada kaum sufi yang sibuk menafsirkan huruf-huruf al-Qur’an dan berusaha menerangkan hubungannya yang satu dengan yang lainnya. Adanya tafsir sufi tersebut, Al-Syarbashi mendasarkan kepada kitab-kitab tafsir yang dikarang para ulama sufi.
           
            Tentang politik, Al-Syarbashi mendasarkannya pada pendapat-pendapat kaum khawarij dan lainnya yang terlibat dalam politik dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. menurut mereka terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang berkenan dengan perilaku dan peran politik yang dimainkan oleh oleh kelompok yang bertikai.
           
            Selanjutnya mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Al-Syarbashi mendasarkan, bahwa Muhammad Abdullah telah berusaha menghubungkan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan kehidupan masyarakat, disamping membuktikan bahwa islam adalah agama yang memiliki sifar universal, umum, abadi dan cocok bagi segala keadaan.
            Metode tafsir yang digunakan Muhammad Abdullah dalam tafsirannya itu adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, hadist-hadist shahih, serta dengan tetap berpengang pada makna menurut pengertian bahasa arab. Hal ini dilakukan, karena Syaikh Muhammad Abdullah memandang bahwa teks induk Qur’an sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dan menyempurnakan.

3.      Metode Syaikh Muhammad Al-Ghazali

            Syaikh Muhammad al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikira islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ialakukan, termasuk dalam bidang tafsir al-Qur’an. sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Muhammahd al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analisis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
           
            Tentang macam-macam metode memahami al-Qur’an, al-Ghazali membaginya ke dalam metode klasik dan metode modern dalam memahami al-Qur’an. menurutnya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami al-Qur’an yang berawal dari ulama terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan al-Qur’an, sehingga apa yang kita kenal dengan metode memahami al-Qur’an.
           
            Berbagai macam metode atau kajian yang dikemukakan Muhammad Ghazali tersebut oleh ulama lainnya disebut sebagai pendekatan, dan bukan metode. Hal ini terjadi karena sebagai sebuah disiplin ilmu biasanya memiliki metode. Dalam hubungan ini Muhammad Ghazali kelihatannya ingin mengatakan bahwa metode yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu tersebut ingin digunakan dalam memahami al-Qur’an.
           
            Selanjutnya Muhammad Ghazali mengemukakan adanya metode modern dalam memahami al-Qur’an. Metode modern ini timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan pada berbagai metode yang telah disebutkan diatas. Metode ini perlu mendapat kritik karena ayat-ayat dalam kajian tersebut banyak dikaitkan dengan hadist-hadist dha’if, sehingga apa yhang diharapkan dari sebuah tafsir al-Qur’an dengan pemikiran Qur’ani, tampaknya belum begitu terlihat.
           
            Muhammad al-Ghazali mengemukakan juga tafsir yang bercorak diaologis. Menurutnya tafsir ini banyak menyajikan tema-tema menarik, namun sebagian dari tema tafsir tersebut sudah keluar dari batasan tafsir itu sendiri, yang menjadi acuan kebanyakan penafsir al-Qur’an.
            
4.      Metode Penelitian Lainnya

            Penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-aspek tertentu dari al-Qur’an. Diantaranya adalah ada yang memfokuskan penelitiannya terhadap kemu’jizatan al-Qur’an, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur’an, serta ada pula yang khusu meneliti mengenai corak dan arah penafsiran al-Qur’an yang khusus terjadi pada abad keempat.
           
            Selanjutnya Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah melakukan deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Amin Abdullah mengatakan jika dilihat secara garis besar, perjalanan sejarah penulisan tafsir pada abad pertengahan, agaknya tidak terlalu terpeleset jika dikatakan bahwa dominasi penulisan tafsir al-Qur’an secara leksiografis (lugowi) tampak lebih menonjol. Tafsir karya Shihab al- Din al-Khawarij (1659) memutuskan perhatian pada analisis atas ayat-ayat al-Qur’an. Juga karya Al-baydawi (1286), yang hingga sekarang masih dipergunakan di pesantren-pesantren, memusatkan perhatian pada penafsiran al-Qur’an corak leksiografis.
           
            Amin Abdullah lebih lanjut mengatakan, masih perlu digarisbawahi bahwa karya tafsir mutakhir ini dengan metode komparatif di dalam memahami dan menafsirkan arti suatu kosa kata al-Qur’an. Binti al-Syati’ selalu melihat ulang bagaimana penafsiran dan pemahaman para penafsir pendahulunya sebelum beliau mengemukakan pendapatnya sendiri di akhir suatu bahasan.
          
            Tanpa harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksiografis, corak penafsiran seperti itu dapat membawa kita kepada pamahaman al-Qur’an yang kurang utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu dari ajaran al-Qur’an yang fundamental.
          
            Karya tafsir yang menonjolkan I’jaz, akan membuat kita terpesona akan keindahan bahasa al-Qur’an, tetapi belum dapat menguak nilai-nilai spiritual dan sosio moral al-Qur’an untuk kehidupan sehari-hari manusia.
           
            Begitu juga penonjolan Asbabun Nuzul bila terlepas dari nilai-nilai fundamental universal yang ingin ditonjolkan, tentu bermanfaat untuk mempelajari latar belakang sejarah turunnya ayat per ayat, tetapi juga mengandung minus keterkaitan dan transendental bagi kehidupan manusia di manapun mereka berada.

            Para ulama sepanjang sejarah islam telah berusaha secara serius merumuskan berbagai metode yang dapat diterapkan dalam mengkaji Al-Qur’an, sehingga umat islam yang meyakini kitab suci ini sebagai pedoman hidup, dapat menangkap makna pesan-pesannya. Diantaranya metode-metode itu adalah :

1.      Metode Tahlily

            Secara etimologis tahlili dapat diartikan sebagai cara menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan-urutannya di dalam mushhaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat).
            
            Tahlily adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.13 Musafir yang menggunakan metode ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara keseluruhan dari awal hingga akhir berdasarkan susunan mushaf. Menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat dengan menjelaskan makna mufradatnya, juga unsur i’jaz dan balaghahnya.
           
            Penafsiran yang menggunakan metode ini juga tidak mengabaikan asbab nuzul al-ayat dan munasabah al-ayat. Para penafsir yang menggunakan metode tahlily ini dapat dibedakan atas : 19
a)      Tafsir bil-Ma’tsur
b)      Tafsir bil-ra’y
c)      Tafsir al-Shufi’
d)     Tafsir al-Fiqhi
e)      Tafsir al-Falsafi
f)       Tafsir al-‘Ilmi
g)      Tafsir al-Adabi al-Ijtima’i

            Metode ini disebut juga metode tajzi’iy (parsial), untuk membedakannya, dengan metode tawhidy (utuh/menyeluruh) pada tafsir maudhu’iy (tematik). Meskipun demikian, seperti halnya setiap metode, penafsiran tahlili juga mengundang kekurangan dan kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol disini adalah penafsiran bisa tergelincir kepada penafsirang yang amat parsial.

2.      Metode Ijmali

            Metode Ijmali adalah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global.17[1] Dengan metode ini penafsir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya dalam uraiannya, penafsir membahas secara runtut berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.
           
            Metode Ijmali secara umum berupaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengemukakan makna ijmali. Dengan metode ini musafir menjelaskan maksud ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan susunan ayat yang terdapat pada mushaf20 sebagaimana halnya pada bagian pertama.
           
            Penafsiran dengan metode ini, dalam penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, sama dengan al-Qur’an. sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Qur’an sendiri yang berbicara kepadanya. Sehingga dengan demikian dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah ia kepada tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.

3.      Metode Muqaran

            Metode tafsir ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (komparasi) tasrif al-Qur’an. penafsiran yang menggunakan metode ini pertama sekali menggunakan himpun sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka.18[2]
           
            Melalui cara ini penafsir mengetahui posisi dan kecenderungan para penafsir sebelumnya yang dimaksudkan dalam objek kajiannya. Metode muqaran juga digunakan dalam membahas ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan redaksi namun berbicara tentang topik yang berbeda. Atau sebaliknya, topik yang sama dengan redaksi yang berbeda. Ada juga diantara penafsiran yang membandingkan antara ayat-ayat al-Qur’an dengan hadist Nabi yang secara lahiriah tampak berbeda.
           
             Metode ini dipakai oleh penafsir untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat-pendapat para musafir. Ia membahas ayat-ayat al-Qur’an dengan mengemukakan pendapat para musafir terhadap tema tertentu, lalu membandingkannya bukan untuk menentukan benar dan salah, tetapi menentukan variasi penafsiran terhadap ayat al-Qur’an.
           
            Tafsir perbandingan (Muqaran) adalah suatu metode mencari kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan satu ayat dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih.

4.      Metode Maudlu’iy

            Metode ini adalah suatu metode penafsiran Al-Qur’an dengan himpunan ayat-ayat, baik dari suatu surat maupun beberapa surat, yang bicara tentang topik tertentu, untuk kemudian mengaitkan antara satu dengan yang lainnya. Kemudian mengambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan Al-Qur’an.8[3]
           
            Pembahasannya didasarkan pada tema-tema khusus al-Qur’an seperti yang telah ditentukan oleh musafir. Untuk menghasilkan karya tafsir semacam ini dibutuhkan kecermatan dalam menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan tema yang telah dipilih.
            
            Metode ini juga mempunyai kelemahan, yaitu bisa terjadi terutama dari segi subjek/mufassir yang tidak sama kemampuannya dalam menguasai ilmu alat dalam menerapkan langkah-langkah metode ini.

            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa objek tafsir adalah ayat-ayat al-Qur’an. Data yang diperlukan dalam penelitian tafsir adalah ayat-ayat al-Qur’an, sunnah Nabi, asar sabahat, pendapat-pendapat para ulama, riwayat yang merupakan kenyataan sejarah pada masa turunnya al-Qur’an pengertian-pengertian bahasa dan lafadz al-Qur’an kaedah-kaedah bahasa, kaedah-kaedah istinbat dan teori ilmu pengetahuan. Data ilmiah yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.

            Al-Qur’an berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk. Agar fungsi ideal itu dapat teraplikasikan maka al-Qur’an harus dipelajari dan diupayakan penafsirannya.



13 Ibid., h. 24.
19 Ibid., h. 25-42.
17 ‘Abu al-Hay al-Farmawi, op.cit., h. 24.
20 Ibid., h. 43.
18 Ibid., h. 45.
8 kitabnya, Al-Bidayat fi Tafsir al-Maudlu’iy.

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda